Ini bukan tentang resep berhenti merokok. Tapi tentang bagaimana kita bisa meninggalkan (baca : mengurangi) perilaku buruk dalam merokok.
Ada 2 adagium yang menarik tentang rokok. Pertama, merokok itu berbahaya untuk kesehatan. Kedua, merokok tidak bisa dihilangkan.
Merokok itu berbahaya bagi kesehatan. Sudah banyak penelitian yang pada dasarnya menyimpulkan bahwa merokok itu persoalan serius yang harus ditangani sungguh-sungguh karena bahayanya untuk kesehatan. Karena itulah kampanye tentang bahayanya merokok begitu masif.
Merokok tidak bisa dihilangkan. Kita bisa melihat faktanya, bahwa kampanye yang masif tentang bahayanya merokok, tidak banyak pengaruhnya terhadap konsumsi rokok. Saya belum pernah mendengar ada keluhan dari warung atau toko yang omzet penjualan rokoknya menurun.
Saya tidak ingin membahas kedua hal di atas lebih dalam lagi. Alasan pertama, saya tidak menguasai data kuantitatif yang berkaitan dengan hal di atas. Alasan yang kedua, dan ini alasan utamanya, saya adalah perokok aktif.
Terkait alasan itulah maka di awal tulisan saya katakan ini bukan tentang resep berhenti merokok. Sungguh tidak etis, bahkan menjadi guyonan yang sangat tidak lucu, jika seorang perokok aktif yang masih aktif merokok mengulas resep berhenti merokok.
Sekitar tahun 2008, merokok masih sangat leluasa dilakukan di negara kita. Eh apakah sekarang sudah tidak leluasa gitu ? Rasanya masih relatif leluasa juga ya. Tapi begini, tahun 2008 itu setidaknya belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pembatasan merokok di area publik.
Di airport misalnya, di negara kita meski sudah ada pembatasan merokok di tempat-tempat tertentu rasanya waktu itu (juga sebenarnya sekarang) masih relatif leluasa untuk bisa merokok. Saat keluar dari terminal kedatangan, saya biasanya tidak langsung pesan taxi, tapi merokok dulu barang sebatang.Â
Ini berbeda dengan Kualalumpur misalnya. Saya tidak membandingkan dengan Singapura, dengan 2 alasan. Pertama, kultur disiplin sangar berbeda dengan kita, sementara Malaysia saya anggap relatif sama. Kedua, ini yang utama, saya belum pernah ke Singapura.
Tahun 2008 itu, begitu kita keluar dari terminal kedatangan di KLCC, sudah terpampang secara masif larangan merokok di area airport. Saya yang baru pertama kali di airport itu tidak sempat terkaget-kaget dengan kondisi itu, karena kalah oleh kekaguman saya atas efektifitas larangan yang diberlakukan. Sama sekali tidak terpikir keinginan untuk merokok. Kondisi yang sama saya alami sebelumnya di airport Kuching.
Hal yang sama saya temui jauh sebelumnya, yakni tahun 1998 di Perth Western Australia. Bahkan di Perth ini ada pengalaman lain yang menarik untuk saya ceritakan disini.