Manusia bertualang membawa misi sebagai khalifah di muka bumi. Tuhan menawari amanah ini kepada Malaikat. Makhluk bercahaya itu bergeming. Tak berani mengemban tugas berat ini. Pun dengan gunung, langit, matahari, dan rembulan tak kuasa menerima.
Hatta kepada insan mandat Tuhan diberikan dan disanggupi. Makhluk Tuhan Paling Sensi. Paripurna dari segi bentuk dan rupa dibanding makhluk lain ciptaanNya (QS. At-Tin;4). Semua ini menjadi amunisi mengakrabi bumi.
Pengembaraan dimulai. Potensi yang dianugerahi bereksplorasi. Perut bumi dikurasi. Gunung-gunung ditelanjangi. Hutan-hutan dipreteli demi poles wajah industrialisasi. Sawah ladang turut dicumbui. Mereka lupa diri. Mengingkari janji abadi dalam kitab suci (QS. An-Nahl; 4).
Belum puas mengobrak-abrik perutnya. Pungung dan dada buana dibuat meronta dengan pesta dansa. Berpoya-poya, saling sikut sana sini, zina bersimaharajalela, dan segala laku cela. Hubbuddunya bermahkota di atma. Terlena gemerlap dunia (QS. At-Takatsur; 1).
Meski begitu Tuhan tiada henti menuntun dengan pelbagai tanda. KemahakuasaanNya dan Kemaha Rahman dan RahimNya senantiasa tersedia. Saatnya insan fana ditegur sapa Tuhan Maha Esa. Agar tak lupa dimana bermula dan akhirnya berpulang. Akan tiba masanya manusia akan kembali pada satu titik meski telah lama melang-lang buana (Paulo Coelho; Alchemist).
Bala bencana sebagai pesan pada insan lena dihunjamkan. Banjir bandang berkelindan. Gempa berdebaman. Gunung memuntahkan beratnya kandungan. Angin beliung meluluhlantakkan. Tsunami memorakporandakan. Manusia panik berlarian. Menyelematkan diri walau dengan sehelai papan. Namun Tuhan dengan iradahNya membenamkan sesiapa yang dikehendakiNya.
Ratusan, ribuan, puluh ribuan, bahkan jutaan korban berjatuhan. Jiwa dan harta tergadaikan. Insan pandir belum juga mengambil pelajaran. DIA meminta insan kembali pada fitrah mencari Tuhan. Tanda dan bukti di depan mata agar insan berulil albab.
Peringatan dengan bencana ini telah nyata. Bagaimana seharusnya insan berlaku dan berkata. Kemana tempat berlindung dan kembali paling mula. Pada rumah-rumah Tuhanlah seharusnya insan menghadapkan muka. Bersimpuh dan bersujud menggaungkan asma-Nya saban masa. Aneka bala dahsyat kurun dua dasawarsa menjadi bukti Tuhan mengingatkan kemana insan harus kembali bermesra denganNya. Cukuplah masjid-masjid berikut menjadi saksi bisu bahwa kita akan berjanji akan kembali padaNya. Memakmurkan dan membersamainya sepanjang masa. Aamiin.
Maka sebagai penutup catatan, saya persembahkan sajak tentang tsunami. Agar kita bisa waspada, selalu mengingatNya dan kembali padaNya setiap dipanggil.
Melawan Pilu Dua puluh Enam Desember