Mohon tunggu...
Adrin Ma'ruf
Adrin Ma'ruf Mohon Tunggu... Dokter Hewan -

Dokter Hewan yg cinta menulis, dan berkarya.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyambut Gerhana Matahari

8 Maret 2016   01:30 Diperbarui: 8 Maret 2016   02:03 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Penampakan menjelang gerhana matahari"][/caption]Seuah fenomena alam yang langka, gerhana matahari total 9 Maret 2016 yang terlihat di beberapa daerah di Indonesia menjadi momen yang sayang untuk dilewatkan. Terlebih, daratan yang bisa menyaksikan fenomena langka ini hanya Indonesia. Gerhana matahari adalah suatu keadaan dimana Bulan terletak persis di antara Bumi dan Matahari. Negara kita cukup “beruntung” bisa merasakan dan mengalami lagi fenomena alam langka ini. Tidak semua negara dapat meiihat fenomena alam luar biasa ini. Bagi mereka yang besar tahun 1980-an, bulan depan adalah kesempatan kedua dan mengkin terakhir kali melihat ini, mengingat siklus gerhana matahari total (GMT) sekitar 25 tahun sekali.

Namun, sebagian warga masih takut menyaksikan karena khawatir mata rusak atau mengalami kebutaan setelah melihat gerhana. Trauma perisitiwa GMT ini pernah terjadi pada Sabtu, 11 Juni 1983, ketika pemerintah memaksa rakyat berdiam dalam rumah dengan alasan cahaya gerhana matahari bisa membutakan mata, Benarkah?

Anatomi dan fungsi mata

Secara umum, mata terdiri dari kelopak mata, kornea, (lapisan terluar bola mata), Iris (selaput pelangi), pupil (anak mata), lensa, dan retina (saraf mata). Manusia dapat melihat objek apabila ada cahaya masuk melewati kornea, diteruskan ke pupil, difokuskan oleh lensa, dan diterima oleh retina.

Retina adalah lapisan paling dalam yang berfungsi menerima cahaya dan mengantarkannya ke otak. Cahaya diolah sehingga membentuk bayangan. Retina bekerja seperti film di kamera. Zaman dulu, kalau kita membuka kamera yang masih terisi film di daerah terbuka, film akan terbakar dan tidak bisa dicetak. Retina kita pun akan “terbakar” jika terlalu banyak terpapar sinar. Retina adalah bagian mata yang paling penting. Selama retina sehat, kita bisa mengoperasi dan mengobati bagian mata lain yang rusak untuk mengoptimalkan penglihatan. 

Sebaliknya, apabila retina rusak, walaupun bagian mata lain masih dalam keadaan baik, penglihatan kita tidak akan normal lagi. Mata tidak bisa menerima cahaya yang berlebihan. Jika ada sinar belebihan, mata akan menyipit, kelopak mata akan turun untuk mengurangi sinar yang masuk. Mekanisme selanjutnya, iris akan berkontraksi sehingga pupil akan mengecil. Hal ini juga akan mengurangi sinar yang masuk.

Retina terdiri dari miliaran sel-sel yang sensitif terhadap sinar, yang memungkinkan kita bisa melihat warna, bentuk, dan lainnya. Namun, jika sinar (matahari) masuk berlebihan, retina mata kan mengeluarkan suatu zat kimia yang dapat merusak sel-sel saraf di retina. Keadaan ini dapat mengakibatkan kebutaan permanen. Kerusakan mata akibat sinar matahari disebut Solar retinopathy, dan kerusakan mata akibat melihat matahari saat gerhana disebut solar eclipse retinopathy.

Solar retinopathy terjadi apabila kita menatap matahari dengan mata telanjang dan dalam waktu lama. Kondisi ini menimbulkan kerusakan retina yang parah tanpa rasa sakit atau nyeri sehingga dalam beberapa kasus penderita tidak menyadarinya. Gejalanya adalah ada titik hitam pada pandangan mata (skotoma). Selain itu bisa terjadi metamorphopsia atau melihat garis lurus menjadi bengkok dan benda jadi lebih besar atau kecil dari ukuran normal, gangguan penglihatan warna, silau, dan sakit kepala. Masalah ini ada satu hari sampai sebulan melihat gerhana. Keluhan umumnya di kedua mata. Dalam beberpa kasus, pasien mengalami kerusakan mata permanen berupa menurunnya fungsi penglihatan dan titik hitam permanen.

Saat gerhana, bumi “kehilangan” sinar matahari sementara. Namun, pada dasarnya sinar matahari saat gerhana tidak ada bedanya dengan sinar matahari biasa. Panjang gelombang sinar ultraviolet yang masuk ke Bumi dan mata kita tetap tidak berubah.

Sinar ultraviolet

Apakah sinar matahari aman buat kita? Sinar matahari mengemisikan beberapa jenis sinar sesuai panjang gelombang. Sebagai contoh, Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang 100-400 nm, visbile light/sinar yang terlihat mata mempunyai panjang gelombang 400-700 nm, dan infrared dengan panjang gelombang >700 nm. Mata kita hanya bisa menangkap sinar dengan panjang gelombang 400-700 nm. Sinar infrared dapat kita rasakan sebagai sensasi panas atau hangat, sedangkan sinar ultraviolet tidak dapat dilihat manusia.

Sinar ultraviolet (UV) ada tiga tipe, yaitu UV A (aging). UV A dapat masuk  kekulit bagian dalam dan menjadi faktor resiko penuaan dini, katarak, dan degenerasi retina. Tipe kedua adalah UV B (burning). Radiasi UV B lebih kuat dibanding UV A. UV B lebih banyak mengenai kulit bagian luar dan mengakibatkan kulit terbakar, dan kanker kulit. Dan tipe ketiga adalah UV C, merupakan tipe yang paling berbahaya, dan untungnya tipe ini tidak dapat mencapai permukaan bumi karena terserap oleh atmosfer.

Level ultraviolet juga dipengaruhi letak geografis, ketinggian, dan waktu. Daerah tropis dekat khatulistiwa adalah daerah dengan level ultraviolet tertinggi. Makin tinggi lokasi, makin tinggi pula level ultraviolet. Level ultraviolet paling tinggi pada pukul 10.00-14.00, awan tidak mempengaruhi level sinar ultraviolet. Walaupun mendung resiko akibat ultraviolet tetap tinggi. Meski demikian, kasus kerusakan retina (solar retinopathy) sangat jarang terjadi, karena jarang sekali ada orang yang secara sadar menatap sinar matahari lama-lama. Pada beberapa kasus orang yang terkena pengaruh narkotika dapat terkena solar retinopathy karena dalam keadaan tidak sadar menatap sinar matahari langsung.

Reaksi Mata

Sinar matahari memang berbahaya, namun tubuh kita mempunyai mekanisme melindungi mata dengan menyempitkan kelopak mata dan mengecilkan pupil mata. Mekanisme perlindungan ini tidak bekerja jika berada di daerang dengan sinar kurang. Saat gerhana matahari, sinar matahari tertutup bulan. Saat kita menatap fenomena itu, mata kita akan bereaksi seperti kita berada dalam kondisi gelap atau redup.  Kelopak mata akan terbuka dan pupil melebar untuk menangkap cahaya sebanyak mungkin. 

Hanya saat totalitas gerhana itu, ketika korona matahari tampak, mata bisa menatap matahari tanpa filter pengurangan intensitas cahaya matahari. Pemakaian filter membuat korona tidak terlihat. Korona hanya tampak saat gerhana matahari total, dan amat lemah kecerlanganya sehingga aman ditatap langsung mata.

Namun fase totalitas gerhana nanti di sejumlah tempat di Indonesia hanya 1,5-3 menit saja. Saat Bulan bergeser dan Matahari mendadak bersinar lagi, mata kita berada dalam kondisi pertahanan yang kurang. Kalau tidak hati-hati, dapat menyebabkan solar retinopathy. Pergeseran bulan setelah totalitas gerhana terjadi secara perlahan, tidak mendadak. Namun, perunbahan cepat dalam hitungan detik itu kurang disadari pengamat yang terpesona melihat matahari. Jadi bukan gerhananya yang membahayakan mata, tetapi intensitas tinggi sinar mataharilah yang menyebabakan kerusakan pada mata.

Menikmati Gerhana

Kabar baiknya, gerhana matahari tetap dapat dinikmati tanpa mengorbankan kesehatan mata. Oleh karena itu, menyaksikan gerhana matahari ada tipsnya. Gunakan alat yang dilengkapi dengan filter ultraviolet menjelang dan sesaat sesudah gerhana matahari total. Pastikan alat bisa memproteksi panjang gelombang 100-400 nm. Perlu dicermati penggunaan kacamata hitam sembarangan yang tidak bisa menyaring sinar ultraviolet berbahaya karena pupil mata membesar akibat akibat pandangan gelap dari kacamata. Konsekuensinya paparan sinar ultraviolet ke retina semakin besar.

[caption caption="Mengambil gambar gerhana matahari"]

[/caption]

Sedangkan untuk memotret gerhana matahari nanti, ada beberapa tips khusus yang harus dipahami. Menurut Arbain Rambey (ahli fotografi indonesia) memotret gerhana matahari total membutuhkan pemahaman teknis lebih dari pemotretan biasa. Secara umum, sehari-hari, kita memotret memanfaatkan pantulan cahaya matahari. Namun saat gerhana matahari, baik total maupun sebagian, mataharilah yang kita potret. Adapun poin-poin penting :

