Tingginya tingkat sedimentasi
Masalah berat lainnya yang dihadapi Citarum adalah tingginya tingkat sedimentasi. Pola pemanfaatan lahan-lahan kritis oleh warga masyarakat untuk kepentingan pertanian menjadi faktor utama penyebabnya.
Kawasan Hulu DAS Citarum merupakan penghasil sayuran terbesar di Indonesia. Kebutuhan akan lahan pertanian terus meningkat dari tahun ke tahun. Maka hutanlah yang menjadi sasaran perambahan. Padahal hampir seluruh areal hutan di bagian hulu DAS Citarum merupakan hutan lindung. Diluar debit curah hujan, faktor-faktor inilah yang juga menjadi sebab menurunnya volume air Sungai Citarum pada musim kemarau. Tingginya tingkat sedimentasi Citarum menjadi beban berat bagi Waduk Saguling yang menjadi filter pertama sebelum air Citarum sampai di Jatiluhur yang memproduksi air baku. Karena persoalan sedimentasi ini pula yang menyebabkan turunnya masa hidup (lifetime) dari Waduk Saguling dari estimasi semula 50 tahun menjadi hanya 30 tahun. Artinya jika persoalan sedimentasi ini tidak segera teratasi maka pada usianya yang ke 30 Waduk Saguling sudah harus dibangun ulang.
Program Citarum Harum
Setelah puluhan tahun Citarum dalam kondisi yang merana, kini secercah harapan terbersit di hati segenap masyarakat dengan dicanangkannya Program Citarum Harum oleh Presiden Jokowi. Program Citarum Harum yang ditargetkan tuntas dalam 7 tahun ini ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum.
Secara fisik dalam 3 tahun ini Program Citarum Harum telah melakukan bebetapa langkah besar diantaranya pembuatan "Kolam Retensi Cieunteung" dan "Terowongan Nanjung", disamping normalisasi sungai baik sungai induk maupun anak-anak sungai.Â
Kolam Retensi Cieunteung memiliki luas 4,75 Ha dengan daya tampung air 190.000 m3 dan menghabiskan anggaran sebesar Rp. 203 miliyar. Ini sebuah pencapaian yang luar biasa mengingat dibutuhkan waktu belasan tahun untuk meyakinkan warga kampung tersebut untuk bersedia direlokasi atau pindah sesuai pilihannya sendiri, padahal kampung inilah yang paling parah terdampak banjir Bandung Selatan. Bukan hal yang aneh apabila puncak musim penghujan tiba, air bisa menggenangi kampung ini berminggu-minggu. Pemberian "'ganti untung" yang memuaskan dinilai sebagai faktor penentu kebersedian warga untuk pindah dari kampung yang telah dihuninya puluhan tahun secara turun temurun. Tercatat 350 kepala keluarga dari 3 RW di kampung itu akhirnya bersedia pindah.
Sementara itu Terowongan Nunjung yang diresmikan penggunaannya pada 28 Januari 2019 oleh Menteri PUPR berfungsi mempercepat aliran air ke arah hilir pada saat terjadinya banjir. Terowongam yang dibangun dengan anggaran Rp. 317 miliyar ini terdiri dari 2 terowongan yang masing-masing memiliki panjang 230 m dan diameter 8 m.
Keberadaan Kolam Retensi Cieunteung dan Terowongan Nanjung dan normalisasi sungai telah terbukti manfaatnya. Luas area yang tergenang dan lamanya genangan pada saat banjir di Bandung Selatan menjadi jauh berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Area terdampak Banjir di Bandung Selatan misalnya telah menurun dari semula 490 km2 menjadi 80 km2.
Dalam hal perbaikan kualitas air juga telah menunjukkan hasil nyata. Akhir tahun 2020 Sungai Citarum telah keluar dari daftar sungai dengan cemaran ringan, padahal akhir tahun 2018 masih dalam kategori cemaran berat. Mengutip data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Chemical Oxygen Demand (COD) yang menunjukkan tingkat cemaran limbah industri telah menurun signifikan. Hal yang sama terjadi pada Biological Oxygen Demand (BOD) yang menunjukkan tingkat cemaran limbah domestik juga menurun signifikan. Yang masih menjadi PR dalam hal kualitas air Citarum adalah masih tingginya kandungan bakteri ecoli.
Kini pemandangan tumpukan sampah dan bau menyengat yang biasa ditemui di sekitar Jembatan Dayeuhkolot sudah tidak ada lagi. Bahkan di area Jembatan Hijau dan Kolam Retensi Cieunteung kini menjadi arena rekreasi baru bagi warga masyarakat. Memang belum semua aliran sungai terbebas dari tumpukan sampah. Di beberapa anak sungai hal itu masih terlihat. Program Citarum Harum juga akan meyiapkan kolam Retensi Andir dan 5 sub folder lainnya di di beberapa tempat yang diharapkan tuntas pada akhir tahun 2021 ini. Selain itu Program Citarum Harum terus melanjutkan normalisasi anak-anak sungai.