Mohon tunggu...
Adrin Ma'ruf
Adrin Ma'ruf Mohon Tunggu... Dokter Hewan -

Dokter Hewan yg cinta menulis, dan berkarya.....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Efektifkah Kebiri Predator Anak?

22 Oktober 2015   14:07 Diperbarui: 22 Oktober 2015   17:33 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, perlu diingat bahwa kasus pedofil atau predator anak adalah suatu rangkaian sistem yang berkesinambungan. Menurut Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, kasus pedofilia juga diakibatkan oleh penelantaran anak oleh orang tua. Dari laporan kasus dipelajari bahwa sekitar 50% korban pedofil merupakan keluarga yang melangalami perceraian, 30% keluarga yang mengalami penalakan (broken home), dan sisanya lain-lain. Dari peristiwa penelantaran anak inilah, kemudian dapat disimpulkan bahwa orang tua lalai mengasuh anaknya, sehingga anaknya pergi dari lingkungan keluarga ke lingkungan luar untuk mencari perhatian dan kasih sayang. Nah, di titik inilah kemudian, pelaku-pelaku pedofil mengambil peran.

Hal yang lebih memilukan lagi adalah, peristiwa pedofilia merupakan peristiwa yang dapat terjadi secara berantai. Dalam hal ini korban pedofil dapat menjadi pelaku pedofil selanjutnya, sama seperti halnya korban sodomi dapat berubah menjadi pelaku sodomi selanjutnya.

Ide pengebirian predator anak, merupakan usulan yang baik di tengah krisis kekerasan seksual pada anak untuk mencegah dan memberi efek jera pada pelaku. Namun di sini pemerintah harus mengonsultasikannya terlebih dahulu usulan pembentukan Undang-Undang Pidana Kekerasan Seksual kepada para ahli medis.

Menurut saya, hukuman kebiri dipertimbangkan berdasarkan tingkat keparahan tindakan pelaku. Hukuman atau sanksi pindana pelaku kekerasan seksual memang perlu direvisi lagi, dan pengebirian statusnya hanya sebagai hukuman pemberat saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun