HATI-HATI DENGAN PUJIAN
“Orang mukmin itu apabila dipuji merasa malu kepada Allah Swt, karena dipuji dengan sifat yang tidak ia saksikan berasal dari dirinya”[1]
Ibnu Atha’illah Assakandari (w. 709 H)
Bagaimana perasaan anda jika mendapat pujian dari orang lain? Pasti berbunga-bunga, senang, percaya diri, bahkan sampai tinggi hati. Ya, perasaan seperti itu wajar, karena tabiat manusia memang suka dipuji dan disanjung tidak suka dihina dan dibulli. Tetapi anda sadar tidak, bahwa keberhasilan yang anda capai yang mendatangkan pujian itu, sebenarnya bukan murni usaha anda, melainkan karena pertolongan dari Allah Swt. Jika kita pada posisi itu, seharusnya kita malu kepada Allah Swt, kenapa yang mendapat pujian kita kok bukan Allah?
Lebih parahnya lagi kita malah senang dan berbangga hati dengan pujian-pujian itu. Kita menikmati pujian-pujian itu, bahkan membranding diri kita sendiri agar terus mendapat pujian. Pujian itu malah kita manfaatkan untuk mencari popularitas, pengaruh, pengikut, bahkan dimanfaatkan untuk mencari keuntungan finansial. Dalam kondisi seperti ini, setan dan nafsu dalam diri kita sangat senang sekali. Ia akan terus menyetir dan menguasai kita agar terus mengharapkan pujian.
Bangga dengan pujian sangat berbahaya, bahayanya adalah akan lahir sifat sombong, membanggakan diri dan riya’. Dipuji karena berhasil menjalankan tugas, kesombongan akan muncul, menganggap keberhasilan yang dicapai karena kerja kerasnya, ia lupa bahwa banyak orang yang berperan dalam tugas tersebut. Karena hatinya sudah terlanjur buta dan haus pujian maka keberhasilan diakuinya sendiri tanpa berterima kasih dengan orang-orang yang membantunya. Maka, orang seperti ini biasanya tidak pernah berterima kasih kepada orang lain.
Dipuji karena rajin ibadah, ini sangat bahaya, karena perasaan riya’ akan muncul. Ia ingin mendapat tempat di hati orang lain. Ketulusan ibadahnya akan hilang, sehingga semangat ibadahnya lahir karena pujian, lemah ibadahnya akibat tidak ada pujian, inilah riya’. Ibadah yang di dasari riya’ sama sekali ditolak. Karena secara langsung menduakan Allah Swt. Ada kepentingan lain selain Allah Swt. Ingat, Allah Swt. tidak mau diduakan. Jangankan Allah, anda sendiri sakit hati jika diduakan.
Orang yang benar-benar iman kepada Allah, jika mendapat pujian baik itu sesuatu yang ada pada dirinya atau tidak ada pada dirinya ia merasa malu. Karena Allah Swt. yang menutupi kekurangan yang ada pada dirinya. Sehingga yang tampak di hadapan orang lain adalah kelebihan dan keindahan sehingga menggerakkan orang lain memujinya. Andaikan Allah Swt. membuka kedok asli kita, sama sekali tidak akan ada pujian. Kita ini jangan terlalu percaya diri menjadi orang baik, kebaikan yang tampak pada diri kita ini sebenarnya bukan kebaikan, hanya saja Allah Swt. menutupi kejelekan kita. Maka, dalam pandangan sufi, pujian itu sebenarnya ujian, kuatkah diri kita menghadapi ujian ini. Jika kita dipuji tambah besar kepala, kita tidak lulus menghadapi ujian ini. Namun jika kita bisa menghindar dari pujian atau paling tidak bisa menetralisir pujian insyaAllah kita lulus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H