  1. Jika  mau memotret fokus, pada proses gerhananya, dengan kamera “fullframe”, lensa yang dipakai minimal lensa 600 mm. Kalau kamera APSC, minimal 400 mm.
  2. Apabila tidak memiliki lensa tele, pemotretan gmt bisa dilakukan seperti foto contoh, yaitu dengan memasukan sebuah “landmark”. Pemotretan tipe ini membutuhkan lokasi dengan bangunan khas, dan pemotretan dilakukan saat matahari tertutup sebagian. Saat matahari tertutup penuh “landmark” tak bisa dibedakan dengan suasana sekitarnya yang sama-sama hitam. Saat matahari terbuka “landmark” dan matahari tak mungkin sama-sama tampak sebab beda pencahayaanya sampa 15 stop.
  3. Pelajari lokasi terbaik pemotretan sebelum hari-H pergerakan matahari pada 8 maret relatif persis dengan pergerakan 9 maret. Jangan samapi saat memotret, anda menjumpai bahwa mataharinya ternyata tertutup bangunan.
  4. Saat matahari masih terbuka, pemotretan harus dilakuakn dengan bantuan filter neutral density (ND), minimal ND 400.
  5. Kini filter ND tinggi sudah ada yang ND 100.000, dan di jakarta bisa didapatkan di toko-toko kamera besar.
  6. Gunakan tripod karena pemotretan bisa berlangsung lebih dari dua jam.
  7. Memotret saat terbuka membutuhkan filter ND. Bila ND 1000 yang dipakai, dengan ISO 100, anda butuh f/22 dan kecepatan (speed) /1000. Namun, saat fase totalitas gerhana, filter ND tersebut harus dibuka dan ISO pun harus dinaikan. Saat puncak gerhana itu, dengan ISO 800 pun, anda harus memilih kecepatan sedang (sekitar 1/125 detik) dengan bukaan diafragma tidak terlalu kecil (antara 4-5,6). Selisih kecerahan saat matahari terbuka penuh dan saat puncak gerhana bisa mencapai 15 sampai 18 stop. Memotretlah dengan “bracketing” alias beberapa pilihan. Dengan kamera digital, anda langsung bisa mengecek hasilnya untuk menambah atau mengurangi eksposure pilihan.
  8. Perhatikan jadwal-jadwal terjadinya gerhana yang sudah ada disejumlah surat kabar, yaitu tentang kontak pertama 9saat piringan bulan  menyentuh matahari) samapai dengan kontak keempat (saat bulan “meninggalkan matahari sepenuhnya).
  9. Atur waktu kamera anda seakurat mungkin, yang akan memudahkan anda mengamati foto pasca pemotretan. Mengatur waktu di kamera, terbaik dengan mencocokan kepada waktu operator seluler yang ada di telepon seluler anda.  Contoh, saat waktu telepon menujukan 10.10, pasang waktu kamera anda pada 10.11 tetapi jangan tekan ‘ENTER” dulu. Tepat saat waktu telepon berganti jadi 10.11, saat itulah anda menekan tombol “ENTER”.
  10. Ingat, saat tidak memotret, tutup lensa anda dengan penutup. Cahaya matahari yang menyinari terus secara kontinyu bisa membakar sensor kamera anda, Jepret, tutup, Jepret, tutup, dan seterusnya...
  11. Jangan terlalu irit dalam memotret. Memotret kontak pertama rak mungkin  didapat dari satu jepretan saja. Demikian pula pemotretan kontak kedua dan seterusnya.

Tips lokasi pengamatan :

  1. Pilih lokasi pengamatan yang memiliki medan pandangan yang luas dan beabs ke arah  Matahari, bebas dari pohon, gunung, atau bangunan.
  2. Khusus di Indonesia Barat, cari lokasi yang bisa memandang terbitnya matahari, karena gerhana mulai sesaat setelah matahari terbit.

Tips memilih kacamata gerhana :

  1. Pastikan filter kacamata memiliki nilai “neutral density” 5 (ND5) alias mampu mengurangi intensitas cahaya matahari hingga 100.000 kali.
  2. Hati-hati kacamata gerhana palsu, beli di toko resmi.
  3. Jangan gunakan kacamata hitam, klise foto atau foto rontgen karena kemampuannya mengurangis intensitas sinar matahari kecil.
  4. Jika ND5 filter sulit didapat, bisa diganti dengan film hitam putih Kodak T Max asa 100 (hanya seri ini) yang dibakar atau diekspos di bawah sinar matahari lalu dicuci cetak.
  5. Ingat!! Meskin memakai kacamata matahari, jangan menggunakannya terus-menerus. Sekali penggunaan 2-3 menit, setelah itu istirahatkan mata untuk melihat matahari kembali.

Tips batasan pengamatan yang perlu diingat :

  1. Jangan melihat matahari langsung tanpa filter, baik saat gerhana maupun tidak gerhana
  2. Matahari hanya dapat dilihat langsung saat fase gerhana total yang berlangsung selama beberapa menit.
  3. Jelang totalitas gerhana matahari berakhir, segera pakai kembali filter karena perubahan gelap menjadi terang yang cepat tidak dapat direspon pupil mata sehingga dapat merusak retina
  4. Cahaya dengan instensitas tinggi seperti sinar matahari, bisa meruspak atau membakar retina mata
  5. Kerusakan retina mata mengakibatkan penglihatan kabur untuk beberapa saat hingga buta permanen.
  6. Segera temui dokter mata apabila ada keluhan mata pasca gerhana matahari.

 Selamat menikmati fenomena alam yang luar biasa ini.

Sumber :

Agustawan, Referano, 2016. Gerhana dan Gangguan Mata. Kompas : Edisi Rabu, 2 Maret 2016.

Ilustrasi 1

 Ilustrasi 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun