Dulu, sewaktu aku masih duduk dikelas SD (15 tahun yang lalu), acara televisi jelas bisa dibedakan mana yang buat anak kecil dan mana yang buat orang dewasa. Konten dewasa biasanya dilayar televisi tertuliskan 17+ yang artinya jelas untuk orang dewasa. Walaupun konten dewasa, tetap saja dibatasi. Misalnya, ketika ada adegan berpelukan atau cium “pipi” sesama lawan jenis maka dipotong oleh iklan. Namun sekarang, tidak jelas mana yang untuk dewasa dan mana yang untuk anak-anak. Sehingga tidak heran jika anak-anak TK jaman sekarang sudah bertanya “Ma, apa itu seks?”.
Adegan pelukan menjadi “bahan pokok” di setiap sinetron. Dari sinetron untuk anak-anak apalagi dewasa. Seakan-akan adegan ini menjadi sudah “lazim” di masyarakat kita. Padahal jelas tidak sesuai dengan norma dan jati diri bangsa ini. Demi uang, moral bangsa ini dihancurkan.
Pendidikan di sekolah tak akan mampu membendung dahsyatnya pengaruh negatif sinetron. Waktu di rumah jauh lebih banyak dibandingkan dengan waktu di sekolah. Walaupun begitu, para guru tetap berjuang memperbaiki karakter generasi muda. Namun, usahanya ini akan sia-sia jika tidak didukung oleh semua elemen masyarakat khususnya dunia perfilman. Sinetron memang asyik ditonton, namun alangkah lebih asyiknya jika turut menjaga masadepan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H