Mohon tunggu...
MUSHOFA
MUSHOFA Mohon Tunggu... Guru - KHODIM PP. DAARUL ISHLAH AS-SYAFI'IYAH TANAH BUMBU KALSEL

Hobby Baca Buku-Buku Islami Klasik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hakekat Kebahagiaan

18 Januari 2023   11:30 Diperbarui: 18 Januari 2023   11:39 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HAKEKAT KEBAHAGIAAN

 "Kebahagiaan yang sempurna tergantung pada tiga hal, yaitu potensi amarah, potensi syahwat, dan potensi Ilmu"[1]

 

Al-Ghazali (450-505 H)

 Semua orang tentu menginginkan kebahagiaan. Namun terkadang banyak orang yang tidak tahu apa arti kebahagiaan itu dan bagaimana cara mendapatkan kebahagiaan yang sejati. 

Ada jutaan cara manusia mencari kebahagiaan dalam hidupnya, ada yang merasa bahagia dengan mendengarkan musik, ada yang bahagia dengan bermain bersama teman-teman, ada yang bahagia walapun hidupnya pas-pasan, ada yang bahagia dengan harta yang melimpah, ada juga yang bahagia karena jabatannya tinggi, ada yang bahagia dengan menjadi rakyat biasa, ada yang bahagia karena tinggal di rumah istana, ada juga yang bahagia tinggal di gubuk reot. Ada yang merasa bahagia karena mendapat pekerjaan yang mapan gaji besar, namun tidak sedikit yang tetap merasa bahagia walaupun pekerjaannya serabutan.

 Perasaan sedih juga sama, ada orang yang hidupnya serba kecukupan secara ekonomi namun hidupnya tidak tenang, tiap hari gelisah dan sering stres. Jabatan dan kedudukan sudah mapan namun hidupnya kacau balau, keluarganya tidak haramonis, anak-anaknya sulit dididik. Di satu sisi juga ada yang hartanya melimpah mau makan apa saja yang mahal-mahal sangat bisa, namun terkadang ia malah mencari kebahagiaan di pinggir jalan di warung kopi dan warteg. Lantas ukuran kebahagiaan itu apa?

 

Sebelum menjawab dan menguraikan qoutes di atas, sedikit saya ada cerita:

 

Suatu hari ada sepasang suami isteri yang masih muda, mereka merupakan keluarga terpandang dan sudah mencapai titik kesuksesan secara ekonomi. Di mata masyarakat ia adalah orang yang sudah dikenal kaya dan mapan. Mereka berdua pergi mengendarai mobil lewat persawahan dan ladang. Di tengah perjalanan mereka melihat sepasang kakek dan nenek yang sedang makan duduk berdua di gubuk ladangnya.

 Pasangan muda ini mengurangi kecepatan mobilnya, mereka berdua melihati pasangan kakek-nenek yang sedang makan di gubuk tadi. Suami berkata: "Dik, lihat kakek-nenek itu, alangkah bahagianya mereka berdua". "Iya mas", kata si Isteri, "mereka seusia itu masih bisa bekerja dan hidup bersama". Di saat yang sama, kekek-nenek ini sambil makan juga melihat pasangan muda tadi yang sedang mengendarai mobil. Kakek berkata: "Nek, lihat mereka! masih muda, ganteng, cantik, kemana-mana naik mobil, alangkah bahagianya mereka". Nenek menimpali: "Iya..ya kek, kita sejak dulu seperti ini terus hmmmm"

 Apa yang dapat kita petik dari sepenggal cerita di atas? Pasangan muda melihat kakek nenek seperti itu mereka berkesimpulan bahagia. Begitu juga kakek nenek melihat pasangan muda itu adalah orang yang bahagia. Ternyata, terkadang kebahagiaan itu muncul dari sudut pandang orang lain. Kita sendiri yang menjalani hidup tidak merasakan kebahagiaan itu. 

Kalau begitu bahagia itu urusan perasaan masing-masing orang, kebahagiaan tidak bisa diukur dengan materi dan penampakan dahir saja. Orang lain mungkin mengatakan hidup saya adalah orang yang bahagia, begitu juga saya melihat orang lain yang paling bahagia. Padahal di dalam menjalani kehidupan sama-sama merasakan pahitnya perjalanan kehidupan.

 Ada resep kebahagiaan yang sempurna dari Al-Ghazali. Menurutnya kebahagiaan sempurna itu bisa diraih jika kita bisa menyelaraskan amarah, syahwat dan ilmu. Jika amarah meningkat akan melahirkan sifat menyerang dan membunuh, jika berkurang akan memunculkan sikap kurang semangat. Begitu juga syahwat, jika meningkat akan menghasilkan sifat kefasikan dan kejahatan, jika menurun akan menimbulkan sifat kelemahan. Keduanya harus seimbang, jika seimbang akan melahirkan sifat sabar, berani, bijaksana, qanaah dan kehormatan.  Tentu untuk menyeimbangkan keduanya harus di dasari potensi ilmu.

 Keseimbangan ketiganya akan melahirkan karakter baik dalam diri seseorang. Budi pekerti yang baik inilah merupakan tangga kebahagiaan. Sedangkan budi pekerti yang buruk akan menghilangkan kebahagiaan. Menurut Al-Ghazali karakter dalam diri manusia itu akan mencerminkan empat hal, yaitu: setan, binatang ternak, binatang buas dan malaikat. Karakter setan seperti menipu, rekayasa, curang dan lain-lain. karakter binatang ternak seperti makan, minum, tidur dan kawin. Karakter binatang buas seperti membunuh dan permusuhan. Sementara karakter malaikat seperti kasih sayang, pengertian, dan kebajikan.

 Dengan potensi ilmu, manusia bisa menyingkap kebodohannya. Oleh karanya nafsu yang isinya syahwat dan amarah harus dikendalikan oleh akal sebagai pemilik ilmu pengetahuan. Pertimbangannya terletak pada akal, jika akal sudah bisa menimbang maka manusia akan mempunyai akhlak yang mulia. Akhlak mulia inilah potensi malaikat yang ada pada diri manusia. Potensi inilah yang akan membawa manusia menemukan kebahagiaan. Begitu sebaliknya ketika manusia hanya bisa menjadi pelayan syahwat dan amarah serta menuruti setan yang menyetir nafsunya, ia akan menjadi manusia yang mempunyai karakter tercela. Karakter tercela inilah yang akan menghancurkan kebahagiaan seseorang.

 Alhasil, kebahagiaan sempurna sebenarnya terletak pada akhlakul karimah. Orang yang berakhlak hidupnya akan seimbang. Karena ia dituntun oleh ilmu yang dimilikinya. Disinilah peranan ilmu sangat penting dalam kehidupan. Jangan sampai ilmu yang sudah kita pelajari justru menjerumuskan kita ke dalam lembah kemaksiatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun