Islam adalah agama kasih sayang. Allah SWT, sebagai Al-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan Al-Rahim (Yang Maha Penyayang), menciptakan alam semesta dengan penuh cinta dan kasih. Kasih sayang kepada sesama makhluk merupakan cerminan penghambaan yang sejati kepada-Nya. Dalam setiap hubungan, baik dengan manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan, Islam mengajarkan untuk selalu berbuat baik, mencintai, dan menyayangi.
Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat ‘Alam (almarhum) pendiri dan pengasuh pondok pesantren Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah, Sananrejo, Turen, Malang, seorang ulama yang penuh hikmah, pernah menyampaikan nasihat mendalam “Dados tiyang niku, menawi ningali napa mawon (setiap sesuatu) dipuntingali kebaikane. Kebaikane niku ditingali kale diraosaken. Sedaya kebaikan niku indukipun kebenaran, kebenaran niku saking Pangeran. Menawi dipun ringkes, kebenaran niku sumber kebaikan, kebaikan niku saget menimbulkan cinta, cinta saget mengembangkan kasih sayang” (Jadi orang itu, apabila melihat apa saja (setiap sesuatu) yang dilihat kebaikannya saja. Kebaikan itu dilihat dan dirasakan. Semua kebaikan itu induknya adalah kebenaran, dan kebenaran itu datangnya dari Allah. Artinya kebenaran itu adalah sumber kebaikan, kebaikan itu dapat menimbulkan cinta, dan cinta dapat mengembangkan kasih sayang.)*
Nasihat ini mengandung esensi ajaran Islam, yang melihat segala sesuatu dengan kacamata kebaikan, menggali hikmah, dan menjadikan cinta sebagai energi untuk menyebarkan kasih sayang.
Dalam Islam, kebaikan selalu bersumber dari kebenaran yang berasal dari Allah SWT. Allah berfirman dalam QS. Al-Zalzalah ayat 7, yang artinya “Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya.”
Dalam ayat ini, Allah merincikan balasan amal masing-masing. Barang siapa beramal baik, walaupun hanya seberat atom niscaya akan diterima balasannya, dan begitu pula yang beramal jahat walaupun hanya seberat atom akan merasakan balasannya.
Melihat kebaikan berarti melatih hati untuk bersikap husnudzan (berbaik sangka) kepada makhluk Allah. Ketika kita memfokuskan diri pada kebaikan orang lain, kita akan lebih mudah mencintai dan menyayangi mereka. Rasulullah SAW bersabda dalam hadist qudsi yang artinya “Allah berfirman sebagai berikut:”Aku selalu menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkan kebaikan. Adapun bila ia berprasangka buruk kepada-Ku maka dia akan mendapatkan keburukan.” (H.R. Tabrani dan Ibnu Hibban).
Selain itu dalam QS. Al-Hujurat ayat 12, Allah SWT. berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”
Selain itu, kasih sayang dimulai dari melihat potensi kebaikan dalam segala sesuatu, bahkan pada makhluk yang sering dianggap kecil dan tidak penting. Sebagaimana kisah Rasulullah SAW yang menegur sahabatnya karena membakar sarang semut.
Sementara, cinta dalam Islam bukan hanya sekadar perasaan, tetapi komitmen untuk memberikan manfaat dan melindungi makhluk Allah. Allah SWT menanamkan cinta dalam diri manusia sebagai salah satu bentuk rahmat-Nya dan sebagai tanda-tanda kebesaran bagi orang yang berfikir. Allah SWT. dalam QS. Ar-Rum ayat 21 menyatakan, yang artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Cinta melahirkan kasih sayang tanpa syarat. Rasulullah SAW memberikan contoh luar biasa dalam mencintai sesama makhluk. Dalam salah satu hadits, beliau bersabda: “Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa saja yang ada di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangi kalian.”(HR. Ahmad, Abu Dawud at-Tirmidzi, dan al-hakim. Hadis ini mengajarkan umat Islam untuk saling menyayangi, terutama sesama makhluk.