Mohon tunggu...
Kang Rendra Agusta
Kang Rendra Agusta Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti Naskah Kuno

sedang belajar Filologi dan Epigrafi || Sraddha Institute Surakarta ||

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lima Roti dan Dua Ikan, yang Makan Lima Orang, Tanpa Sisa di Keranjang

7 April 2023   22:34 Diperbarui: 7 April 2023   22:38 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barangkali, atau mungkin sesekali, saya hanya mampu membeli lima roti dengan harga tiga ribuan per biji dan dua ikan tongkol untuk makan bersama kawan-kawan. Kadang-kadang jumlah kawan saya cuma lima orang, bisa kurang. Tapi, salah satu tradisi makan bersama kami adalah tak bersisa apapun di keranjang belanjaan. Tuntas.

Tentu kita semua bukan Yesus yang mampu membagi lima roti dan dua ikan untuk lima ribu orang, bahkan bersisa dua belas keranjang. Kadang-kadang kita tak mampu berbagi, karena memang tak ada yang bisa dibagi. Boro-boro memikirkan lima ribu orang, makan untuk lima orang saja, kadang-kadang hanya terlaksana hanya sesekali. Walaupun demikian, pada skala kecil, kita merasakan betapa sukacitanya makan lima roti -- dua ikan, kadang-kadang terbalik dua roti-lima ikan.

Demikianlah hidup harus berjalan.

Pada kisah di atas tentu secara kebetulan memuat angka berjumlah tujuh, lima roti dan dua ikan. Rasanya kebahagiaan hidup kadang-kadang harus dimulai dengan berbagi. Berbagi waktu, berbagi ilmu, berbagi makanan, tujuh puluh kali tujuh kali tujuh lagi hingga tak berkesudahan. 

Dari kisah Yesus tersebut, secara pribadi justru saya mengenal kisah-kisah alkitabiyah justru tidak dengan mujizat yang besar-besar, tetapi dari hal-hal yang paling mendasar dari kebutuhan umat manusia, pangan. Yesus berulang kali membuat mujizat besar, bahkan beberapa kali sukar diuji menggunakan dasar-dasar pengetahuan empiris. 

Namun, demikianlah agama atau kepercayaan harus berjalan, ada di posisi berbeda dengan sudut pandang logika. Di antara kisah-kisah yang sangat ilahiah, sejak dulu saya justru tertarik kisah-kisah yang biasa-biasa saja, pada kisah-kisah yang justru masih bisa saya terima dengan nalar, seperti kisah-kisah soal ketahanan pangan tadi.

Dalam tradisi Abrahamik, agaknya semua nabi pernah membuat ketakjuban soal pangan. Dimulai kisah kejatuhan Adam-Hawa soal "buah", Daud yang berkelana dengan memakan madu dan belalang, hingga kisah-kisah susu, roti, dan ikan yang meliputi banyak kisah timur tengah. Tradisi timur juga seringkali mencatat bagaimana kisah dibalut Mentega dan susu, buah persik para dewa hingga pemberkatan bulir-bulir padi oleh Dewi Sri.

Kembali pada kisah Yesus dalam masa sengsara-nya, ia masih berkata "aku haus". Salah satu fragmen yang selalu berhasil membuat saya iba kepada pemeran jalan salib, "Yesus ngelak". Fragmen ini menjadi satu renungan penting yang terus saya bawa hingga dewasa ini. Ketika melihat fragmen "Yesus kehausan" itu pula saya mengingat bagaimana kemiskinan  dan konflik sesama manusia dimulai perebutan mata air. Kelaparan hebat berasal dari kekeringan yang melanda. Lalu siapa yang akan memberi mereka air yang melegakan dahaga?

Tentu saya belum pernah datang ke tempat yang dilanda kemiskinan dahsyat seperti Afrika. Hanya saja beberapa kali saya merasakan perjalanan pengembaraan di medan-medan sulit, kering, dan dicengkeram dahaga. Air begitu nikmat, air mula-mula yang saya teguk ketika kehausan itu menimbulkan rasa senang dan Bahagia. Barangkali demikianlah kodrat Sapiens untuk mempertahankan eksistensinya dengan cara bertahan hidup, bertahan hidup dengan meminum air dan makan. Air mula-mula itu juga yang menjadi kisah mukjizat Yesus yang pertama saya terima, Ia mengubah air menjadi anggur.

"Yesus pokok dan kitalah carangnya, tinggal-lah di dalam Dia"

Sepenggal lagu sekolah minggu itu memberi gambaran kita bahwa umat yang beriman kepada-Nya, harus berbuah dan menjadi "anggur yang nikmat" untuk semua umat manusia. Hari ini kita memasuki hari-hari Tri Suci, Kamis Putih, Jumat Agung, Minggu Paskah. Barangkali hari ini adalah hari-hari untuk mengenang masa sengsara Yesus, biasanya umat kristiani selalu mengutip kata-kata kesedihan untuk menggambarkan masa sengsara pada dua hari pertama, lalu anti-tesisnya, menggunakan kata-kata Bahagia penuh kemegahan untuk mengenang kebangkitan Yesus ke surga, sangat ilahiah.

Sebagai utas penutup, saya sadar betul bahwa kita manusia biasa. Kita tidak bisa mengubah air menjadi anggur, tapi kita bisa memberi air kepada orang-orang yang membutuhkan. Kita juga tak mungkin bisa membuat mukjizat memberi makan lima ribu orang dengan berbekal lima roti dan dua ikan, tapi kita membagi sedikit roti dan ikan yang kita punya untuk orang lain. Sesekali, saya order makanan lewat platform online, sengaja memilih makanan yang memakai lauk ikan, dengan harapan sedikit berbagi rejeki kepada para driver dan tulang untuk kucing di sekitar saya makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun