Ternyata betul, besoknya anak saya lahir. 2 hari kemudian diijinkan pulang. Saya saya melunasi biaya persalinan, entah dengan pertimbangan apa pihak rumah sakit ternyata tidak membebankan biaya untuk perawatan yang 3 hari sebelum melahirkan, padahal istri saya menempati kamar VIP.
Kejadian berbeda untuk anak ketiga yang juga lahir di RS yang sama. Pada hari kedatangan, istri saya langsung melahirkan. Proses persalinan memang sempat membuat saya agak khawatir, karena dokter sedang ibadah minggu di gereja. Namun kekhawatiran saya seketika hilang, ketika dokter tidak lama kemudian datang. Apa yang dikatakan dokter kepada saya sesaat setelah persalinan selesai ? "Selamat ya anaknya sehat, juga ibunya. Besok sudah bisa pulang. Jangan lupa diadzani bayinya".
Di kalangan umat Islam, memperdengarkan adzan di telinga sebelah kanan bayi yang baru lahir adalah praktik yang biasa dilakukan seorang ayah menyambut kelahiran anaknya. Tujuannya adalah agar adzan menjadi suara yang pertama kali didengar oleh bayi. Bagi saya ini luar biasa, seorang dokter katolik mengingatkan saya untuk "meng-adzan-i" bayi saya yang baru saja lahir. Inilah wujud dari nilai-nilai luhur bangsa ini.
Pengalaman 2 kelahiran anak saya itu, membuat saya tidak percaya dengan asumsi sebagian orang yang mengatakan bahwa rumah sakit biasanya "mewajibkan" setiap  persalinan setidaknya harus dengan 3 hari perawatan dengan motif komersial (pendapatan).
Rumah sakit dan pelayanan medik adalah contoh kongkrit dari sebuah ketulusan. Melayani tanpa membeda-bedakan status sosial, agama dan latar belakang lainnya. Kondisi pandemi covid-19 saat ini telah membuktikan bagaimana para dokter dan tenaga medis lainnya berjuang untuk sesama bahkan dengan mempertaruhkan keselamatan dirinya sendiri.
Jika para dokter dan tenaga medis bisa bersikap dan berjiwa patriotik, tidakkah kita bisa bersikap dan berjiwa yang sama. Mentaati dan menjalankan protokol kesehatan, misalnya, adalah bentuk bersikap dan berjiwa patriotik itu. Pandemi covid-19 mestinya menjadi wahana memperkuat kebersamaan kita sebagai bangsa. Dan Tahun Baru Imlek kali ini semoga bisa menjadi momentum untuk merajut kembali kebersamaan kita sebagai bangsa. Bangsa yang plural yang menjadi satu, bukan semata-mata karena kehendak sejarah, tapi sebagai wujud rasa syukur kita atas nikmat yang telah dianugrahkan Tuhan.
Selamat Tahun Baru Imlek untuk semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H