Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Satwa-satwa yang Terdegradasi Harkat Kehewanannya

11 September 2020   17:21 Diperbarui: 11 September 2020   17:25 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1981 ketika Walikota Bandung Husen Wangsaatmadja meresmikan Patung Badak Putih di Taman Merdeka, timbul kotroversi di warga masyarakat. Ada 2 hal yang menjadi topik kontroversi. Pertama, di kalangan "pengamat" sejarah, kontroversi terjadi mengenai keterkaitan badak dengan sejarah Kota Bandung. Kontroversi ini berakhir dengan jawaban ilmiah bahwa badak pernah hidup di sepanjang DAS Citarum bagian hulu. Selain itu ada pendapat kuat (yang belum terbukti secara ilmiah) bahwa lokasi Alun-alun Bandung sekarang adalah salah satu tempat berkubangnya badak.

Topik kedua yang menjadi kontroversi adalah adanya stigma buruk terhadap badak terkait dengan idiom "bermuka badak" yang menggambarkan "orang yang tidak punya malu". Sebuah stigma buruk terhadap satwa bernama badak. 

Padahal menurut mereka yang berkecimpung dalam konservasi badak, badak justru satwa yang sangat pemalu. CNN Indonesia 21 Maret 2018 menulis:

"Pengamatan dan inventarisasi Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) bukanlah perkara mudah. Hal tersebut dikarenakan sifat badak yang sangat pemalu". 

Hal serupa diungkapkan Ujang Asep, Kepala Seksi Wilayah II TNUK seperti  ditulis oleh Republika.co.id 21 Agustus 2020, "ungkapan "muka badak" bagi orang yang tidak tahu malu disebut tidak tepat karena satwa badak justru adalah hewan pemalu."

Dengan pertimbangan sifat pemalu itulah maka kemudian TNUK memutuskan menggunakan teknologi modern dalam melakukan pemantauan pergerakan badak-badak yang menjadi penghuni TNUK.

Kasihan sekali badak, populasinya terus menurun karena culanya merupakan komoditas mahal untuk memuaskan nafsu manusia. Pada saat yang sama manusia telah mendegradasi harkat kehewanannya untuk menggambarkan keburukan sifat manusia.

Kalau badak punya perasaan, dia tidak boleh "berkecil hati", karena banyak satwa-satwa lainnya yang bernasib seperti dirinya, terdegradasi harkat kehewanannya. Namun karena sifat pemalunya badak tidak mungkin sanggup mengajak sapi, kambing, anjing, babi, monyet, kucing dan tikus, untuk menggugat manusia yang telah mendegradasi harkat kehewanan mereka.

Namun badak masih cukup beruntung karena memiliki "Hari Badak Sedunia" yang diperingati setiap tanggal 22 September.

Pasca Pemilu 1999 yang merupakan pemilu pertama era reformasi, dimana seorang Amien Rais mendapatkan panggung terbesarnya selama karir politiknya, sapi menjadi satwa yang ramai diperbincangkan di Senayan. Selain dahsyatnya "Poros Tengah" yang digagasnya, politik dagang sapi menjadi menjadi bisnis seksi yang favorit ditransaksikan. Sehingga kemudian muncul anggapan Poros Tengah sukses karena adanya politik dagang sapi.

Sebagai orang yang pernah belasan tahun bergelut dalam dunia persapian, saya sedikit mengenal seluk beluk bisnis persapian baik sapi perah maupun sapi potong, termasuk di dalam urusan dagang sapi. Saya sama sekali tidak melihat hal-hal yang mirip politik Kampung Senayan dalam transaksi dagang sapi. Transaksi dagang sapi selesai ketika deal terjadi antara penjual dan pembeli. Tidak ada motif lain selain uang yang yang diserahterimakan secara fair.

Dalam perdagangan tradisional, sapi ditransaksikan dengan metoda taksir (tafsir kalau kata orang Madura). Hanya orang-orang yang punya kompetensi taksir (baik penjual maupun pembeli) yang bisa bertransaksi. Sehingga perdagangan bisa berlangsung dengan cara fair. 

Ketika kompetensi Penaksiran kurang dimiliki, maka penjual dan pembeli bisa memilih bertransaksi dengan metoda timbang hidup. Untuk yang ini pun diperlukan pengetahuan yang cukup tentang kualitas sapi dari jenis-jenis yang berbeda. Ini karena setiap jenis sapi memiliki plus minus dalam hal berat dan kualitas kulit, besar kecilnya balung dan offal, panjang pendeknya kaki, dan lain-lain yang bermuara kepada berat karkas dan kualitas daging yang dihasilkan. Oleh karena itu menjadi aneh ketika politik praktis membawa-bawa nama sapi yang sejatinya diperdagangkan dengan penuh fairness.

Sapi tidak pernah menarik-narik politik dalam perdagangannya. Kalaupun ada orang Senayan yang harus indekost di Sukamiskin gara-gara sapi, sejatinya dialah yang menggunakan sapi menjadi tunggangannya menuju Sukamiskin.

Kawan sejawatnya sapi, yaitu kambing juga bernasib sama terdegradasi harkat kehewanannya. Apa dosa kambing sehingga setiap ada kejadian buruk selalu dikaitkan dengan dirinya. Kambing hitam selalu disebut-sebut. Orang bebal yang yang tidak mau mengakui kesalahannya,  akan menimpakan kesalahan itu kepada kambing hitam. 

Kambing hitam dianggap sumber dan penyebab masalah. Padahal bagi kebanyakan orang kambing hitam itu jenis kambing yang istimewa. Dia memiliki nilai lebih dibandingkan saudaranya yang berkulit putih, coklat atau belang. Kambing hitam itu istimewa seistimewa kerbau albino bagi masyarakat Tator.

Anjing, babi dan monyet, adalah contoh lain dari sekian banyak satwa-satwa yang terdegradasi harkat kehewanannya. Anjing menjadi contoh paling aktual dimana lembaga sekeren Komnas PA bisa menganggap anjing sebagai satwa hina yang tak layak diucapkan dalam perbincangan. Anjay yang merupakan anak ranting dari pohon yang bernana anjing, menjadi korban dari cara berpikir sempit manusia. 

Padahal Tuhan Sang Pemilik Semesta tidak pernah menghinakan Anjing dan babi. Dalam ajaran Islam misalnya, anjing bukanlah binatang yang najis. Yang najis hanyalah air liurnya dan karenanya harus menghindari bagian mulut dan hidung anjing. 

Maka ketika seorang muslim terkena jilatan anjing, dia wajib nembersihkannya dengan tanah. Islam tidak mengharamkan babi. Yang haram adalah mengkonsumsi daging babi dan bahan-bahan lain yang berasal dari babi. Dalam Shahih Bukhari dikisahkan seorang wanita pezina yang mendapatkan ampunan karena memberi minum anjing yang kehausan.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam , beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seorang wanita pezina telah mendapatkan ampunan. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dipinggir sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan, (melihat ini) si wanita pelacur itu melepas sepatunya lalu mengikatnya dengan penutup kepalanya lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Dengan sebab perbuatannya itu dia mendapatkan ampunan dari Allh Azza wa Jalla.

Ajaran Islam menggunakan hewan sebagai perumpamaan, bukan menyamakan sifat dan tindakan manusia dengan hewan. Di beberapa masjid, sebelum khatib Jum'at naik mimbar biasanya dibacakan sebuah hadits Nabi yang intinya menyatakan seseorang yang berbicara ketika khatib sedang khutbah seperti keledai yang membawa tumpukan buku di punggungnya. Tumpukan buku di punggung keledai yang sedang berjalan pasti berjatuhan tidak bersisa, maka ketika orang berbicara ketika khatib sedang berkhutbah, tiada pahala sholat jum'at bagi orang itu.

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Derajat manusia lebih tinggi daripada hewan. Namun tidak berarti hewan adalah makhluk yang hina. Hewan memiliki derajat yang sama dengan makhluk-makhluk Tuhan lainnya kecuali amnesia.

Urang Sunda memiliki pepatah "sagalak-galakna maung moal ngahakan anakna" (segalak-galaknya harimau tidak akan memangsa anaknya sendiri). Tapi manusia saat ini bisa memangsa anak yang nenjadi darah dagingnya. Kasus inces adalah contoh dimana manusia bisa menjadikan anaknya sendiri sebagai mangsa untuk menjadi pemuas nafsu bejatnya.

Ketika manusia tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya, maka manusia bisa jatuh derajatnya lebih rendah dari hewan.

Referensi: almanhaj.or.id

< Kang Win, September 11, 2020 >

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun