BISMILLAH - Brader dan sister, mungkin masih banyak di antara kita yang bingung untuk berpuasa atau tidak puasa saat mudik. Tetap menjalankannya atau mengqadanya di bulan lain. Karena puasa sendiri boleh di-qodo jika ada alasan syari tidak berpuasa.Â
Ustadz Abdurrahman Dani hafidzahullah, praktisi Thibbun Nabawi sekaligus penasihat dari Muslim Bikers Indonesia (MBI) Chapter Bogor Raya menyampaikan beberapa nasihat terkait puasa saat mudik. Qodarullah hafidzahullah juga melakukan perjalanan mudik dari Bogor ke kampung halamannya di Jawa Timur.Â
Selain itu ustadz yang lulusan Darul Hadits Dammaj-So'dah, Yaman Utara ini juga seorang bikers yang sudah biasa touring ke luar pulau Jawa.Â
Mengambil istilah dalam Islam mudik dapat disebut sebagai safar. Adapun penentuan jarak sebuah safar adalah beragam. Ada yang menyebutnya berdasarkan kebiasaan dan ada pula ulama yang menentukan dengan jarak Tapi di atas 83 kilometer.Â
Misalnya saja jika mengikuti dengan jarak 83 kilometer. Ada sebuah contoh perjalanan mudik yang berangkat dari Jalan Margonda, Depok ke arah timur misalkan ke Cikampek jaraknya sudah mencapai 90-an kilometer. Meski terbilang dekat dari Depok namun ternyata sudah masuk dalam kategori safar. Apalagi kalian yang menempuh perjalanan ke Semarang, Surabaya, Bali, Lombok, Kalimantan bahkan Sumatra.Â
Melalui akun youtube Abdurrahman Dani Official, ustadz Dani menyampaikan bahwa saat perjalanan mudik kita akan banyak berpapasan antara yang dari kota pulang ke kampung (Mudik) dan dari kampung ke kota. Dan salah satu fenomena yang terjadi adalah kemacetan lalu lintas.Â
"Saat mudik akan banyak arus safar, bersalipan, berpapasan dari kota ke kampung dan dari kampung ke kota. Saat safar sering juga terjadi macet meskipun di luar atau dalam jalan tol. Zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ada macet. Dulu menggunakan hewan tunggangan dengan beban yang berat. Sekarang masaqoh-nya berbeda dari zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam," ucap Ustadz Dani hafidzahullah.Â
Safar bagian dari Azab (siksa)
Meski zaman sekarang sudah banyak rest area, mobil dan motor pun memiliki fitur yang membuat nyaman. Tapi tetap saja yang namanya dalam perjalanan tidak akan senyaman saat bermukim.Â
Ada salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah rahimahullah. Disampaikan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang berkaitan dengan safar.Â
"Safar adalah bagian dari adzab (siksa). Ketika safar salah seorang dari kalian akan sulit makan, minum, dan tidur. Jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya." (HR. Bukhari no. 1804).Â
Syariat dalam Islam sebenarnya memberikan kemudahan bagi penganutnya. Bahkan Allah Azza wa Jalla menginginkan kemudahan untuk hamba-Nya. Begitu pun dengan perjalanan safar di bulan Ramadan. Hal ini menunjukkan penjagaan dari Allah Azza wa Jalla kepada kita sebagai hamba-Nya.Â
Acuan dalam Memilih Puasa atau Tidak saat MudikÂ
Disampaikan bahwa syariat sebenarnya memberikan kemudahan. Hal ini jelas tersurat dalam QS. A; Baqarah ayat (185). Isinya adalah Allah menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya, dan tidak menghendaki kesukaran bagi mereka.Â
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa buatlah mudah dan jangan mempersulit.Â
Ustadz Dani hafidzahullah memaparkan bahwa beban itu dibagi atas tiga tingkatan. Yang paling bawah adalah ringan, kemudian sedang, dan berat. Jika kita merasa perjalanan mudik itu ringan maka lebih baik berpuasa. Apabila terasa sedang, maka pertimbangkanlah untuk berpuasa atau mengambil kemudahan dari Allah.Â
Apabila sudah terasa berat, misalkan harus berkendara selama satu hari penuh dan istirahat beberapa jam maka disarankan mengganti puasanya di bulan lain. Hal ini untuk menghindari dari sakit dan kehilangan Ramadan di esok hari.Â
Ada sebuah hadis yang mengisahkan salah seorang sahabat yang nge-drop karena memaksa puasa saat safar. Nabi mendapati sahabat tersebut pingsan dan diberi keteduhan oleh sahabat yang lain. Ketika Rasulullah menanyakan penyebab pingsan sahabat yang lain menjawab karena dia memaksakan puasa dalam safar. Maka beliau bersabda: Bukanlah termasuk kebaikan berpuasa dalam kondisi safar.Â
Dalam jumhur ulama termasuk Imam Malik dan Imam Syafii dinyatakan bahwa puasa itu afdholnya bagi mereka yang kuat, kalau tidak kuat afdholnya tidak dipaksakan.***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H