PERSOALAN kependudukan yang dihadapi Negara Indonesia adalah hadirnya bonus demografi. Bonus demografi merupakan limpahan jumlah penduduk produktif -- usia angkatan kerja.
Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Berdasarkan Jawa Barat Dalam Angka 2017, jumlah penduduknya sebanyak 47,618,810 orang. Ini berarti jumlah penduduk di provinsi ini sekitar 19% dari jumlah penduduk di Indonesia.
Jumlah penduduk yang besar ini, di satu sisi sebagai potensi yang menguntungkan dengan usia produktifnya. Namun, di sisi lain, dapat menjadi beban sosial atau pemerintah, manakala jumlah penduduk yang besar itu secara kualitas yang dimilikinya rendah yang berdampak pada meningkatnya tingkat pengangguran, dan kemiskinan.
Seiring dengan usia produktif tersebut, berdasarkan proyeksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2010 - 2030: usia muda (0-15) 29,26% - 22,61%, usia produktif (15-64) 66,14% - 68,41%, dan usia tua (>64) 4,60% - 8,98% "Usia produktif dan usia tua menunjukkan peningkatan sedangkan penduduk usia muda menunjukkan penurunan.Â
Komposisi di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2030-an Jawa Barat masih bisa menikmati bonus demografi sehingga harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien". (Bappenas. 2014).
Pada titik simpul inilah, bagaimana menyikapi bonus demografi atau limpahan jumlah usia produktif tidak hanya sekadar potensial, namun harus aktual dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat? Lalu bagaimana pasangan calon gubernur - wakil gubernur Jawa Barat periode 2018 - 2023 (terpilih) menyikapi ini?
Pertama, bonus demografi memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam konteks kepentingan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Dan kedua, bonus demografi memberi peluang bagi kepentingan elektoral suara (baca: kepentingan demokrasi) pemilu legislatif, pemilu presiden, atau pemilu kepala daerah.Â
Seiring dengan itu, pemilihan Gubernur - Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat secara langsung tahun 2018 ini, sebagai pemilihan langsung yang ketiga kalinya. Rakyat sebagai "body politic" sangat menentukan untuk memenangkan pasangan calon.
Oleh karena itu, pertama, sensitivitas pasangan calon gubernur - wakil gubernur Jawa Barat, berkelindan merajut kebijakan-kebijakan (program - program) terkait pementingan bonus demografi.Â
Jumlah penduduk usia produktif itu dapat dimanfaatkan bagi pementingan (proses) pembangunan berkelanjutan. Bonus demografi yang diterima negara Indonesia umumnya dan khsusnya Jawa Barat, perlu disiasati dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mana bonus demografi itu tidak sekedar potensial, akan tetapi justru harus menjadi aktual bagi pementingan pembangunan berkelanjutan.Â
Kalau bonus demografi tidak termanfaatkan dalam pementingan pembangunan secara luas, maka itu dapat menjadi beban sosial, atau beban pembangunan.
Kedua, usia produktif yang diterima atau "dinikmati" Jawa Barat ini, sesungguhnya menjadi bagian yang tidak bisa disepelekan dalam pergumulan dan pergaulan kehidupan sosial masyarakat dan pemerintahan.Â
Bonus demografi tidak hanya sekadar dipandang potensial, akan tetapi benar-benar menjadi aktual bagi pementingan peningkatan kualitas kehidupan atau kesejahteraan masyarakat.
Bonus demografi yang potensial itu sejatinya dimanfaatkan oleh pemerintah secara sungguh-sungguh, dalam arti, diimbangi dengan tersedianya lapangan kerja yang proporsional serta tenaga kerja yang terampil. Oleh karena, indeks pembangunan manusia (IPM) Jawa Barat masih cukup rendah dan hanya menempati posisi ke - 16 di antara provinsi - provinsi lain se-Indonesia (baca: Satu data Pembangunan Jawa Barat, 2014).
Pemerintah dalam menghadapinya, seyogyanya menyiapkan strategi kebijakan pembangunan yang sensitivitas bagi kepentingan pemanfaatan bonus demografi. Lalai atas potensi bonus demografi, secara sadar atau tidak dampak negatifnya akan diterima menjadi kesia-siaan. Atau bonus demografi tersebut hanya menjadi bencana/petaka sosial.
Dengan demikian, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan meningkatkan tenaga kerja terampil, atau melakukan pelatihan-pelatihan dan keterampilan angkatan kerja produktif itu agar dapat bersaing dan dapat melakukan kreativitas kerja (ekonomi kreatif), sejatinya menjadi kiblat tumpuannya. Ini dimaksudkan agar pemanfaataan bonus demografi tidak mengalami keterlambatan, atau terlewatkan yang bisa menjadi petaka sosial dan negara/pemerintah gagal memanfaatkannya.
Itu sebabnya, perlu disiapkan dengan kebijakan-kebijakan yang memang "menyantuni" kepentingan-kepentingan pemanfaatan bonus demografi. Bila usia produktif tersebut tidak termanfaatkan produktivitasnya, maka dapat menciptakan instabilitas sosial dan politik oleh karena dengan banyaknya mereka yang tidak bekerja alias menganggur.Â
Toh, bonus demografi pun tidak secara otomatis "membawa berkah" peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan nasional. Melainkan harus diakomodir dengan kebijakan - kebijakan pemerintah yang menyantuni kepentingan memanfaatkan bonus demografi menjadi "kapital" bagi pengembangan dan pembangunan di semua sektor/bidang.
Inilah tantangan gubernur - wakil gubernur Jawa Barat terpilih dalam memanfaatkan bonus demografi dalam kebijakan - kebijakan programnya. Â Pemerintah secara berkesinambungan mendorong penciptaan lapangan kerja untuk pementingan tenaga kerja, serta bagaimana pemerintah "mengilhami" tumbuh kembangnya ekonomi kreatif generasi muda usia produktif ini.
Dengan demikian, bonus demografi tersebut harus menjadi peluang yang positif aktual dengan kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menstimulus atau mendorong jumlah usia produktif itu menjadi kapital pertumbuhan dan peningkatan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat. Tanggung jawab pasangan calon gubernur - wakil gubernur Jawa Barat terpilih, dengan komitmen kebijakan yang terintegrasi memanfaatkan bonus demografis.*
Bandung, 22 April 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H