Mohon tunggu...
D.Ivi
D.Ivi Mohon Tunggu... Konsultan - Mengurai Wacana Lewat Tulisan

Jangan Biarkan Pikiranmu Liar,Ikatlah Dia dengan Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyoal Isu Petisi Tolak Beach Club Raffi Ahmad: Dampak Pariwisata Tak Berkelanjutan Pada Ekosistem dan Pemberdayaan Ekonomi Lokal

12 Juni 2024   08:54 Diperbarui: 12 Juni 2024   09:13 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Industri pariwisata semakin berkembang di seluruh belahan dunia dengan kontribusi ekonomi yang signifikan dan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahun. Data dari Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) menunjukkan bahwa pada tahun 2019, tercatat lebih dari 1,5 miliar kunjungan turis internasional. Indonesia, sebagai salah satu destinasi pariwisata utama di Asia Tenggara, juga mengalami pertumbuhan yang pesat dalam industri pariwisata. Sementara Pada tahun 2022, data kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mencapai 5,12 juta kunjungan, menurut laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Meskipun dalam  konteks nasional, pariwisata merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Namun, pertumbuhan pariwisata yang tidak terkendali dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup . Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pembangunan destinasi wisata adalah dampak dari pembangunan resort terhadap ekosistem lokal dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar.

Bagaimana seharusnya hubungan antara pembangunan resort, keberlanjutan lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat bisa seimbang?

 Salah satu contoh yang menjadi sorotan hangat  adalah isu petisi tolak pembangunan beach club oleh pesohor Raffi Ahmad yang saat ini sedang bergulir. Mari kita telusuri lebih lanjut mengenai isu ini dan dampak dari pariwisata tak berkelanjutan pada ekosistem dan ekonomi lokal.

Isu pembangunan beach club yang diinisiasi oleh selebriti yang dijuluki Sultan Andara ini  telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. Lokasi  beach club yang rencananya akan di bangun di Kawasan Area Hutan, Ngestirejo, Kec. Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang kaya akan Karst, menimbulkan polemic yang semakin di bergulir.

Pembangunan resort di kawasan yang kaya akan karst seperti di Gunung Kidul, Yogyakarta dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap ekosistem lokal. Kawasan karst merupakan ekosistem yang rentan dan memiliki keunikan ekologis yang perlu dijaga.Kawasan Karst Gunung Kidul adalah salah satu Kawasan ekologi yang dilndungi oleh UNESCO

Karst merujuk pada bentuk topografi yang terbentuk akibat pelarutan batuan kapur, gamping, atau dolomit oleh air hujan yang mengandung asam karbonat. Proses ini menciptakan gua-gua, terowongan bawah tanah, lembah curam, dan formasi geologi unik lainnya.

Fungsi dan Manfaat  Karts bagi Ekosistem

Kawasan karst sering kali menjadi habitat bagi spesies-spesies tumbuhan dan hewan yang langka dan endemik. Selain itu, Kawasan Karst berperan sebagai sumber air tanah yang penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia dan hewan.Beberapa kawasan karst juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai sumber daya mineral.

Dampak Pembangunan Resort di Kawasan Karst

  • Kerusakan Ekosistem
  • Pembangunan resort dapat menyebabkan kerusakan habitat alami, mengancam keberlangsungan hidup spesies endemik, dan merusak keindahan geologi kawasan karst

2.Peningkatan Tekanan Lingkungan

 Peningkatan aktivitas manusia dan infrastruktur yang dibangun untuk resort dapat menyebabkan peningkatan polusi, penggundulan hutan, dan gangguan terhadap ekosistem.

Dalam kasus isu pembangunan beach club Raffi Ahmad di Kawasan kaya Karst Gunung Kidul Yogyakarta, Para aktivis lingkungan dan sebagian masyarakat lokal turut menolak proyek ini karena potensi dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup, terutama terhadap ekosistem pantai yang rapuh.

Dari kasus ini dapat ditarik benang merah permasalah bahwa para  stakeholder yang "bermain" dalam tatanan kebijakan  seakan mengabaikan konsep pariwisata berkelanjutan secara paripurna. Saya tidak tahu apakah memang mereka  tahu atau pura-pura tidak tahu?

Konsep  Pariwisata Berkelanjutan

Untuk menciptakan destinasi pariwisata yang berkelanjutan, konsep Sustainable Tourism atau pariwisata berkelanjutan dapat menjadi pedoman.

Pariwisata berkelanjutan, atau sustainable tourism, merujuk pada pendekatan pariwisata yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata dapat bertahan dalam jangka panjang tanpa merusak sumber daya alam, budaya lokal, atau kesenjangan sosial.

Menurut Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO), pariwisata berkelanjutan berfokus pada lima area utama: pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, perlindungan warisan budaya dan nilai lokal, distribusi manfaat ekonomi yang adil, partisipasi masyarakat lokal, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Lokal

Di sisi lain, kita tidak menampik  bahawa pembangunan resort juga memiliki potensi untuk memberdayakan ekonomi masyarakat lokal. Dengan adanya resort, masyarakat sekitar dapat memiliki peluang untuk bekerja sebagai karyawan resort, menyediakan barang dan jasa, atau bahkan menjadi mitra bisnis. Namun, pemberdayaan ekonomi masyarakat harus dilakukan secara inklusif dan berkelanjutan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dalam hal ini kiranya semua stakeholder wajib memahami konsep pembangunan pariwisata secara komporehensif dalam lima aspek tadi.Dua  Isu sentral dalam konteks pembangunan Beach Club di Gunung Kidul ini adalah bagaimana menerapkan konsep  keseimbangan ekosistem di tengah manfaat perbedayaan ekonomi lokal ke depan. Konsep pembangunan destinasi pariwisata berkelanjutan (sustainable  tourism) harus memperhatikan keseimbangan antara pengembangan pariwisata, pelestarian lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Landasan Perundang-Undangan

Dalam konteks perlindungan lingkungan dan pariwisata berkelanjutan, beberapa dasar hukum perundang-undangan yang relevan di Indonesia adalah sebagai berikut:

  • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan: Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata dilakukan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan hidup.
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Pasal 1 ayat (14) mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, kondisi, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya
  • Meskipun UU Nomor 32 Tahun 2009 tidak secara spesifik mengatur tentang pariwisata berkelanjutan, prinsip-prinsip dan ketentuan dalam Undang-Undang tersebut dapat menjadi pedoman bagi pengelola pariwisata dalam menjaga lingkungan hidup secara berkelanjutan. Peran serta pemerintah dan semua pihak terkait dalam menjalankan prinsip-prinsip ini sangat penting untuk mendukung pembangunan pariwisata yang berkelanjutan di Indonesi
  • Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil: Pasal 23 ayat (1) mengatur bahwa kegiatan pariwisata di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah: Pasal 362 ayat (1) mengatur bahwa pemerintah daerah memiliki tugas dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Dampak Pariwisata Tak Berkelanjutan

Pariwisata tak berkelanjutan dapat merusak ekosistem pantai, mengancam keberlanjutan sumber daya alam, serta menganggu kehidupan masyarakat lokal. Akibatnya, pelaku pariwisata harus bertanggung jawab dalam mengelola pariwisata secara berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup.

Dengan dasar hukum yang telah dijelaskan di atas, pemerintah dan pelaku pariwisata diwajibkan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam pengembangan pariwisata agar dapat berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Komitment penegakan hukum dan penerapan regulasi ini diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat dalam memastikan pariwisata berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Membangun destinasi pariwisata tidak boleh dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak eksternal yang mungkin timbul, baik terhadap ekosistem maupun pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.

Melalui pendekatan berkelanjutan, pembangunan resort dapat menjadi sumber daya yang memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan, masyarakat, dan industri pariwisata secara keseluruhan. Dengan komitmen untuk menjaga keseimbangan antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi, destinasi pariwisata yang berkelanjutan dapat menjadi model bagi pengembangan pariwisata yang tangguh di masa depan***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun