Sehelai Kertas lusuh membawaku ke suatu tempat di Mei 1985. Kertas lusuh yang nyaris tak terbaca lagi tulisannya. Hanya  titi mangsa yang masih terbaca, Mei 1965.  Rumah Sakit Santo Yusup, itulah yang juga masih terbaca dari kertas itu. Sebuah gedung tua bergaya kolonial di sebuah pojok jalan di bagian tengah Kota Bandung. Hanya jalan kecil di depannya, dengan pasar liar menjadi tetangganya.
Santo Yusup bukanlah Santo Boromeus yang terletak di keindahan Dago, yang sama dekatnya dari kampus ITB dan kampus Unpad. Santo Yusup hanyalah rumah sakit kecil di tengah-tengah hunian kelas bawah di tengah Kota Bandung. Namun ada aroma keramahan dan nuansa ketulusan di situ.
Hari ini tiga puluh tahun kemudian kudatangi kembali tempat itu. Banyak yang berubah. Kini tampak besar dan modern. Namun ada hal yang tidak berubah, keramahan dan ketulusannya. Aku bersyukur menjadi salah seorang yang lahir di tempat itu.
< Kang Win, Mei, 2020>
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H