Issue paling santer hingga hari ini di Kota Cilegon adalah tentang kondisi Keuangan Pemkot Cilegon yang katanya Kas Daerah lagi kosong. Issue ini merebak di grup grup  WA maupun media social lainnya, bahkan sudah menjadi konumsi pers.
Salah satu media online Sebarindo memberitakan tentang hal ini, judunya "Gaji Pegawai di 6 OPD Pemkot Cilegon Belum Cair, Pergeseran Anggaran Diduga Penyebabnya" (Sebarindo 7/11/2024). Adapun isi  beritanya menginformasikan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tenaga Kerja Kontrak (TKK), dan Tenaga Harian Lepas (THL) di enam Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Cilegon, belum menerima gaji. Akibatnya banyak diantara mereka yang terpaksa pinjam ke Pinjol untuk menutupi kebutuhan sehari hari.
Semula saya menganggap hal ini sebagai hal biasa karena persoalan administrasi saja. Namun setelah melihat realitas dilapangan sadar bahwa issue ini bukan sekedar issue, tapi sudah menjadi fakta yang tak terbantahkan. Bahkan ada seorang honorer yang datang menemui saya dengan maksud meminjam uang lantaran gajinya belum keluar.
Atas kenyataan diatas, telah membuktikan kepada halayak bahwa inilah salah satu persoalan daerah di Cilegon diantara sekian banyak persoalan seperti persoalan Program Jalan Lingkar Utara (JLU) yang dibiaran mangkrak, persoalan  aset daerah yang pengelolaannya amburadul hingga ada 40 kendaraan yang raib,persoalan  ketenagakerjaan yang hingga saat ini dipertanyakan masyarakat dan lainnya.
Jika memang benar bahwa saat ini Kas Daerah dalam kondisi kosong, maka hal ini patut menjadi perhatian bersama lantaran masuk dalam catatan sejarah yang buruk dalam hal pengelolaan keuangan daerah  sejak berdirinya Kota Cilegon.
Walaupun Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Cilegon, Dana Sujaksani, menampik adanya keterlambatan gaji bukan karena kas kosong melainkan karena adanya pergeseran anggaran, namun masyarakat sudah meyakini tentang kondisi yang sebenarnya, alasan kepala BPKAD Â hanyalah sebuah kamuflase. Â Rasionya justru terjadinya pergeseran anggaran itu lantaran keuangan atau kas daerah lagi kosong. Inilah bukti tentang morat maritnya pengelolaan keuangan daerah.
Indikasi tentang morat maritnya pengelolaan keuangan daerah, hingga saat ini satu bulan menjelang tahun anggaran 2024 berahir, target pendapatan daerah belum juga tercapai hususnya tentang Pendapatan Asli Daerah. Akibatnya banyak kegiatan di OPD yang kemudian di pangkas, pemangkasan kegiatan  tentu terkait juga dengan pemangkasan anggaran disetiap OPD. Soal besarannya variatif, yang jelas ada dkisaran 10% sampai 15%.
Bukan itu saja, projek projek besar hingga saat ini banyak yang belum dilaksanakan, hal ini akan berpotensi gagal dilaksanakan mengingat waktu tahun anggaran 2024 sudah tinggal satu bulan. Selain itu, banyak juga projek yang sudah dilaksanakan, tapi pihak pelaksana belum diayar. Kasihan.
Kondisi seperti ini berbeda dengan pelaksnaan APBD tahun anggaran sebelumnya. Pada tahun anggaran 2021, justru sebaliknya, Kas Daerah penuh tapi justru banyak tidak terpakai lantaran penyerapannya yang rendah.
Terkait dengan penyerapan Anggaran yang rendah, SILPA APBD 2021, menggunung hingga mencapai RP.479.497.759.456,- atau  setara dengan 75 %  hasil PAD  yang berjumlah Rp. RP.630.935.131.545. Oleh karena itu, bisa diasumsikan bahwa 75% PAD yang didapat, menjadi anggaran  sia sia lantaran tak terpakai.
Perlu diingat, adanya SILPA sebesar itu, bukan berarti adanya efesiensi anggaran, tetapi dilihat dari kacamata politik anggaran, terindikasi ada sesuatu yang tidak sehat yakni tidak maksimalnya upaya eksekutif dalam melaksanakan pembangunan yang sudah di canangkan dalam APBD, bisa juga dikatakan bahwa Pemkot Cilegon tidak mampu melaksanakan APBD dengan baik sebagai bagian dari tanggungjawabnya melaksanakan pembangunan yang sudah diamanatkan melalui kesepakatan bersama antara Legislatif dan eksekutif, atau barangkali ada ketidakmampuan pimpinan daerah dalam mengkordinasikan pelaksanaan pembangunan dengan OPD terkait