Mohon tunggu...
Uwes Fatoni
Uwes Fatoni Mohon Tunggu... Relawan - Peneliti kajian komunikasi, media, jurnalistik dan Islam Indonesia

Peneliti kajian komunikasi, media, jurnalistik dan Islam Indonesia. Pernah mengunjungi Amerika Serikat sebagai visiting Researcher di (UCSB (University of California at Santa Barbara) Amerika Serikat. Pengalaman menunaikan ibadah Haji Tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diaspora Memilih di Los Angeles

7 April 2014   03:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:59 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_330369" align="aligncenter" width="640" caption="Panitia Pemilihan Luar Negeri di Los Angeles (Foto Dokumen Pribadi)"][/caption]

Hari Sabtu kemarin (5/4) baru saja usai pelaksanaan pemilu  di Amerika Serikat. Pemilu Indonesia di luar negeri termasuk di negeri Barack Obama ini memang dilaksanakan lebih dahulu. Ada 3 negara bagian yang menjadi lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Amerika Serikat yaitu di kantor Kedutaan Besar RI di Washington DC, Kantor Konsulat Jenderal RI di New York dan Los Angeles. Saya beruntung mendapat kesempatan menjadi pemilih di kota pusat film dunia Los Angeles, sekalipun tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Januari 2014 saya baru datang ke Amerika dan tinggal di Kota Santa Barbara, 2 jam perjalanan dari LA. Saya menjadi peneliti tamu di UC Santa Barbara dalam kegiatan Sandwich Program yang dibiayai oleh Kemenag RI 2013. Karena jaraknya yang cukup jauh dari LA dan juga tidak ada komunitas Indonesia di sana, saya kurang mendapat informasi tentang kegiatan pemilu khususnya proses menjadi pemilih di luar negeri yang harus mendaftar terlebih dahulu. Ini tentu berbeda dengan di tanah air dimana pemilih akan langsung masuk dalam Daftar Pemilih Sementara atau Daftar Pemilih Tetap tanpa harus registrasi. Ketika akhirnya saya mengetahui proses tersebut, waktunya sudah terlambat, pendaftaran sudah ditutup. Beruntung saya mendapat informasi dari Panitia Pemilih Luar Negeri (PPLN) Konjen LA bahwa pemilih yang belum masuk DPT masih bisa menyalurkan suaranya dengan cara datang langsung ke TPS sambil membawa pasport. Dan saya pun memutuskan untuk pergi ke sana setelah usai mengikuti kegiatan Konferensi di Hawaii .

[caption id="attachment_330370" align="aligncenter" width="387" caption="Tinta di Jari tanda sudah memilh (Foto dokumen pribadi_"]

1396791234806594941
1396791234806594941
[/caption]

Pemilu di LA mencakup delapan negara bagian, yaitu Los Angeles, Arizona, Montana, Las Vegas, Colorado, Utah, Wyoming dan Hawaii. Menurut Farhat Ambadar, Ketua PPLN LA, diaspora Indonesia yang mendaftar di PPLN LA berjumlah 8.431 orang dan yang menyatakan akan hadir ke TPS sejumlah 262 orang. Kebanyakan warga menyatakan akan memilih melalui pos. Jumlah pendaftar yang mau menggunakan hak pilihnya di Konjen LA di atas sebetulnya kurang dari 20 persen dari jumlah warga Indonesia yang pasportnya terdaftar di Konjen LA. Kabarnya ada 50 ribu diasporayang terdaftar sebagai warga Indonesia di sini. Banyak faktor yang membuat mereka tidak mau ikut menggunakan hak pilihnya seperti karena sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak mengetahui kurang memperhatikan proses kegiatan penentuan masa depan bangsa 5 tahun ke depan ini, atau mereka tahu tapi tidak peduli karena merasa nasibnya tidak berubah atau ada juga yang menganggap bahwa suaranya yang hanya berjumlah satu tidak akan berpengaruhi banyak kalau tidak digunakan. Sayang memang. Tapi itulah hak mereka. Sebagai warga negara mereka bisa menggunakan haknya bisa juga tidak.

Saya melihat di LA orang Chindo, panggilan untuk orang Indonesia dari etnis China, termasuk yang kurang peduli dengan pemilu. Ketika saya mengunjungi TPS yang berlokasi di tempat parkir belakang Konjen itu, saya hanya melihat  beberapa orang saja yang berwajah China. Padahal beradasarkan jumlah informasinya Chindo berjumlah hampir 80 persen orang Indonesia yang berada di Los Angeles. Bahkan menurut Muhammad Dayan Yudhistira, salah seorang pengurus Persatuan Mahasiswa Indonesia Amerika Serikat (Permias) LA, hampir 90 persen siswa dan mahasiswa Indonesia yang belajar di sekolah, college atau universitas di Los Angeles dan sekitarnya adalah Chindo. Mereka datang untuk sekolah di sini dengan biaya sendiri. Saya juga mendukung fakta tersebut  karena dulu ketika mengurus visa ke Amerika, banyak orang China Indonesia yang bersama-sama ikut mengajukan visa ke Amerika untuk kuliah. Mereka bahkan sampai harus membawa buku tabungan berisi saldo ratusan juta rupiah ditambah dengan surat sertifikat tanah dan rumah untuk meyakinkan Kedutaan Amerika di Jakarta bahwa mereka sanggup untuk membiayai hidup dan sekolahnya di Amerika. Kemungkinan karena orientasi mereka datang ke Amerika hanya untuk belajar dan bisnis,  jadi kurang peduli dengan masalah politik termasuk pemilu.

Hari Pemilihan di Konjen LA sangat terasa ramai. Tempat TPS juga semakin menyenangkan tatkala disediakan juga tenda jualan makanan khas Indonesia. Ada beberapa warga yang berinisiatif menjual sate ayam, makanan padang, rujak dan makanan khas Indonesia lainnya yang jarang ditemukan di Amerika. Ini tentu membuat pemilih semakin betah tinggal berlama-lama di TPS sambil bersilaturahmi dengan warga Indonesia lainnya.

[caption id="attachment_330372" align="aligncenter" width="640" caption="Warga inisiatif membuka stand jualan makanan khas Indonesia dekat TPS di Konjen LA (Foto dokumen pribadi)"]

1396791320423709331
1396791320423709331
[/caption]

Ada yang menarik dari proses pemilu di LA. Panitia membuka kegiatan pemilu mulai jam 9 pagi sampai jam 8 malam. Khusus bagi warga yang tidak terdaftar dalam DPT, seperti saya, diberikan kesempatan mencoblos mulai jam 7 malam. Saya sendiri sudah datang ke Konjen jam 11 siang. Karena hanya bisa registrasi dan harus menunggu sore, akhirnya saya lebih banyak ngobrol dengan panitia dan pemilih. Menurut Pa Eddi H. salah seorang PPLN, beberapa warga Indonesia yang sudah masuk DPT ada yang baru akan datang jam 7 malam atau setelah matahari terbenam. Saya lalu bertanya "Mengapa mereka datang terlambat?". Katanya "Warga Indonesia di LA banyak yang menganut Kristen Adven." Dalam ajarannya disebutkan bahwa hari Sabtu adalah hari suci mereka yang dikenal dengan hari "Sabbath". Mereka tidak diperkenankan melakukan aktivitas ke luar rumah pada hari itu. Tinggal di rumah untuk semata-mata beribadah. Mereka baru boleh keluar ketika matahari tenggelam. Jadi warga Indonesia penganut Kristen Adven ini baru akan datang ke TPS di waktu akhir. Menurut mantan pembina Permias ini, PPLN memberikan kesempatan bahkan akan memperpanjang waktu pemilihan sampai jam 9 malam untuk mengakomodir warga kelompok tersebut agar bisa menyalurkan hak pilihnya. Keputusan yang bijaksana sekali.

[caption id="attachment_330375" align="aligncenter" width="640" caption="Meja PPL bagian registrasi ulang (Foto dokumen pribadi)"]

1396791613933439319
1396791613933439319
[/caption]

[caption id="attachment_330376" align="aligncenter" width="640" caption="Kotak Drop Box bagi warga yang ingin menyerahkan suaranya melalui surat (Foto dokumen pribadi)"]

13967916781672935288
13967916781672935288
[/caption]

Saya memantau kegiatan ini sampai waktu penutupan, yaitu pukul 10.45 malam. Penutupan melebihi waktu yang direncanakan semula yaitu jam 9 malam, karena ada selisih perbedaan antara data warga yang memilih dengan jumlah suara yang masuk. Kasus seperti ini sering saya lihat ketika dulu ikut pemilihan di TPS dekat rumah di Bandung. Setelah dicek ulang, awalnya selisih 5 berkurang 3 dan akhirnya yang paling lama ketika selisih tinggal 1. Setelah ditelusuri ternyata ada kesalahan dalam penulisan. Ada satu warga yang alamatnya sudah pindah, ketika ia datang untuk memilih ia tidak dimasukkan dalam DPT tapi masuk dalam daftar tambahan. Karena kurang teliti, di daftar tambahan, namanya ternyata tidak ditulis, akibatnya jumlah suara kurang. Tapi setelah ditemukan masalah tersebut, akhirnya PPLN dan juga warga yang ikut menyaksikan merasa lega.

Di sini lain muncul sedikit ketegangan ketika datang seorang warga yang mengaku sebagai saksi dari salah satu partai politik. Ia menyatakan dirinya sebagai saksi pengganti. PPLN menolaknya untuk ikut terlibat dalam pemantuan karena tidak dari awal datang. Saat itu ada tiga saksi dari parpol yang sejak pagi hadir dan duduk dengan manis di dekat PPLN. Mereka cukup baik mengawasi proses kegiatan pemilu. Hanya ketika datang saksi yang baru tersebut, mereka pun terpancing untuk ikut membela PPLN. Insiden tersebut kemudian bisa diatasi. PPLN yang sedang kebingungan dengan pencarian selisih 1 suara memutuskan untuk menutup lokasi TPS untuk umum, khusus panitia saja yang boleh ada di sana. Saksi yang protes itu kemudian diminta berada di luar. Ketika panitia menyatakan jumlah suara pas, Saksi ini pun menyampaikan masukannya untuk kebaikan pemilu presiden nanti. Ia bahkan bergurau tentang pengawasan kotak suara yang akan dipantau selama 24 jam melalui kamera CCTV.

Berdasarkan hasil penghitungan suara yang masuk. PPLN LA mengumumkan bahwa jumlah pemilih adalah 167 orang. Kartu suara total berjumlah 267, jadi sisa kartu suara yang tidak digunakan 100 buah. Dengan disaksikan oleh Panitia pengawas, saksi parpol dan warga, PPLN lalu menyegel kotak suara tersebut dan disimpan diruangan yang dikunci dengan tiga gembok yang berbeda. Kotak tersebut baru akan dibuka pada tanggal 9 April nanti untuk dihitung bersamaan dengan penghitungan hasil pemilu di tanah air.

Ayo gunakan hak pilih Anda dalam Pemilu 9 April 2014 besok. Saya sudah memilih, giliran Anda untuk ikut menentukan masa depan bangsa. Selamat memilih Indonesia.

[caption id="attachment_330373" align="aligncenter" width="480" caption="Poster Pemilu di Konjen LA (Foto dokumen pribadi)"]

13967915411486798090
13967915411486798090
[/caption]

(Tulisan ini adalah tulisan serial pengalaman saya  tinggal di Amerika, tepatnya di University of California Santa Barbara, (UCSB) California, USA, sebagai Visiting Research Scholar di Orfalea Center Global and International Studies selama Januari - April 2014. Saya pernah berkunjung ke Kota New York, Washington DC dan Hawaii dan sekarang di Los Angeles)

Baca juga :

Hawaii: Negeri Pelangi yang Cinta Indonesia

Kontribusi Umat Islam pada Amerika

Dakwah di Amerika Serikat

8 Pekerjaan yang tidak Akan Ditemukan di Amerika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun