Dalam buku setebal 124 halaman ini, penulis menyebutkan bahwa Allah Swt "Sepaket" dengan Kanjeng Nabi. Penyebutan tersebut dijabarkan oleh penulis secara singkat yang terbagi lima bagian dalam lima bab. Pertama, yang dimaksud oleh penulis Allah Swt "Sepaket" dengan Kanjeng Nabi adalah semuanya memperlihatkan dengan terang benderang betapa Allah Swt sendiri menetapkan diriNya "sepaket", terepresentasikan dengan nyata dan konkret, bersama Kanjeng Nabi Saw (halaman 34).
Kedua, Allah "Sepaket" dengan Kanjeng Nabi Saw, penulis menceritakan bahwa Sahabat Sa'ad bin 'Ubadah sang pembawa panji Kanjeng Nabi, salah satu sahabat Anshar, dengan tegak bersama rombongan pasukan yang amat banyak memasuki lingkungan Ka'bah sembari berteriak heroik: "Hari ini adalah hari balas dendam, hari yang dihalalkan apa yang dilarang, hari yang Allah Swt akan menghinakan kaum Quraisy!" (halaman 36). Singkatnya, Kanjeng Nabi mengutus seseorang untuk menemui Sa'ad bin 'Ubadah, menarik panji Islam yang dikibarkannya. Sejak saat itulah tak pernah lagi terlihat Sa'ad bin 'Ubadah memegang panji kebesaran Kanjeng Nabi Saw. Pada titik ini, pada konteks Allah Swt "Sepaket" dengan Kanjeng Nabi Saw, jelas dipahami dan diyakini betapa sikap Kanjeng Nabi tersebut merupakan ejawantah welas asih, perdamaian, dan kemanusiaan agung beliau Saw kepada semua orang, termasuk orang-orang yang memusuhinya selama ini dari kalangan Quraisy (halaman 37).
Allah "Sepaket" dengan Nabi Saw pada bagian ketiga, penulis mengkisahkan sahabat Fadhalah bin 'Umar yang hendak membunuh Kanjeng Nabi Saw. saat beliau Saw sedang thawaf di sekitaran Ka'bah. Singkatnya, Sahabat Fadhalah bin 'Umar mendekat kepada Kanjeng Nabi Saw, lalu beliau Saw meletakkan tangannya ke dada Fadhalah bin 'Umar seraya berkata, "Mohon ampunlah kepada Allah Ta'ala." Dan seketika hati Fadhalah menjadi tenang, damai, dan sangat luas nan teduh. Tentu semua itu adalah kehendak Allah yang diteladankan oleh Kanjeng Nabi Saw, dan itu adalah ejawantah welas asih beliau Saw yang "sepaket" dengan Welas Asih Allah Ta'ala (halaman 40-41).
Pasca perang Hunain, Kanjeng Nabi Saw membagi-bagikan harta ghanimah (rampasan) kepada orang yang baru memeluk Islam (muallaf) dengan jumlah yang sangat banyak dibanding kaum Anshar, yang notabene mendapat sisa harta tersebut setelah dibagikan kepada kaum muallaf. Kebijakan Kanjeng Nabi ini sontak menimbulkan pertanyaan bagi Kaum Anshar, mengapa Kanjeng Nabi Saw terkesan pilih kasih dengan mengutamakan Kaum Quraisy (yang merupakan suku asal Kanjeng Nabi Saw) dan kaum muallaf dibanding Kaum Anshar? Kanjeng Nabi Saw lalu mengumpulkan Kaum Anshar dan berkata kepada merak dengan perkataan yang kemudian membuat semuanya menangis. Mereka menangis dengan amat tersedu-sedu hingga air mata membasahi jenggot dengan amat derai. Lalu bagaimana mungkin Kanjeng Nabi Saw yang kita gondeli di dunia hingga kelak besok di akhirat, ittiba', "sepaket" dengan Allah Ta'ala, memungkinkan untuk dibayangkan lebih berharga dari ghanimah? Kisah tersebut yang penulis angkat pada bagian "Allah "Sepaket" dengan Nabi Saw (4)".
Pada pembahasan kelima (terakhir) tentang "Allah "Sepaket" dengan Nabi Saw", penulis menukil dalil-dalil dan teladan yang sejalan dengan pembahasan "Allah "Sepaket" dengan Nabi Saw" di atas, di antaranya penulis menyebutkan bahwa "Pada diri Kanjeng Nabi Saw yang kafah, kesemuanya bermuasal, berpadu, bertumpu, lalu menyebar luas ke segenap semesta--sejak awal penciptaan hingga akhir zaman kelak. Sebab beliau Saw adalah sababul a'dham (sebab teragung) bagi kehendak Allah Ta'ala menciptakan segala ciptaan, pula manusia, dan karenanya lah lantas diturunkan pengajaran dan peraturan dalam rupa dalil-dalil (qauliyah dan kauniyah), dan ujungnya pun berakhir pada keteladanan beliau Saw (halaman 47-48).
Di atas merupakan sedikit kisah yang penulis suguhkan dalam bukunya berjudul "Muhammadku Sayangku 3" ini. Tentu dari sedikit kisah tersebut, dengan upaya semaksimal mungkin, mustinya bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, masih banyak cara untuk mengagungkan Kanjeng Nabi, misalkan membaca maulid barzanji, diba', simtuddurar, qasidah burdah dengan niatan ta'zim serta berharap kelak mendapat pertolongannya di hari akhir. Seperti yang yang termaktub dalam qasidah burdah karya Imam Bushiri, "Dialah sang kekasih yang kelak diharapkan pertolongannya saat terjadi berbagai bencana yang mencekam di hari kiamat."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H