"Dalam mencapai kesuksesan mempelajari ilmu itu (ilmu umum maupun ilmu agama) ada tiga pihak yang harus bersungguh-sungguh yaitu pelajarnya, gurunya dan orang tuanya jika masih ada." Imam Azzarnuji
Suatu hari saat jadwal piket jaga, ada lebih dari lima siswa terlambat untuk masuk ke kelas. Waktu itu mereka datang jam 12.52, sedangkan istiahat dhuhur dari jam 12.00 sampai jam 12.30 waktu sekolah. Jadi sudah telat sekitar 22 menit. Sebagai guru piket saya langsung panggil untuk mencatat mereka, lalu saya tanya satu per satu alasannya kenapa terlambat masuk kelas? Dan siswa-siswa itu kompak menjawab, "Saya sholat dhuhur dulu."
Lalu saya bertanya lagi,"Bukannya adzan dhuhur lebih awal, jadi kalian bisa sholat berjamaah dulu, baru setelah itu kalian makan siang?"
"iya sih pak, cuma tadi ngantri banget Pak di tempat wudhunya," jawab seorang siswa dari mereka.
Duh hampir saya tidak bisa berkata-kata. Masalahnya alasannya sholat dhuhur dulu.
Singkat cerita siswa-siswa itu diberi pengarahan dan konsekuensi akibat keterlambatan tersebut. Begini pengarahannya....
Nak, terlambat itu mau satu menit, mau dua, tiga menit, apalagi sampai 20 menitan adalah telat mengikuti pelajaran. Artinya kalian kurang bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan proses belajar hari ini.
Coba kalian ingat pesan syeikh Az Zanurji dalam Taklimul Muta'alim
Dalam mencapai kesuksesan mempelajari ilmu itu (ilmu umum maupun ilmu agama) ada tiga pihak yang harus bersungguh-sungguh yaitu pelajarnya, gurunya dan orang tuanya jika masih ada."
Sekarang fokus pada pelajar, dan kalian adalah pelajar. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu di sini berarti serius pada persiapan belajar dan proses pembelajarannya.
Artinya apa? terlambat atau telat telah mengganggu keseriusan dalam rangkaian belajarmu.
Loh ini aturan dari mana?Â
Oke saya lanjutin, di sekolah, guru adalah fasilitator atau sebut saja jembatan ilmu. Jadi yang punya ilmu itu bukan guru, tapi Tuhan yang Maha Kuasa, Alloh SWT. Jika  kamu ingin menikmati buahnya ilmu, maka harus bersungguh-sungguh. Terlambat masuk kelas itu akan mengurangi keseriusan belajarmu bahkan akan mengurangi keberkahan ilmu yang kamu dapat.
Sekarang Kita Bahas Alasan "Sholat Dulu"
Dari kejadian ini saya teringat tentang sikap proaktif, sebuah bahasan di buku 7 Habits of Highly Effective People (Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif) karya Stephen Covey. Sederhananya begini proaktif itu memilih sikap untuk bertanggungjawab atas tindakan dalam hidup kita dengan tidak menyalahkan keadaan sekitar. Lawan dari proakif adalah reaktif. Berarti orang-orang reaktif akan memilih bersikap menyalahkan keadaan sekitar atas kejadian yang sedang menimpanya.
Coba saya jelaskan lebih detail...
Paradigma atau pikiran kita dikendalikan atau mengendalikan dengan dua lingkaran besar. Pertama Influence Circle/Lingkaran Pengaruh dan kedua Awareness Circle Lingkaran Kepedulian.Â
Pada Lingkaran Pengaruh, kita diberi kebebasan untuk mempengaruhi, memilih tindakan, mengaturkan perilaku atas diri kita. Sebagai contoh, saat sudah adzan dhuhur kita bebas memilih sholat atau makan yang didahulukan. Jika memilih makan dulu, kita juga dapat mengatur "ritme makannya" apakah cepat-cepat karena mau sholat atau malah makan dengan santai sambil ngobrol.
Lalu pada Lingkaran Kepedulian kita "seperti dipaksa" harus menerima suatu keadaan. Seperti rasa lapar, terik panas di siang hari, dan antri dalam berwudhu. Â Jelasnya kita dipaksa rela menerima keadaan ini.
Masalahnya sekarang lingkaran mana yang sebaiknya dominan mengendalikan tindakan bahkan mood kita?
Orang-orang reaktif akan menyalahkan keadaan. Fokus mereka pada lingkaran kepedulian yang tidak mungkin bisa dikendalikan. Ia mengumbar berbagai alasan untuk membenarkan tindakan dan lepas tanggung jawab.
"Tadi saya lapar pak, ya sudah saya ke kantin dulu"
"Pokoknya saya ga salah karena tadi antri banget di tempat wudhunya"
Berbeda dengan mereka orang reaktif, mereka yang proaktif akan fokus pada lingkaran pengaruh. Jika dia terlambat cukup mengatakan:.
"Mohon maaf saya terlambat, ini sepenuhnya kesalahan. Saya bertanggung jawab atas keterlambatan ini dan ke depan saya tidak akan mengulangi lagi."
Ia akan bertindak untuk mengambil sikap sabar dan tanggung jawab. Dia tidak akan menjadikan rasa lapar, panas di siang hari dan malas antri (sebagai lingkaran kepedulian) untuk mengendalikan semangat hidupnya. Justru dirinyalah penyemangat semangat, perasaan dan tindakannya.
Seperti ditunjukkan firman Allah: "Dan Orang-orang yang mencari keridhaan Kami, niscaya Kami tunjukkan mereka kepada jalan-jalan Kami." (Surat 29, Al-Ankabut 69).
Terakhir, berhentilah terlambat masuk kelas, proaktif, jangan reaktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H