Bingung, kan?Â
Sama! Saya juga bingung enggak abis pikir ngeliatnya.
Okay, kalau begitu kita bicara tentang pria aja.
Pria pun kudu salaras. Enggak perlu lah lagi melarang-larang pasangan wanita atau istrinya untuk berhenti berkarya dan meninggalkan pekerjaannya jika belum mampu memberikan pengganti kebaikan yang lebih untuk mereka. Membuatkan usaha, misalnya.
Konyolnya, sebagian pria itu egois. Menyuruh pasangan wanitanya untuk berhenti bekerja tanpa alasan yang jelas, cemburu sama bos pasangannya yang lebih ganteng misalnya. Â Atau hingga meminta pada istri untuk berhenti bekerja dengan alasan agar menjadi ibu rumah tangga yang baik saja untuk anak-anak mereka.Â
Dibalut bumbu "kepatuhan pada suami", diselimuti nuansa dogma-dogma agama dan surga, padahal terselubung ego pribadi suami yang tersembunyi. Ya cemburu itu, misalnya. Ini kan pe'a, namanya.
Fine. Silakan ajarkan istri menjadi ibu rumah tangga. Tapi tolong buatkanlah mereka usaha, karena situ enggak akan hidup bersamanya selamanya. Atau minimal transferkanlah ilmu usahamu padanya supaya mereka siap jika dirimu tiada. Â Â
Udah nyuruh istri berhenti bekerja, enggak ngebuatin istri wadah usaha, enggak mentransferkan ilmu cara berkarya, padahal kemampuanmu ngasih jatah bulanan aja masih empot-empotan kembang kempis enggak karu-karuan. Atau menjatah tapi pelit dan perhitungannya na'udzubilah enggak ketulungan. Ngenes banget sih nasib itu istri.
Begitu juga kalian duhai wanita. Bolehlah ngikutin Siti Khadijah yang ingin mengabdi saja pada Rasul setelah mereka menikah. Tapi ingat, sebelum menikah Khadijah itu entrepreuneur yang ulung.
Ketika memutuskan untuk mengabdi saja pada suami dan menyerahkan segala bentuk usahanya pasca menikah, Khadijah sudah sangat mumpuni menguasai ilmunya. Sehingga andai saja zaman itu Rasul wafat lebih dahulu, logikanya Khadijah akan baik-baik saja. Karena kemampuan ilmunya dalam berwirausaha sudah sangat mampu memakmurkan kehidupannya. Begitulah kira-kira.
Okay akhirnya, kalian wahai para wanita. Jiwa-jiwa dimana etimologi surga akan berada di bawah kakimu. Bahagiakanlah lebih dahulu diri kalian dengan bekerja. Makmurkan dirimu, lalu ceritakan surga pada anak-anakmu dalam suasana jiwa bahagia. Itu akan lebih menggemberikan.