Mohon tunggu...
Kang Rozaq
Kang Rozaq Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pendakwah, Aktivis Sosial dan Keagamaan, Laskar Pelayan Jama'ah (LPJ)

Aktivis Gerakan Aksi Sosial dan Keagamaan (GASA) dan Penggiat/Laskar Pelayan Jamaah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup sebagai Musafir: Meraih Akhirat dengan Kesadaran Diri

22 November 2024   09:50 Diperbarui: 22 November 2024   10:11 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kegiatan Ziarah di lingkungan Pondok Biba'afadlrah Malang & Sumber Gambar Koleksi Pribadi

Kehidupan dunia ini adalah persinggahan, sebuah perjalanan yang penuh dengan tantangan, godaan, dan ujian. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan kelembutan dan hikmahnya menyampaikan sebuah nasihat mendalam dalam sebuah hadist riwayat Bukhari nomor hadist 6416 yaitu: 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan kepada kami: Muhammad bin 'Abdurrahman Abul Mundzir Ath-Thufawi menceritakan kepada kami, dari Sulaiman Al-A'masy, beliau mengatakan: Mujahid menceritakan kepadaku, dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang pundakku seraya bersabda, "Jadilah di dunia seakan-akan engkau seorang yang asing atau seorang musafir." Ibnu 'Umar mengatakan: Apabila engkau berada di sore hari, janganlah engkau menunggu-nunggu pagi hari. Apabila engkau di pagi hari, janganlah engkau menunggu sore hari. Gunakanlah masa sehatmu untuk masa sakitmu dan manfaatkanlah masa hidupmu untuk menghadapi kematianmu.

"Jadilah di dunia seakan-akan engkau seorang yang asing atau seorang musafir", merupakan sebuah perumpamaan yang singkat tetapi sarat makna, mengajarkan kita bagaimana seharusnya memandang hidup ini dengan perspektif yang benar. 

Bayangkan seorang musafir yang menempuh perjalanan panjang. Ia tidak pernah berhenti terlalu lama di satu tempat, karena tujuannya bukan di sana. Ia selalu menjaga bekal dan arah jalannya, sebab ia sadar bahwa perjalanan ini sementara, dan tujuan akhirnya adalah rumah yang abadi.

Dalam pandangan islam, kehidupan dunia hanyalah sebuah tempat yang seringkali melalaikan manusia dari tujuan utamanya: pertemuan dengan Allah subhanahu wa ta'ala. Perspektif lain menekankan kehidupan dunia sebagai ladang amal, tempat untuk mengumpulkan bekal sebanyak mungkin sebelum perjalanan panjang menuju akhirat. Kedua pandangan ini saling melengkapi dalam memandu seorang Muslim untuk menjalani hidup dengan kesadaran penuh. 

Dunia adalah tempat persinggahan sementara, sedangkan akhirat adalah rumah sejati. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:  "Kehidupan dunia hanyalah permainan dan kelengahan, sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?." (QS. Al-An'am: 32)

Seorang musafir tidak pernah menetap pada tempat yang ia singgahi. Ia menyadari bahwa waktunya terbatas dan ada tujuan akhir yang harus dicapai. Begitu pula, seorang mukmin harus sadar bahwa kehidupannya di dunia hanyalah sementara. Tidak ada yang abadi di dunia ini, kemewahan, kekuasaan, bahkan tubuh fisik kita akan hancur dan sirna. Rasulullah mengajarkan untuk hidup dengan kesadaran penuh akan kefanaan ini, sehingga hati tidak terpaut pada dunia dan semua isinya, meskipun seseorang tetap bekerja dan berusaha di dalamnya. Bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi memanfaatkan dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Di sisi lain, menekankan bahwa kehidupan dunia adalah tempat beramal. Setiap detik dimanfaatkan untuk kebaikan dan ibadah, sebab waktu yang berlalu tidak akan pernah kembali. 

Dalam hadist tersebut memberikan nasehat, yang sangat praktis: "Apabila engkau berada di sore hari, janganlah engkau menunggu pagi hari. Apabila engkau di pagi hari, janganlah engkau menunggu sore hari." Ini adalah panggilan untuk hidup di saat ini (living in the present), memanfaatkan setiap momen untuk mendekat kepada Allah dan melakukan amal shaleh. 

Manusia seringkali tertipu oleh rasa aman yang semu. Kita merasa seolah-olah masih memiliki banyak waktu, sehingga sering menunda-nunda kebaikan. Padahal, kematian datang tanpa pemberitahuan. Rasulullah mengingatkan, manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakit, dan manfaatkan masa hidupmu sebelum ajal menjemput. 

Seorang musafir yang bijak selalu memastikan bekalnya cukup untuk sampai ke tujuan. Dalam konteks kehidupan ini, bekal itu adalah amal shaleh, ilmu yang bermanfaat, dan ketakwaan kepada Allah. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:  "Dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS. Al-Baqarah: 197). Di ayat lain Allah SWT. berfirman "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia." (QS. Al-Qasas: 77) 

Amal shaleh yang dilakukan dengan ikhlas adalah investasi terbaik untuk akhirat. Rasulullah bersabda:  "Ketika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang shaleh." (HR. Muslim, no. 1631) 

Disinilah pentingnya "muraqabah", yaitu kesadaran akan pengawasan Allah dalam setiap detik kehidupan. Seorang hamba yang sadar bahwa waktunya diawasi oleh Allah, tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk beramal shaleh. Selain itu, menekankan pentingnya amal nyata dan keberlanjutan ibadah, amal yang konsisten, sekecil apa pun, lebih dicintai Allah daripada amal besar yang hanya sesekali dilakukan. 

Disisi lain, seorang musafir yang bijak tidak akan memulai perjalanan tanpa persiapan. Ia akan memastikan bahwa bekalnya cukup untuk sampai ke tujuan. Dalam perjalanan kehidupan ini, bekal yang kita butuhkan adalah amal shaleh, keimanan yang kokoh, dan hubungan yang baik dengan Allah serta sesama manusia. 

Untuk itu, pentingnya "tazkiyatun nafs" (penyucian jiwa) dalam hidup, sebagai bagian dari persiapan menuju akhirat. Hati yang bersih, bebas dari penyakit seperti riya', hasad, dan cinta dunia, adalah kunci untuk mendapatkan kebahagiaan sejati di akhirat. Sementara itu, persiapan tersebut harus diwujudkan dalam bentuk ketaatan kepada Allah SWT, seperti menjaga shalat, menunaikan zakat, dan melakukan berbagai amal kebaikan lainnya. 

Nasihat Rasulullah dalam hadis ini mengajarkan keseimbangan yang indah antara usaha di dunia dan orientasi akhirat. Kita diajak untuk hidup seperti seorang musafir, tidak melekat pada dunia tetapi tetap memanfaatkannya sebagai sarana untuk mendekat kepada Allah. Dunia ini hanyalah persinggahan, dan kehidupan ini terlalu singkat untuk disia-siakan. Maka, marilah kita manfaatkan setiap detik yang kita miliki untuk beramal shaleh, membersihkan hati, dan memperbaiki hubungan dengan Allah. Sebab pada akhirnya, hanya bekal amal dan keikhlasan yang akan menyertai perjalanan kita menuju kampung akhirat yang abadi. (ar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun