Sebuah survei akhir-akhir ini menunjukan informasi yang cukup menarik, dimana informasi hasil survei ini menunjukan kalau rata-rata remaja di Indonesia memiliki cita-cita sebagai youtuber.Â
Sementara di negara ASEAN yang lain, cita-cita para remaja bervariasi mulai dari Guru, penulis, ahli gizi, dan yang berbeda mungkin adalah Thailand yang di dominasi adalah sutradara film. Lalu, kenapa di Indonesia di dominasi menjadi Youtuber?
Kenapa menjadi youtuber?
Di artikel sebelumnya, saya telah menyebutkan kalau anak-anak kita dan sebagian remaja kita hari ini, adalah generasi Alpha. Yaitu generasi yang sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan, telah hidup berdampingan dengan teknologi, khususnya komputer. Secara khusus, sejak bayi, balita dan anak-anak mereka telah terbiasa menggunakan gadget, dengan aplikasi secara khusus yaitu Youtube.
Entah apakah aktifitas ini direncanakan dengan program (by design) oleh orang tua, atau sekedar alternatif singkat untuk mengalihkan perhatian anak, tapi faktanya youtube sudah menjadi bagian dari hidup anak-anak kita.Â
Sejenak bisa kita perhatikan, di masa-masa usia emas ini, anak adalah pembelajar dan peniru ulung. Kita lihat bahwa mereka seringkali meniru nyanyian, suara, gerakan, bahkan gaya dari youtuber favorit mereka. Oleh karenanya tidak heran jika menjadi youtuber adalah cita-cita sebagian besar anak-anak dan remaja.
Alasan berikutnya, ini yang harus kita antisipasi sebagai orang tua, yaitu orang tua yang terbuai oleh iming-iming materi dan popularitas. Dampaknya adalah anak di dorong dan di motivasi untuk menjadi youtuber.Â
Untuk mendapatkan keuntungan materi secara instan, tidak sedikit pula orang tua yang menjadikan anaknya sebagai objek konten youtube. Aktifitas-aktifitas ini harus kita waspadai, jangan sampai orientasi hidup anak kemudian menjadi materialistik dan narsistik secara berlebihan.
Peran PendidikanÂ
Bagaimana dengan peran sekolah? Sebagai lembaga yang menjadi fasilitas bagi anak untuk belajar, maka sekolah memiliki tugas yang strategis, sekaligus menantang. Bagaimana mengarahkan potensi dan cita-cita anak berdasarkan orientasi yang benar.
Sekolah harus memiliki kekuatan untuk memegang teguh nilai-nilai kebenaran berdasarkan amanat undang-undang no. 20 tahun 2003. Salah satu orientasi ini adalah dengan tetap dalam tujuan pendidikan yaitu untuk mencetak generasi yang beriman dan bertakwa, serta memiliki budi pekerti yang luhur.
Menjadi youtuber bukanlah sebuah hal yang negatif, ini adalah potensi yang mestinya bisa dimaksimalkan dengan baik. Maka tantangannya adalah, bagaimana caranya menjadi youtuber namun tetap memiliki karakter yang disebutkan diatas.
Miris dan ironisnya, malah ada sebagian guru yang malah menjadikan peserta didik, lagi-lagi sebagai objek konten. Terlebih bukan sebagai konten pendidikan, namun semata-mata hanya hiburan.Â
Mari kita evaluasi kembali, apakah cita-cita anak menjadi youtuber sudah berlandaskan orientasi hidup yang tepat dan sesuai karakter yang benar. Atau malah disebabkan karena sifat narsistik dan materialistik yang berlebihan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H