Mohon tunggu...
Mu Syaffa
Mu Syaffa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ribuan Warga Net Indonesia, "Ganyang Malaysia"

29 Juli 2018   15:42 Diperbarui: 29 Juli 2018   16:06 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warganet kembali bereaksi cepat dan keras, terkait insiden pemain muda Malaysia salah memasang bendera Indonesia. Pemain muda tersebut justru memasang bendera merah putih terbalik, menyerupai bendera Polandia. Ribuan kecaman memenuhi atmosfer media sosial saat ini, setidaknya terlihat pada akun instagram @fans_bola_nasional terdapat 1.536 komentar. Selain itu, akun instagram @garudarevolution terdapat 3112 komentar, sesaat setelah diungguh selama 4 jam.  Lantas, sesaat setelah @garudarevolution memposting dengan menuliskan 'Apakah engkau memaafkannya wahai netijen yang mulia?', akun Instagram asal negeri Jiran, @Semangat_melaya membalas, "Maafin aja. Lets fokus sama pasukan memasing".  @Semangat_melaya lantas menuai kecaman dari ribuan warga net Indonesia di Instagram.

Maka, hal wajar, saat warga net Indonesia marah, lantaran peristiwa itu kerap berulang, dan terkesan disengaja. Meskipun demikian, pemain muda negeri Jiran, melalui instagramnya, menghapus postingan kontroversial, sesaat setelah menuai reaksi dari warga net.

Meskipun demikian, melalui akun instragamnya, pemain muda tersebut juga mengakui kekhilafannya dan meminta maaf secara terbuka kepada bangsa Indonesia. Ia pun berharap bahwa hal itu tidak dijadikan isu, bahkan ia meminta agar hal tersebut tidak dipersoalkan lebih lanjut. Sebagaimana penulis kutip dari akun instagramnya, @amirulash9.

Dari ribuan komentar warga net terhadap peristiwa tersebut didominasi oleh ujaran kekecawaan. Bahkan, tak sedikit yang mencerca dan meluapkan kekecewaan mendalam dengan umpatan-umpatan negatif terhadap negeri tetangga tersebut. Namun, ada pula yang meminta agar warga net Indonesia dapat memaafkan, dan kembali berdamai dengan Malaysia. Tetapi, warganet yang memaafkan tragedi tersebut terbilang sedikit.

Sebelumnya, tragedi terbaliknya bendera Indonesia pernah terjadi pada turnamen Asia Tenggara, Sea Games pada 2017 silam di Malaysia. Dalam situs Kompas.com, disebutkan bahwa  buku suvenir spesial yang memuat sejarah SEA Games dibagikan kepada tamu undangan, termasuk Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, dalam acara pembukaan SEA Games 2017 di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Sabtu (19/8/2017). Di halaman 80 dalam buku tersebut, ada bendera negara-negara yang pernah menjadi tuan rumah SEA Games. Bendera Indonesia, yang seharusnya merah putih, tercetak putih merah. Fatalnya, kesalahan tersebut hanya terjadi pada bendera Indonesia.

Luapan emosi warga net Indonesia melalui media sosial perlu diapresiasi. Pasalnya, instagram merupakan salah satu media sosial yang memberikan ruang ekpsresi sekaligus ruang diskusi publik. Bahkan perdebatan tak terelakkan, media sosial lantas menjadi public sphere. Teori ini relevan, sebagaimana Habermas memaksudkan ruang publik sebagai sebuah wilayah dalam kehidupan sosial yang memungkinkan setiap warga  negara berbicara dan terlibat dalam berbagai silang pendapat. Serta bersama-sama mengkonstruksi pendapat umum. (lihat: Hardiman, 2010). Teori Habermas menjadi dasar ruang publik virtual saat ini, dan revelan dengan situasi dunia maya.

Setidaknya, berkaitan dengan fenomena terbaliknya sang Saka Merah Putih oleh Malaysia menjadi pelajaran dan nasehat bagi mereka, agar berhati-hati menggunakan ruang publik virtual . Bukan tidak mungkin, kemarahan itu terluapkan di dunia nyata, meskipun saat ini warga net Indonesia masih menyalurkan amarahnya melalui dunia maya.

Sudah sepatutnya pula, Malaysia sebagai negara yang lebih kecil dari Indonesia, menyadari pentingnya kerukunan dan perdamaian antara negara. Tidak hanya sebagai negara tetangga, tetapi juga sebagai saudara serumpun Melayu. Segala bentuk kekhilafan yang fatal seharusnya dibalas dengan apresiasi-apresiasi positif kepada Indonesia. Jika tidak, bukan tidak mungkin, warga Indonesia bergerak bersama, menjadi kekuatan nyata, bersatu padu membinasakan Malaysia. Jangan biarkan pula, letupan emosi mengganyang Malaysia, bak meletusnya Gunung Berapi. Dan kita juga tidak ingin, konfrontasi Malaysia kembali menggema, sebagaimana pernah terjadi, seperti pada  pidato Presiden Soekarno pada 28 April 1964, bertajuk "Ganyang Malaysia".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun