Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan Belajar dari Rumah (BDR) merupakan bentuk transformasi yang tidak bisa ditolak. Perkembangan teknologi, pergeseran budaya dan kondisi sosial menuntut transformasi itu. Terlebih ketika pandemik covid-19 mulai merebak.Â
Maka tidak ada pilihan lain selain menyelenggarakan pendidikan dengan konsep jarak jauh. Masalah kemudian muncul ketika kita dihadapkan pada penggunaan gadget yang mau tidak mau sekarang harus dimaksimalkan.
Dulu gadget adalah sesuatu yang 'haram' bagi para siswa-siswi di sekolah. Saya masih ingat betul ketika di SMA, kita sebagai siswa harus terampil menyembunyikan gadget jika tidak mau berhadapan dengan BP/BK. Belum lagi ketika ada razia, berbagai kantung ajaib bermunculan untuk  menyembunyikan gadget dari sergapan pemeriksa.
Hari ini saya adalah seorang guru, dan tidak menampik keberadaan gadget itu mengganggu kegiatan belajar. Akan tetapi saya pun merenung, rasanya tidak mungkin kita berhenti hanya sampai di sana, mau sampai kapan kami para guru membendung hantaman teknologi yang kian hari semakin canggih.Â
Kami sayang anak didik kami, kami peduli dengan masa depan mereka, bentuk rasa sayang dan kepedulian kami adalah dengan melindungi mereka dari dampak buruk penggunaan gadget. Tapi hari ini, ada sesuatu yang harus kami renungkan ulang.
Hari ini kami pun bertransformasi, mungkin sebagian ada yang terpaksa dan sebagian lagi ada yang tidak rela, tapi mau bagaimana lagi. Kami bertransformasi untuk mengikuti berbagai kebijakan atas kondisi pandemik ini.Â
Gadget bukan lagi sesuatu yang 'diharamkan', kali ini mereka diwajibkan menggunakan gadget untuk mengikuti pembelajaran. Kami pun diwajibkan untuk belajar kembali menggunakan dan memaksimalkan gadget yang kami miliki. Bahkan pemerintah menggelontorkan bantuan kuota yang besar demi tercapainya kondisi pembelajaran ideal dalam kondisi pandemik ini.
Sayangnya, kita belum siap untuk ini. Hari ini saya membuka warnet kecil-kecilan di rumah, tujuannya agar memudahkan anak-anak yang tinggal dilingkungan sekitar rumah mengakses pembelajaran dan tugas dari sekolah mereka.Â
Akan tetapi sekali lagi sayangnya, history penggunaan internet mereka mungkin hanya 10% saja untuk belajar. Sisanya, game online, tiktok, youtube dan aktifitas internet lain yang tidak berkaitan dengan pembelajaran. Dan bahkan 10% dari aktifitas internet tadi mereka habiskan untuk berselancar di internet dengan keyword "kunci jawaban dari..."
Kita belum dewasa dan belum siap menghadapi kondisi ini. Anak-anak terjebak dalam penggunaan gadget yang konsumtif, yang semakin hari akan berdampak buruk pada karakter jiwa dan sosial mereka. Pun sama halnya dengan para pengajar yang dengan berbagai keterbatasan tergagap-gagap mengikuti transformasi yang begitu radikal ini.Â
Di sisi lain, pemerintah dengan segala upaya, kebijakan dan program percepatan belum cukup untuk menghadapi berbagai realita dan kondisi ini, maka dengan sangat terpaksa rasanya, pemerintah pun memutuskan untuk mengembalikan kegiatan belajar kembali tatap muka.
Anak-anak kita hari ini wajib dibekali dengan pembelajaran menggunakan gadget secara positif dan produktif. Mereka harus mengetahui dampak dari aktifitas mereka, baik secara hukum, moral dan norma, serta tentu saja agama. Mereka harus berpindah kuadran dari sekedar pengguna konsumtif, menjadi seorang creator produktif. Ini adalah tantangan kita sebagai pengajar, sebagai seseorang yang bertanggung jawab terkait masa depan mereka.
Perlu kita pahami bahwa gadget itu adalah alat, dan gadget adalah alat yang powerfull dilihat dari berbagai fungsi yang tersemat padanya. Oleh karena itu kita harus menempatkan gadget sebagai benda yang memang kita butuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup kita.Â
Kita harus mempelajari penggunaan gadget sehingga bisa berdampak positif pada diri kita baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan yang paling penting, bagaimana menyadarkan anak didik kita memahami pentingnya penguasaan gadget secara positif demi menghadapi masa depan. Begitupun sebaliknya.
Kehadiran mata pelajaran Informatika adalah salah satu solusi yang bisa kita manfaatkan untuk melakukan perubahan itu. Meskipun informatika baru hadir di penghujung tahun 2019 silam, sehingga belum mampu secara maksimal menunjang terselenggaranya pjj dengan maksimal, akan tetaoi ini adalah potensi yang bisa kita manfaatkan.Â
Sekali lagi PJJ bukan diakibatkan pandemik covid-19, setidaknya pandemik bukan satu-satunya alasan diselenggarakannya PJJ. Harus kita sadari, kecanggihan teknologi secara global ini yang mendorong kita bertransformasi dengan PJJ. Dan Informatika adalah mata pelajaran yang memiliki potensi untuk mempersiapkan anak didik kita menghadapi transformasi pendidikan di masa depan.Â
Demikian sekedar bahan renungan di postingan pertama di kompasiana ini. Salam kenal semua, mohon bimbingan dan masukannya.Â
Baca Juga:Â Materi Mata Pelajaran Informatika
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H