Walaupun saya menemukan bahwa orang memiliki perbedaan interpretasi makna pada kata "berpacaran" . Namun, pada umunya mereka memiliki kesamaan makna pada titik di mana dua orang yang terikat berada dalam satu hubungan berlandaskan suka sama suka. Nah, untuk selebihnya interpretasi orang sudah berbeda-beda.
Memang sejauh ini saya belum menemukan definisi rigid tentang berpacaran itu apa, apa yang harus dilakukan orang supaya bisa dikatakan berpacaran, dan apa yang membuat definisi berpacaran batal. Namun, saya telah menemukan bahwa jumhur ulama memberikan larangan pada perbuatan-perbuatan yang bisa mengonstruksi definisi berpacaran secara spesifik.
Oleh karena ketidakpastian makna tersebut, maka anggota akan melakukan aktivitas berbeda-beda tentang berpacaran seandainya aktivitas berpacaran ditiru oleh anggota organisasi yang bisa jadi itu tidak dikehendaki oleh aturan agama. Di sinilah titik kenapa seorang role model organisasi keagamaan sesedikit mungkin memiliki 'nir-akhlak' yang salah satunya adalah berpacaran.
Nama baik organisasi dan agama menjadi taruhan
Salah satu fungsi organisasi rohis adalah melakukan dan mendengarkan dakwah. Seandainya ketua rohis berpacaran, apakah dia dan anggotanya kuat  mendapatkan ribuan ceramah dari para ustaz ataupun ulama ketika membahas hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Selain itu, ada banyak organisasi rohis di luaran sana yang mungkin akan bersaing dengan organisasi rohis kita untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Ketika ketua rohis kita berpacaran, apa kata mereka tentang organisasi rohis fakultas kita ? Mau disebut Rohis Wannabe tapi tidak kesampaian?
Islam sebagai agama juga menjadi taruhan ketika misalnya ada tokoh organisasi yang berlandaskan Islam tetapi sebenarnya tidak betul-betul menerapkan ajaran-ajaran Islam. Akan ada kemungkinan framing yang salah tentang Islam dari para 'outsider'.
Ketua rohis harus menjadi orang paling bijak dalam suatu komunitas, bahkan melebihi ketua himpunan, ketua BEM ataupun ketua OSISÂ
Ini berat memang, tetapi itulah nyatanya bagi orang yang sudah berkomitmen untuk 'mewakafkan' dirinya menjadi pimpinan organisasi yang berlandaskan firman Tuhan. Ketua rohis diekspektasikan menjadi si bijak karena dia menjalankan ajaran agama yang notabenenya berasal dari Tuhan yang menciptakan alam semesta.
Lalu apakah orang yang berpacaran tidak bijak ? Bukan tidak bijak, tetapi pola pikir dan insting 'wisdom' mereka akan tereduksi oleh hal-hal hedonis. Memangnya apa tujuan orang berpacaran ? sudah pasti mencari kesenangan. Hedonis inilah yang biasanya dimiliki oleh mereka yang individualis, sedangkan pimpinan organisasi harus membawa eudaimonia (kebahagiaan jangka panjang dan masif) pada anggotanya.
Menyakiti pacar ketika menemukan orang lain yang lebih baik dalam beragama untuk dijadikan pasangan dalam pernikahan
Ini adalah salah satu alasan sampingan mengapa ketua rohis jangan memiliki pacar. Terkadang, dalam organisasi rohis itu ada orang yang disebut sebagai murabbi yaitu semacam guru ataupun penuntun ataupun mentor ataupun ustaz/ustazah yang mengajarkan tarbiyah kepada anggota rohis. Dan tak jarang pula, dalam tarbiyah jangka panjang murabbi ini mencarikan kita jodoh ataupun menjodohkan kita dengan orang lain yang mungkin lebih baik dari pacar kita.
Sebagai ketua rohis apa yang akan Anda lakukan ? Ketika murabbi, orang yang kita anggap sebagai guru kita, memberikan saran kepada kita dalam memilih pasangan ataupun dia sudah memiliki calon untuk disandingkan dengan kita? Yang mungkin alasan atas pilihan murabbi itu sangat-sangat kuat sehingga tidak bisa kita tolak.