Yang luar biasa adalah, kami berbelanja dengan harga-harga yang "ramah", nyaris tidak ada kenaikan harga yang signifikan seperti yang biasanya terjadi pada bulan puasa. Bahkan barang seperti ayam potong justru harga lebih murah dari biasanya. Pada bulan-bulan normal (selain bulan puasa) kami biasa beli ayam potong dengan kisaran harga Rp. 32.000 -- 34.000 per kg. Hari senin kemarin hanya Rp. 28.000 per kg. Komoditas sayur dan buah yang biasanya naik pada musim penghujan seperti tomat, cabe rawit dan bawang merah, juga tidak mengalami kenaikan.
Ini merupakan sebuah anomali yang terjadi pada bulan puasa tahun ini. Harga-harga sembako dan bahan-bahan lainnya cenderung stabil. Bulan puasa yang berbarengan dengan pandemi covid-19, menurut penulis menjadi sebab terjadinya anomali ini.Â
Anomali yang menggembirakan tentu saja untuk konsumen. Juga sebetulnya menggembirakan untuk para pedagang. Para pedagang di pasar, lebih senang dengan harga yang murah dan stabil, karena dengan itu bisa menjaring konsumen yang kebih banyak.
Ya bulan puasa kali ini, tidak ada keluhan kenaikan harga sembako. Tapi yang dikeluhkan oleh sebagian besar masyarakat adalah menurunnya "kesanggupan" membeli, bukan sekedar menurunnya "daya beli" tapi menurunnya "cash on hand".Â
Masyarakat baik konsumen maupun pedagang sama-sama tidak happy, juga tidak gembira. Jadi ternyata harga sembako yang stabil, bahkan cenderung murah, tidak selalu satu garus lurus dengan "kegembiraan".
Barangkali akan sangat membahagiakan, jika bulan puasa ini menjadi akhir dari pandemi covid-19.
Jadi mari disiplin ikuti anjuran pemerintah dan taat pada protokol kesehatan yang telah ditentukan, agar pandemi segera berakhir.
Salam hangat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H