Sejak bergabung di Kompasiana, membuka Kompasiana menjadi kegiatan penting saya selepas ibadah subuh. Kopi dan Kompasiana menjadi kombinasi penting menyambut matahari pagi.Bagi penikmat kopi seperti saya, kopi itu ibarat sahabat sejati. Dia menghangatkan ketika dingin, menemani ketika sepi menyegarkan ketika penat. Dan yang paling penting, dia menghasilkan ketika bisnis lain mentok.
Sedangkan Kompasiana, menjadi kawan seiring kapanpun dan di manapun saya berada selama handphone dikandung baju. Eh maaf maaf, bukan dikandung tapi di kantung baju.
Kopi dan Kompasiana juga menjadi sajian penting menyambut waktu istirahat malam. Dengan secangkir kopi di subuh dan malam hari, belasan artikel bisa saya baca dengan seksama.
Bagi saya membaca dengan seksama adalah hal penting dalam berkompasiana. Selain membaca artikelnya, saya selalu sempatkan membaca komentar-komentar dari Kompasianer lain. Selain mengasyikan, dengan itu saya bisa mendapatkan banyak beroleh manfaat.
Beberapa artikel yang pernah saya tulis terinspirasi dari hasil membaca artikel Kompasianer lain, baik dari artikelnya itu sendiri maupun dari komentar-konentar terhadap tulisan yang bersangkutan. Dan kalau di awal tulisan ini saya banyak mencantumkan kata "penting", itu karena tulisan ini terinspirasi oleh komentar yang diberikan Pak Katedrajawen terhadap artikel Mbak Fatmi Sunarya yang berjudul "Satu Tahun di Kompasiana" tayang 8 Agustus 2020. Kepada beliau berdua saya mohon ijin untuk menjadikan itu sebagai bahan tulisan ini.
"Menulis yang penting" dan "yang penting menulis" adalah dua hal yang menarik.
Bagi penulis pemula seperti halnya saya, diksi "yang penting menulis" adalah sesuatu yang penting untuk dilakukan. Sebagai penulis pemula, jangankan berpikir apa yang penting untuk ditulis, untuk menulis yang bagus pun belum tahu caranya. Maka terus saja menulis, menulis dan menulis. Meski untuk satu artikel saja harus diselesaikan dengan susah payah berdarah-darah. Hasilnya, parah dan tak jelas arah. Tapi ini adalah hal penting yang mau tidak mau harus dilalui oleh seorang penulis pemula seperti saya. Diksi "yang penting menulis" menjadi  penompa semangat dalam menulis.
Tentu itu bukan sesuatu yang harus terus dipertahankan menjadi "darah" bagi seorang penulis. Pada satu titik tertentu, entah kapan, saya harus meninggalkannya. Pada titik itu saya harus beralih kepada "menulis yang penting".
Tentu  itu bukanlah hal yang mudah bagi saya. Yang pertama tama, saya harus terlebih dahulu mendefinisikan apa itu "menulis yang penting". Bagi penulis "malas" seperti saya, urusan definisi-definisian menjadi masalah tersendiri. Saya termasuk penulis yang enggan cari-cari referensi text book. Karena itu pula saya tidak dapat mengungkapkan definisi "menulis yang penting" itu.
Namun karena keinginan kuat untuk keluar dari "yang penting menulis" dan masuk ke "menulis yang penting" maka saya mengambil "referensi" dari inspirasi dari pengalaman menjadi "pembaca". Dari situ saya mendefinisikan "menulis yang penting" itu sebagai aktifitas menuliskan sesuatu yang bisa memberikan manfaat bagi pembacanya.
Manfaat bagi pembaca bisa berupa manfaat langsung dari sebuah tulisan apabila pesan utama dari tulisan itu diaplikasikan oleh pembacanya. Saya banyak mempraktekan tip-tip menulis yang didapat dari membaca artikel-artikel yang bermuatan hal-hal itu.
Tulisan yang bermanfaat langsung bagI pembacanya bisa juga berupa tip-tip kesehatan, mengatur keuangan keluarga, dan masih-masih banyak lagi artikel semacam itu.
Sebuah tulisan juga bisa bermanfaat berupa pengetahuan baru. Artikel tentang destinasi wisata atau kekhasan budaya di suatu daerah, bisa memberikan wawasan yang lebih baik bagi pembaca.
Artikel yang berisi ulasan dan analisis mendalam tentang sesuatu yang aktual yang ditulis secara menarik, tentu memberikan manfaat lain bagi pembaca. Terlalu panjang kalau saya harus menuliskan manfaat-manfaat dari sebuah tulisan.
Bagi saya yang penting harus digarisbawahi adalah bahwa menulis itu merupakan aktifitas berbagi kebaikan melalui muatan dan pesan yang bermanfaat dalam tulisan yang dihasilkan. Inilah makna penting dari apa yang disampaikan Pak Katedrajawen : "Teruslah menulis yang penting, bukan yang penting menulis".
Dengan kesadaran ini, maka saya harus terus berusaha untuk bisa tiba pada titik dimana saya bisa menulis dengan baik sesuatu yang bermanfaat bagi pembacanya. Tulisannya harus baik dalam arti bisa dipahami dengan mudah dan berisi muatan dan pesan yang bisa memberikan manfaat.
Entah kapan titik ini bisa saya capai. Semoga tulisan ini menjadi awal bagi saya untuk melangkah berjalan menuju titik itu, menulis yang penting bukan yang penting menulis.
Terima kasih Pak Katedrajawen dann Mbak Fatmi Sunarya atas inspirasinya.
Salam hangat
< Kang Win, Agustus 9, 2020 >
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H