Mohon tunggu...
Abdullah Alhadad
Abdullah Alhadad Mohon Tunggu... Guru - Semuanya bercerita tentang cara bertahan hidup, dan menjadi pribadi yang bermanfaat adalah cara hidup dalam keabadian

Seorang Guru Informatika di Jenjang SMP, Penulis, Blogger, dan Praktisi IT

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dewasa dalam Ruang Lingkup Informatika

8 Mei 2023   11:13 Diperbarui: 8 Mei 2023   11:35 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsekuensi menjadi dewasa (sumber : pixabay.com)

Sering kali saya gusar ketika di internet mendapati konten dengan keterangan dewasa. Saya faham ketika hal tersebut adalah bagian dari upaya pembatasan konten agar tidak di akses sembarangan. Akan tetapi, apakah realitanya demikian ? jadi untuk apa sebenarnya keterangan dewasa atau 18+ dalam sebuah konten tersebut ? Apakah usia matang menjadi sebuah "ijin" bagi kita untuk melakukan perbuatan "terlarang"?

Menjadi Dewasa

Dewasa adalah sebuah fase yang niscaya pasti dialami oleh seluruh manusia, setidaknya secara usia dan hukum. Dalam tatanan syariat Islam misalnya, kita mengenal dengan istilah akil baligh. Sebuah fase dimana seorang muslim sudah dianggap dewasa dan sanggup untuk menerima konsekuensi dari amalnya.

Begitupun dalam hukum, dewasa adalah ketika usia seseorang telah menginjak usia 18 tahun atau telah menikah. Status dewasa bisa diliihat dari tanda identitas yang telah ia miliki dan tentu saja itu berdampak dengan konsekuensi hukum yang akan ia terima. Misalnya, kepemilikan SIM, dan konsekuensinya adalah ia berhak mengendarai kendaraan sesuai jenis SIM-nya, dan wajib mengikuti aturan. Jika ada pelanggaran maka pemilik SIM siap menerima sanksi tilang atau bentuk sanksi lainnya. 

Dari sini kita bisa memahami, bahwa dewasa dalam pengertian secara syariat dan hukum memiliki persamaan. Yaitu batas seseorang siap menerima konsekuensi. Artinya, dewasa ini adalah fase dimana orang tersebut faham dan mengerti dampak dari setiap aktivitas yang ia lakukan.

Kembali ke pertanyaan diatas, dewasa bukan legalitas dari perbuatan tidak pantas. Misalkan, apakah dengan usia 18 tahun lantas kita boleh menonton video porno ? bukan seperti itu, artinya ketika kita berusia 18 tahun kita harus paham bahwa menonton video porno itu bisa merusak baik fisik maupun mental. Begitupun dengan merokok, ketika bertuliskan 18 tahun tidak menjadikan kita (atau paru-paru kita) lantas siap menerima hembusan asap rokok, TIDAK SEPERTI ITU.

Perihal Konsekuensi

Ada beberapa konsekuensi yang harus ditanggung oleh seseorang yang telah dewasa, diantaranya,

1. Hukum

Jika berbuat baik dan benar berdasarkan hukum, maka orang dewasa ini akan menjalani hidup dengan aman, nyaman dan tentram, dan bahkan tidak menutup kemungkinan mendapatkan anugerah prestasi atau penghargaan dari pemerintah. Sebaliknya, jika melanggar ada konsekuensi hukum yang telah di atur oleh Undang-undang atau alat hukum lainnya. Hukuman ini bisa berupa penahanan, denda atau bentuk lainnya.

2.  Syariat agama

Saya tidak begitu yakin dengan agama yang lain, tapi mungkin memiliki konsep yang sama, yaitu apabila berbuat benar dan baik maka akan mendapat pahala dan di akhirat nanti akan mendapat kebahagiaan yang kekal berupa surga. Begitupun sebaliknya, setiap pelanggaran akan mendapat dosa dan akan dimasukan kedalam neraka.

3. Sosial masyarakat

Kondisi ini berdasarkan adat istiadat, norma atau kebiasaan sopan santun yang berlaku disetiap wilayah tertentu. Sehingga memungkinkan bahwa setiap wilayah akan memiliki aturan-aturan yang berbeda. Tapi, kemungkinan apabila ada pelanggaran maka akan berlaku hukum adat, atau minimal penilaian buruk (public enemy) ditengah-tengah masyarakat. Dan apabila berbuat baik dan benar, maka tidak menutup kemungkinan ia akan menjadi tokoh panutan yang dihormati di tengah-tengah masyarakat.

Dewasa secara Digital

Oleh karena itu, aktivitas dalam kehidupan baik di dunia nyata ataupun maya, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Ini sebagai bentuk bukti bahwa kita telah dewasa. Perhatikan bahwa sikap ini pada akhirnya, bukan masalah angka usia. Tidak sedikit ada orang-orang yang mungkin masih dibawah 18 tahun tapi sudah menunjukan kesadaran dan sikap yang bertanggung jawab. Pun sebaliknya, ada pula yang berusia lebih matang tapi belum bisa memperlihatkan sikap kedewasaan.

Pemerintah, sosial masyarakat dan syariat pun turut hadir di dunia digital untuk memberikan batasan-batasan bagi manusia agar dirinya beraktivitas secara sadar dan bertanggung jawab. Terlebih aktivitas digital ini memungkinkan seseorang untuk bersembunyi di balik akun anonim. Tindakan dan sikap yang merusak dan tidak bertanggung jawab seringkali dilakukan dengan anggapan 'tidak ada orang yang tahu'. Padahal, terlebih di dunia digital semua aktivitas kita tercatat dan bahkan terpantau yang bisa melahirkan barang bukti tindakan kriminal jika terbukti berbuat salah.

Maka salah satu yang mampu membatasi diri dari kerugian tersebut adalah dengan bersikap dewasa dimana pun berada. 

terakhir, ijinkan saya menarik kesimpulan, jika setiap perilaku yang kemudian menimbulkan konsekuensi negatif lantas diberi label "dewasa" (18+, misalnya). Maka seseorang yang mengaku dewasa adalah yang tidak mengakses dan meninggalkan berbagai konten tersebut. Sebaliknya, jika ada saja yang masih tetap mengakses, atau mengkonsumsinya, maka ia belum dewasa, layaknya anak-anak yang tidak paham dengan konsekuensi yang akan ia hadapi kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun