Mohon tunggu...
Widi Astiyono
Widi Astiyono Mohon Tunggu... Guru - Sharing and Growing Together

Guru, Motivator, Trainer Multimedia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guruku (Sayang) - Guruku (Malang)

26 November 2014   04:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:50 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembaca yang budiman, tepat setahun yang lalu, 25 November 2013 saya menulis tentang Guru, "Guru Profesional atau Guru Ideal", dan kini kembali kita peringati Hari Guru untuk kesekian kalinya, di sekolah sekolah sebagian besar melaksanakan upacara memperingati "Hari Guru" mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas.

Petugas Upacara

Pembaca yang budiman, upacara Peringatan Hari Guru sudah menjadi agenda nasional dan dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 25 November. Yang menjadi pertanyaan, siapa yang seharusnya menjadi petugas upacara? Di beberapa sekolah dalam melaksanakan upacara peringatan “Hari Guru”, dilaksanakan seperti layaknya upacara kebesaran lainnya dengan petugas upacara adalah para siswa terpilih dan guru masih tetap sebagai inspektur upacara.

Namun di beberapa sekolah yang lain, justru semua petugas upacara adalah para “guru”, ironis memang. Disaat memperingati “Hari Guru” , mereka malah menjadi petugas upacara, dengan kata lain; HUT Guru yang diperingati dengan upacara, guru yang mendapat tugas sebagai petugas upacara. HUT-nya sendiri, diperingati sendiri, dan menjadi petugas sendiri. Bukankah peringatan ‘Hari Guru” adalah untuk “sedikit” memberi penghargaan dan menghormati ‘Guru”? Bagaimana dengan peringatan “Hari Pahlawan”,maaf, apakah “para pahlawan” yang menjadi petugas upacara? Jelas itu bukan suatu hal yang mungkin, karena “para pahlawan” telah gugur mendahului kita. Tentu, yang harus dilakukan adalah dengan berfikir positif, bahwa peringatan “Hari Guru” , siapa pun yang menjadi petugas upacara pada prinsipnya adalah untuk memberi penghargaan dan penghormatan kepada “para guru” baik yang masih aktif, maupun yang sudah pensiun, baik guru formal maupun non formal. Jika di sebuah sekolah, pelaksanaan upacara ‘Hari Guru” para petugas-nya adalah para guru, adalah keteladanan yang menjadi misi para guru, untuk bisa menunjukkan bagaimana hendaknya saat menjadi petugas upacara, melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, disiplin dan tegas. Dan bila berfikir negatif, malang benar nasibmu guru, . HUT-nya sendiri, diperingati sendiri, dan menjadi petugas sendiri….

Lomba Guru

Pembaca yang budiman, sebagai guru selalu memberikan motivasi bagi para siswanya untuk berprestasi dengan berkompetisi. Tentu dengan kompetisi yang sehat dan sportif, nah dalam peringatan “Hari Guru” ada beberapa sekolah juga merayakan dengan mengadakan lomba guru, semua guru menjadi peserta lomba dengan para siswa terpilih sebagai juri-nya. Disini peran guru makin terlihat untuk memberikan keteladanan bagaimana menjadi peserta lomba yang baik, sportif, pantang menyerah dan percaya diri sebagaimana kaetika memberikan motivasi dan inspirasi bagi para siswanya. Yang jelas, semua hal yang dilakukan dalam rangka peringatan hari guru, baik itu upacara dengan guru sebagai petugasnya maupun lomba guru harus di lihat dari sisi positifnya. Agar nilai nilai keteladanan dapat di ambil oleh para siswa dan guru dengan sepenuh hati memberikan keteladanan tersebut.

Menjadi guru bukanlah pengorbanan, namun adalah sebuah kehormatan

“Atas nama pemerintah, saya menyampaikan apresiasi kepada Ibu dan Bapak Guru semua yang telah mengemban tugas mulia serta mengabdi dengan hati dan sepenuh hati,”.

Menjadi guru bukanlah pengorbanan, namun adalah sebuah kehormatan. Para guru telah memilih jalan terhormat, yakni hadir bersama anak-anak, bersama para pemilk masa depan Indonesia. Guru memiliki peran peran yang amat mulia dan amat strategis, karena kepada guru bangsa Indonesia menitipkan masa depan Indonesia. Oleh karena itu Mendikbud berpesan agar guru terus meningkatkan kualitasnya. “Ibu dan Bapak Guru yang saya hormati, teruslah hadir membawa senyum dan berbekal kerahiman, songsonglah anak-anak bangsa dengan kasih saying, serta hadirlah dengan hati dan sepenuh hati,”

Itulah sepenggal kata sambutan dari bapak Anies Baswedan, selaku menteri pendidikan dan kebudayaan yang menurut saya cukup unik dan baru pertamakali, kata sambutan dengan judul “Surat untuk Ibu dan Bapak Guru” dan kata sambutan beliau di awalai dengan : “Ibu dan Bapak Guru yang saya hormati,……. “, tentu saja merupakan sebuah kehormatan bagi para guru. Sambutan bapak mendikbud, adalah pesan bagi semua guru tanpa kecuali, baik PNS, GTT, maupun Guru swasta lainnya. Jika selama ini banyak yang mengatakan telah melakukan banyak pengorbanan dengan mengabdi sebagai guru (baca guru honorer) dengan honor yang sangat fantastis (baca sangat minim) karena sangat jauh di bawah UMR/UMK, disisi lain memang guru sangatlah besar jasanya. Tanpa guru, tanpa hadirnya seorang guru negeri ini pun tak mungkin melahirkan pemimpin pemimpin bangsa yang luar biasa, dan tak dapat di pungkiri itu guru memiliki peran yang sangat besar. Namun, sudahkan semua peran guru itu sebanding dengan penghargaan yang diterimanya, (terutama adalah untuk para guru honorer) bagaimana kesejahteraan para guru yang sebenarnya, apakah mereka benar-benar mampu menghidupi keluarganya, menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi?

Saya tidak akan membahas satu persatu semua pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun jawaban dari semua itu kembali pada diri sendiri sebagai guru, yang telah menentukan pilihannya untuk menjadi  guru. Bahwa semua membutuhkan perjuangan, adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan dan keberhasilan. Tak terlepas dari bagaimana kita mensyukuri apa pun yang kita alami dan kita dapatkan, tentu sebuah pilihan memiliki konsekwensi.

Banyak kondisi yang dialami oleh para guru di semua kalangan (PNS,GTT,SWASTA atau apa pun namanya), dan semua tergantung dari sisi mana kita melihat, menanggapi dan menilainya. Karena semua kembali pada diri kita sendiri, dan seperti yang pak menteri pesankan, Menjadi guru bukanlah pengorbanan, namun adalah sebuah kehormatan”. Semoga profesi guru benar benar menjadi sebuah pilihan yang tepat dan menjadi sebuah kehormatan, sekaligus mampu menjadi jembatan kesuksesan dan kesejahteraan dalam menggapai impian dan kebahagiaan hidup. Oh Guruku sayang, semoga semua guruku yang telah memmimbingku senantiasa sehat, bahagia dan sejahtera serta sukses selalu. Guruku (malang = (yang belum mendapat kesejahteraan yang sepadan), teruslah berjuang untuk masa depanmu dan masa depan bangsa ini, karena generasi muda bangsa ini juga menjadi bagian dari tanggung jawabmu, semoga semua menjadi seimbang...

Pembaca yang budiman, jika anda adalah guru, marilah menjadi guru yang (benar-benar) profesiaonal, kreatif, inovatif, dan bermartabat, yang mampu memberikan keteladanan bagi para siswanya, mampu memberi inspirasi, motivasi dan memberi pencerahan.

Semoga tulisan yang sekedarnya ini bermanfaat!

Terus Belajar, Tetap Semangat!

Selamat Hari Guru!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun