Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit.
Secara kasat mata masyarakat umum sangat sulit mengetahui mana vaksin palsu atau asli. Hal ini disebabkan oleh faktor bahwa vaksin bukan termasuk barang bebas seperti obat dot hijau (produk bebas) maupun dot biru (bebas terbatas).
Sehingga masyarakat tidak semudah itu bersentuhan langsung atau mendapatkan vaksin, seperti saat mereka mendapatkan obat sakit kepala dan mencret di warung-warung kelontong. Ada prosedur yang mengatur peredarannya.
Dengan adanya keterbatasan ini akhirnya masyarakat hanya berada diposisi sebagai end user, sebagai pemakai saja, tanpa pernah dapat memiliki untuk mengenalinya.
Akui saja bahwa selama ini anda belum pernah membeli vaksin di toko obat mana pun, toko kelontong, apalagi di warteg yang di razia Saptol Pete.
Karena selain wartegnya sudah di razia, memang pada dasarnya tidak semudah itu membeli atau memiliki vaksin.
Dengan posisi hanya sebatas end user yang bahkan saat menggunakannya pun dibantu oleh petugas medis, praktis masyarakat hanya bisa pasrah ketika petugas itu memberikan injeksi atau oral sebuah vaksin ke dalam tubuhnya.
Meski seandainya, zat yang dimasukan dalam tubuh itu berisi air seni alien dari planet Pluto, atau pelumas roda Megatron sekalipun. Masyarakat tidak akan pernah tau. Masyarakat akan terima. Yang penting sehat. Peduli amat untuk menanyakan kandungan isinya.
Hingga akhirnya, ditangan petugas medis lah filter terakhir yang memastikan seluruh aspek keamanan vaksin tersebut. Dari mulai memastikan kualifikasi produsen, distributor, kemasan, tanggal kadaluarsa, nomor batch, dan lain sebagainya.
Sampai kapanpun, masyarakat masih akan sangat sulit untuk mengetahui perbedaan vaksin dengan kandungan asli, dan mana yang bukan. Kecuali mereka bertanya pada si-Valak.
Ya, Valak.