Mohon tunggu...
Akmad Syaukani
Akmad Syaukani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lakukan mulai beberapa, hasilkan seberapa

Selanjutnya

Tutup

Money

Mari Menjadi Owner dalam Bidang Otomotif

3 November 2013   15:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:39 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari menjadi Owner dalam bidang Otomotif, tidak menjadi ATPM dan Dialer lagi!! yang penting merek atau brand perusahaan Nasional dahulu dari dalam negeri, dengan beginikan yang mengatur keuangan juga perusahan dalam negeri, yang membuat perencanaan kedepan juga orang perusahaan dalam negeri tersebut, dengan begini kita berhenti dikibulin menjadi industri tukang jahit.... Untuk TKD (Tingkat kandungan dalam negeri) kita harus stop membicarakannya!! mau tingkat kandungan dalam negerinya 10%, 20%, 30%-90% tetap saja merek luar, nama perusahaannya juga luar, pemiliknya juga orang luar, yang mengatur keuangan perusahaannya juga orang luar, yang mengambil besar keuntungannya juga orang luar?? Dengan adanya ATPM dan Dialer, apa orang kita tidak untung?? menurut aku untung juga tapi kecil.... Dalam bidang Otomotif sudah saatnya kita menjadi owner bukan jadi tukang jahit lagi menjadi dialer atau ATPM, takut ini takut itu kalah gertak sama mafia Otomotif jepang yang sudah lama diundang oleh suharto pada tahun 1974 tentunya ingat peristiwa malari bukan?? perusahaan nasional seperti pencipta Mobil nasional esemka, Fin Komodo, Tawon dan sbagainya haruslah kita dukung dahulu, tidak perlu mengomentari comot sana comot sini komponennya yang jelas kita harus apresiasikan mereka dahulu.... Tidak perlu kita mempersoalkan tentang TKD (Tingkat kandungan dalam negeri) pada suatu produk Otomotif 1. Mobil murah memiliki TKD 80% tetapi Ownernya merupakan Toyoda orang jepang bukan orang Indonesia toh.... 2. Mobil nasional memiliki TKD 20% tetapi Ownernya merupakan orang Indonesia bukan orang jepang toh.... Kedepan TKD itu berlahan bisa dipenuhi 100% didalam negeri walaupun butuh proses.... yang jelas mereka itu arahnya juga kesana demi kemandirian komponen dalam negeri.... berlahan tapi pasti, aku yakin orang Indonesia dapat menciptakan hingga bermacam-macam komponen otomotif.... bahkan jika pemerintah mendukungnya aku yakin negara ini bisa swasembada komponen bahkan bisa diekspor.... tidak seperti sekarang ini yang semuanya mengacu kepada jepang dan Gaikindo alias Mafia Otomotif jepang.... digertak sedikit mereka mau hengkang pemerintah malah kalang kabut.... sudah seharusnya kita tidak perlu takut lagi bahkan kita ciptakan sendiri Mobil nasional.... kita jugalah yang harus menjadi Owner dan kedepan kita juga harus menjajah asing melalui ATPM yang kita buat diluar negeri.... Jangan mau dijajah tapi kitalah yang menjajah.... baik dari pendidikan, perdagangan, pabrik, industri hingga militer.... Jadi berhentilah mencomooh produk bangsa sendiri yang mempermasalahkan TKD (Tingkat Kandungan Dalam Negeri), entah sisanya comot sana comot sini yang jelas Ownernya orang Indonesia dahulu dan pabriknya juga Indonesia dengan embel PT. TBK Toooh kedepan untuk TKD itu juga bisa dipenuhi hingga 100% walaupun semua itu butuh proses.... membangun pabrik dan mengintegrasikan industri otomotif tidak sperti membalikan telapak tangan.... Toyota jaman dahulu apakah mereka langsung buat mobil dengan TKD 100%?? tidak jugakan!! Toh awalnya juga Toyota jaman dahulu komponennya comot sana comot sini juga.... insinyur dari German dipanggil ke Jepang.... kendaraan BMW dibongkar dan dipelajari.... smentara Toyota menggunakan mesin milik BMW.... Setelah Toyota menjadi besar barulah mereka bisa membangun Pabrik dan Industri yang terintegrasi sendiri.... yang jelas pemiliknya, mereknya, Brain Warenya dan platform dari mobil nasional merupakan perusahaan dalam negeri dengan embel-embel Indonesia.... contohnya seperti PT KUDA BESI TBK, lalu nama mobilnya silahkan ciptakan sendiri.... yang jelas kita bukan jadi dialer atau ATPM alias tukang rakit mobil lagi.... Sederhananya begini, aku tekankan orang Indonesia harus menjadi Owner dalam bidang Otomotif alias pemilik pabrik otomotif dahulu, bukan jadi dialer, ATPM alias Agen Tukang Penjahit Mobil.... ckckckckckckckkc Mobil itu skalanya besar pabrik manapun didunia tidak ada yang membangunnya secara sendiri produknya, pasti mereka melibatkan UKM setempat.... contohnya baut, mur, jok mobil, dashboard, pelek, karet, lampu dan komponen otomotif lainnya yang bukan kegiatan produksi mereka pasti tidak diproduksi oleh mereka.... umumnya mereka hanya memproduksi bidang mereka seperti platformnya, sasis, engine / mesin penggerak kendaraan tersebut dan sbagainya.... yang sesuai dengan bidang perusahaannya.... kedepan pemerintah melalui modalnya harus mengucurkan kredit kepada UKM.... melalui Lembaga BPPT diharapkan mereka bisa membantu para UKM dalam bidang riset dan pengembangan agar tercipta produk yang handal dan berkualitas.... tentunya dalam bentuk money cycle/perputaran uang.... yang jelas biarkan rakyat kita pnya brand/merek lokal dahulu, baik swasta hingga BUMN mereka bebas memiliki kegiatan usaha dibidang Otomotif.... Jangan ada Mafia Otomotif lagi.... dukung dlu rakyatnya memiliki brand/merek lokal setelah itu baru memikirkan pembangunan Pabriknya.... untuk sementara comot sana comot sini no problem, yang penting pemerintahnya mendukung begitu loh!! ketika mereka sudah cukup modal barulah membangun pabriknya. Buka Indonesia Industri Blog

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun