Mohon tunggu...
Taufikur Rohman
Taufikur Rohman Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pemilik Toko Buku Rumah Muslim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masyarakat Using: Budaya Mantra dan Selametan

18 September 2012   16:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:16 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara kultural, masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur (khususnya Using) masih sangat akrab dengan kehidupan magis meskipun sebagian penduduk Banyuwangi beragama Islam. Kepercayaan yang diwariskan dari Kerajaan Hindu Blambangan itu sangat kental dan sangat melekat kuat di tengah kehidupan masyarakat Using. Kepercayaan terhadap roh-roh arwah para leluhur yang berkeliaran di sekitar rumah tinggal atau arwah roh leluhur yang bersemayam di makam-makam (pesarean) masih sangat kuat. Makam para leluhur hingga kini menjadi tempat yang utama untuk melakukan upacara ritual pemujaan. Makam nenek moyang adalah tempat melakukan kontak antara anggota keluarga yang masih hidup dan roh-roh para kerabat. Oleh karena itu, makam menjadi bagian penting dari model hubungan antara roh leluhur dan keturunan yang masih hidup. Makam benar-benar dirawat karena menurut mereka merupakan tempat peristirahatan terakhir seseorang yang sudah meninggal. Mereka biasanya melakukan ziarah pada saat Kamis sore. Mereka menganggap Malam Jum’at adalah waktu di mana para roh leluhur berkeliaran sehingga aktivitas ziarah mereka lakukan untuk melakukan kontak dengan mereka. Namun, ada juga yang setidak-tidaknya, setahun sekali pada bulan Ruwah atau Syawal, ada keluarga melakukan ziarah kepada para leluhurnya.

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Selametan"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="314" caption="Mantra Masyarakat Using"]

Mantra Masyarakat Using
Mantra Masyarakat Using
[/caption]

Masyarakat hingga kini meyakini di dalam roh-roh tersebut terdapat roh yang baik, bukan hanya ada pada nenek moyang mereka tetapi juga ada pada kerabat mereka. Mereka sering menyebut dengan sebutan mbahureksa dan dhanyang. Ada perbedaan definisi di antara kedua istilah ini. Mbahureksa adalah penjaga tempat-tempat tertentu, sedangkan dhanyang adalah roh yang menjaga dan mengawasi masyarakat yang terhimpun dalam satuan-satuan seperti desa atau dusun. Keyakinan terhadap berbagai makhluk halus itu merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari adat istiadat Masyarakat Using yang melahirkan sebuah tradisi berupa upacara-upacara ritual. Upacara ritual pada umumnya diniatkan sebagai upaya menjaga keseimbangan antara dunia mikrosmos dengan dunia makrosmos. Upacara-upacara tersebut dilengkapi berbagai sarana ritual baik yang berbentuk verbal maupun non-verbal. Perlengkapan verbal biasanya berupa ujub dalam bentuk matra (japa mantra). Mantra adalah perkataan atau ucapan yang memiliki unsure puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib dan biasanya diucapkan oleh dukun atau tetua adat untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.

Masyarakat Using memiliki tradisi bermantra cukup kuat. Tradisi dalam konteks ini dimaksudkan sebagai adat masyarakat dalam menggunakan mantra-mantra untuk berbagai aktivitas keseharian terutama dalam hal pemujaan terhadap roh-roh leluhur. Untuk menentukan secara pasti kapan dimulainya tradisi memanfaatkan mantra dalam masyarakat Using hingga kini tidak ada dokumen secara pasti yang menyebutkan hal tersebut.

Tradisi bermantra yang biasanya dilakukan oleh para dukun atau tetua adat. Namun tidak demikian, tradisi ini juga dilakukan oleh masyarakat awam. Mereka menggunakannya sesuai dengan kebutuhan mereka. Mantra-mantra yang digunakan lebih banyak menggunakan mantra-mantra “ringan” di antaranya mantra untuk keselamatan, kewibawaan, menambah daya tarik, masuk rumah, saat memancing, tidur dan mantra-mantra yang lain yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Using dalam aktivitas kesehariannya. Berikut ada beberapa contoh mantra yang digunakan dalam aktivitas keseharian.

  • Mantra untuk melewati tempat angker

Bismillahir rahmanir rahim/Dengklang-dengkling/Menusa pandia dengen/Aja nyetut aja njawil/Ana anak Adam lewat kene/Lailaha illallah Muhammadur rasulullah/

  • Mantra untuk melewati atau masuk kuburan

Bismillahir rahmanir rahim/Allah lungguh Muhammad teka/Lailaha illallah Muhammadur rasulullah atau Bismillahir rahmanir rahim/Allah teka Muhammad lungguh/Lailaha illallah Muhammadur rasulullah/

Selain untuk keperluan keseharian, tradisi bermantra banyak dimanfaatkan dalam melakukan upacara-upacara ritual seperti upacara selametan. Upacara selametan ini dilakukan baik secara individu maupun kolektif (bersama). Adapun acara-acara selametan yang diselenggarakan oleh individu di antaranya sunatan (khitanan), pernikahan, kematian. Sedangkan acara selametan yang diselenggarakan secara kolektif di antaranya rebo wekasan atau pungkasan, bersih desa, satu Sura. Upacara memerlukan berbagai perlengkapan sesaji, termasuk kembang, kemenyan, dan mantra-mantra. Berbagai sesaji yang digunakan dalam upacara tersebut merupakan sarana non-verbal, sedangkan mantra-mantra merupakan sarana verbal untuk mengekspresikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala kenikmatan bagi hidup mereka dan menjadi sebuah harapan besar dalam meraih ketentraman hidup. Selametan merupakan bentuk manifestasi terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan kehidupan dan kematian. Dalam aspek sosial, sebagai ungkapan solidaritas dalam menata keseimbangan dunia mikrosmos dengan dunia makrosmos yang kemudian bermuara pada kondisi masyarakat yang selamet dari bebendu (musibah) dan marabahaya.  [TF]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun