Mohon tunggu...
Hasanudin Abdurakhman
Hasanudin Abdurakhman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bukan siapa-siapa. Hanya seorang penulis. Blog saya yang lain: http://berbual.com http://budayajepang.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Nandemo Yaru

29 September 2015   06:56 Diperbarui: 29 September 2015   12:32 1596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber: Dokumen Pribadi."][/caption]Di suatu Hari Sabtu di akhir bulan Mei 2011 perusahaan tempat saya bekerja dulu kedatangan tamu penting. Dia adalah Takashi Suzuki, Presiden Director ST Coproration, Jepang. Perusahaan tersebut adalah produsen peralatan rumah tangga terkenal di Jepang. Waktu saya masih tinggal di Jepang, saya sering melihat iklan produk-produk perusahaan ini di TV. Dulu tak pernah terpikirkan bahwa saya akan bertemu dengan petingginya suatu hari kelak. Perusahaan ini kini merupakan pelanggan baru kami. Mereka menyerahkan pelaksanaan produksi satu produk baru ke kami. Hari itu produksi perdana dilaksanakan, dan tamu saya tadi secara khusus datang dari Tokyo untuk melihatnya.

Hari sebelumnya teman sekantor saya, orang Jepang, secara khusus meminta saya masuk kerja pada Hari Sabtu itu. Biasanya hari Sabtu saya memang libur. Kata teman saya tadi, presiden director tadi telah berpesan khusus meminta saya hadir, karena ingin bertemu. Saya anggap itu sebagai candaan saja. Tanpa diminta pun hari itu saya sudah berniat hadir, karena ini adalah momen yang sangat penting bagi kami.

Hari itu sesuai jadwal tamu itu datang. Di pintu masuk kantor kami menunggu. Saya bersama tim perusahaan, dan kolega kami dari ST Coporation yang terlibat dalam proses produksi di tempat kami. Dari mobil turun seorang lelaki tua, berumur sekitar 70 tahun, langkahnya sudah agak tertatih. Turun dari mobil dia berdiri sejenak, seakan mencoba mencari keseimbangan pijakan, lalu menebar pandangan ke arah kami, para penyambutnya. Lalu dia berkata, "Yang mana yang bernama Hasan?"

Segera saya maju, membungkuk memberi hormat dengan cara Jepang (ojigi), dan memperkenalkan diri. Saya serahkan kartu nama. Dia dengan tangan gemetar khas orang tua, mengeluarkan kartu nama, bertukar kartu dengan saya. "Suatu kehormatan saya bisa bertemu dengan Anda. Hasan Sensei. Mohon maaf saya sampai meminta Anda masuk kerja di hari libur begini. Tapi saya harus bertemu Anda. Kalau tidak sekarang maka berarti saya harus datang lagi lain kali. Jadi sekali lagi maaf karena telah merepotkan Anda." katanya penuh basa-basi. Dia memanggil saya "sensei", panggilan kehormatan bagi guru, profesor, dokter, di Jepang. Dulu saya memang pernah menjadi sensei di Jepang.

Setelah beristirahat sejenak saya pandu tamu saya itu melihat proses produksi di pabrik kami. Sepanjang perjalanan meninjau produksi itu dia berkali-kali mengucapkan terima kasih dan memuji saya. "Saya sering makan bersama Kaicho, dan dia banyak bercerita tentang Hasan Sensei. Staf-staf saya yang selama ini bekerja sama dengan Sensei juga banyak melaporkan tentang Sensei pada saya. Saya senang sekali bisa bertemu dengan Sensei." katanya. Kaicho itu adalah sebutan untuk chairman di perusahaan induk kami di Jepang.

Beliau ini dalam berbagai kesempatan memang sering memuji-muji saya. Dan kalau memanggil saya sering dengan nada bercanda menyebut saya "Professor Hasan". Hari itu tamu saya nyaris melupakan orang-orang lain yang hadir di situ, fokus untuk berbicara dengan saya, padahal ada dua orang Jepang teman saya sekantor yang juga hadir di situ. Ketika tamu tersebut pulang, teman saya sampai meledek, "Jadi bagaimana tadi, sudah deal untuk pindah kerja ke ST?"

Saya menikmati hari itu. Bukan sekedar karena dipuji. Tapi karena proses panjang persiapan produksi produk baru telah dimulai. Artinya, apa yang selama ini saya rintis bersama seluruh tim di perusahaan kami, mulai menampakkan hasil. Masih ada tantangan besar, memastikan kami bisa membuat produk sesuai jadwal, juga sesuai standar kualitas yang diminta. Tapi hari itu setidaknya kami bisa bernafas lega, karena satu tahap penting sudah berhasil kami lewati.

+++

Proses persiapan untuk produksi produk baru ini dimulai tahun lalu, sekitar bulan Oktober. Saya diberitahu bahwa akan ada tamu dari perusahaan tadi. Tujuannya menjajaki kemungkinan membuat produk mereka di perusahaan kami. Saya diberi tahu bahwa mereka akan mengunjungi sebuah perusahaan filler yang biasa mengerjakan pesanan mencampur bahan dan mengisikannya ke dalam kemasan, atas pesanan pemilik merk dagang. Rencananya dalam produksi nanti perusahaan kami membeli kantong (pouch) yang sudah diisi cairan pewangi dari perusahaan filler tadi, dan membeli botol dari perusahaan pembuat botol PET. Perusahaan kami sendiri akan membuat tutup dan asesori botol, mengisinya dengan bead polimer, dan mengemas produk hingga menjadi produk jadi untuk diekspor ke Jepang. Perusahaan filler tadi diperkenalkan oleh perusahaan Jepang lain kepada tamu kami itu.

Setelah mengunjungi perusahaan tadi saya langsung tahu bahwa perusahaan ini mustahil dijadikan partner. Ini perusahaan kecil, manajemennya masih sangat sederhana. Fasilitasnya juga sangat terbatas. Tapi tanpa partner perusahaan filler, mustahil kami bisa melayani calon pelanggan ini. Di akhir kunjungan saya janjikan untuk mencari partner lain. Lalu tamu kami itu kembali ke Jepang.

Saya kemudian mencari perusahaan filler lain. Tamu saya sebelumnya menjelaskan bahwa salah satu syarat terpenting adalah perusahaan tersebut harus punya instalasi permurni air (RO) yang menghasilkan air dengan konduktivitas di bawah 5 mikro Siemens. Saya sama sekali awam dalam soal ini, tapi saya coba mencari. Saya temukan sebuah perusahan yang cukup besar, dan manajemennya juga terlihat rapi. Tapi saya waktu itu tidak diberi kesempatan untuk meninjau fasilitas, karena ada policy yang membatasi orang luar untuk melihat fasilitas mereka, dalam rangka menjaga kerahasiaan produk pelanggan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun