والموجود هو الشيء الكائن الثابت. وقولنا شيء إثبات، وقولنا ليس بشيء نفي. قال الله تعالى: " قل أيّ شيء أكبر شهادة قل اللّه " وهو سبحانه موجود غير معدوم. الإنصاف للباقلاني - (1 / 2)
Maujud berarti sesuatu yang ada dan tetap. Perkataan "Syai'un" berfaedah itsba>t (menetapkan), sementara klausa "laisa bisyai'in" berarti "penegasian". Firman Allah swt. Qul Ayyu Syai'in Akbaru Syaha>datan, Qulillah" (QS. al-An'am/6: 19) berarti bahwa Allah swt. adalah dzat yang Maujud (ada/tetap) bukan tiada.
Penjelasan imam al-Baqillani di atas secara eksplisit mengakomodir penisbatan kata Maujud kepada Allah swt, khususnya dalam konteks ikhbar. Allah Maujud berarti Allah adalah dzat yang Maha Ada dan tetap dan mustahil tiada (ma'dum).
Senada dengan penjelasan di atas, Ibnu Hajar al-'Asqalani (773 -- 852 H) dalam Kitab Fathul Bari syarah Shohih Bukhari saat mengomentari QS. Qul Ayyu Syai'in Akbaru Syahadatan, Qulillah" (QS. al-An'am/6: 19) memberikan komentar:
فتح الباري لابن حجر - (20 / 493)
قُلْ أَيّ شَيْء أَكْبَر شَهَادَة ؟ قُلْ اللَّه . فَسَمَّى اللَّه تَعَالَى نَفْسه شَيْئًا
.
Pada ayat ini Allah swt menyebut dirinya sendiri dengan term "syai'.
Lebih lanjut beliau menguraikan:
عَلَى أَنَّ لَفْظ شَيْء يُطْلَق عَلَى اللَّه تَعَالَى وَهُوَ الرَّاجِح أَيْضًا ... إلى أن قال... وَالشَّيْء يُسَاوِي الْمَوْجُود لُغَة وَعُرْفًا
Lafaz Syai' pada ayat diatas digunakan untuk merujuk kepada Allah swt. dan itulah pendapat yang rajih ... kata syai' sama dengan lafaz Maujud, baik secara kebahasaan ataupun penggunaan secara 'uruf.
Baik al-Baqillani maupun Ibnu hajar al-Asqalani dengan tegas menisbatkan kata maujud untuk sebagai penjelas dari dzat Allah swt, dan keduanya menyandarkan pandangannya ini pada pemahaman terhadap QS. al-An'am/6: 19.