Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Atletik Pilihan

Rakai Pikatan, Kearifan Lokal, dan Semangat Mandiri Jogja Marathon

21 Mei 2019   12:38 Diperbarui: 21 Mei 2019   16:35 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. Mandiri Jogja Marathon

Yogyakarta sering di sebut pusatnya peradaban jawa. Karena adab dan pitutur (bahasa) di Yogyakarta sangatlah halus. Pitutur yang halus mengisyaratkan, bahwa orang tersebut mempunyai perilaku yang baik. Jika dalam bahasa jawa ada istilahnya kromo inggil untuk level bahasa yang sangat halus. Kromo madyo untuk bahasa sehari-hari. Dan kromo ngoko untuk bahasa kasar yang biasanya di pakai di pasar-pasar. Di Yogyakarta di kenal dengan bahasa kromo inggil yang mlipis (sangat halus).

bahasa jawa yang masih otentik, di Yogyakarta kearifan lokal masih sangat melekat.  Diantaranya adat istiadat, kesenian, makanan khas, keelokan alam, hingga keramahan dan kesederhanaan warganya. Bahkan, Salah satu kearifan lokal yang sudah mendunia dan di akui UNESCO yaitu batik. Di Yogyakarta ada lebih dari 3000 IKM (industri kecil menengah) yang tersebar di 5 kabupaten dan kota.  Selain itu, di Yogyakarta satu-satunya kerajaaan yang masih eksis di pulau jawa sampai sekarang (keraton).

Di Yogyakarta bisa ditemui banyak sekali peninggalan jaman dahulu, baik berupa kerajaan, situs maupun candi. Di antara bangunan candi-candi tersebut, terseliplah kisah-kisah orang hebat jaman kerajaan terdahulu, diantaranya Rakai Pikatan. Rakai Pikatan adalah raja dari kerajaan Medang atau sering di sebut Kerajaan Mataram Kuno. Sebutan Kerajaan Mataram kuno untuk membedakan dengan kerajaan mataram Islam.

Menurut prasasti Canggal Kerajaan Mataram kuno terdiri dari 2 dinasti, yaitu Mataram  hindu menempati jawa tengah sisi utara berada pada kekuasaan Dinasti Sanjaya dan Mataram  Budha yang terletak di sisi selatan yang berada pada kekuasaan dinasti Syailendra.

Yogyakarta dahulu sering di sebut Bhumi Mataram, sebagai ibukota kerajaan. Kerajaan Medang atau Mataram kuno mengalami kejayaan pada 850 masehi, ketika kerajaan di pimpin oleh Rakai Pikatan. Rakai Pikatan berhasil menyatukan kerajaan Mataram setelah mengawini Pramodhawardhani yang berasal dari dinasti Syailendra. Karena besarnya kekuasaan Kerajaan Medang, sampai berhasil menguasai kerajaan Sriwijaya. Raja Sriwijaya ketika itu Balaputradewa yang tak lain kakak dari Pramodhawardhani.

Berbeda dengan Kerajaan Sriwijaya yang masyarakatnya lebih banyak sebagai nelayan. Rakyat Kerajaan Medang lebih banyak berprofesi sebagai petani. Kehidupan beragama ketika Rakai Pikatan berkuasa lebih cenderung toleran. Agama Hindu siwa merupakan agama yang di anut Rakai Pikatan, sedang permaisurinya yaitu Pramodhawardhani menganut agama Budha Mahayana. Kerukunan antara agama Hindu Siwa dan Budha Mahayana itulah yang pada akhirnya bisa menjadi pertanda kenapa candi-candi setelah itu bercorak Hindu Budha. Pada masa kekuasaan Rakai Pikatan kehidupan rakyatnya juga makmur dengan hasil panen yang melimpah.                                                                                                                                                                                                                                                                      
Mandiri Jogja Marathon
Sampai disini penulis akan membawa pembaca pada jaman sekarang, ketika daerah yang pernah berdiri kerajaan Mataram kuno menghelat acara yang rutin di selenggarakan tiap tahun yaitu Mandiri Jogja Maraton (MJM). Tahun ini MJM merupakan tahun ke 3, dengan peserta sebanyak 7500 dari 9 negara. Rute maraton melalui 13 desa, dengan mengeksplore 3 destinasi wisata budaya yaitu candi plaosan, candi prambanan dan Monumen Taruna. Nah, Candi Plaosan dan Candi Prambanan peninggalan kerajaan Mataram Kuno.

Kejuaraan Maraton tidak hanya berkutat dengan rekor lari, tapi juga berhubungan dengan gengsi dan kampanye kota. Boston Maraton yang merupakan kejuaraan maraton tertua di dunia yang di selenggrakan mulai 1897 selalu di selenggarakan pada Patriot Day atau hari senin ketiga bulan April. Ini untuk menjadi pembeda Maraton di Boston dengan Maraton yang di selenggarakan di kota lain. Kejuaraan dunia yang lain seperti London Maraton, peserta akan di suguhi dengan landmark Kota London, Tower Bridge, St Paul Catedral, House of Parliament dan finish di lapangan berlatar istana Beckingham.

MJM pun juga demikian, pelari akan di suguhi peradaban dan budaya Yogyakarta era Tempoe doeloe. Mengambil Start dan finis di Candi Prambanan, penyelenggara seakan mengingatkan, dahulu rakyat Medang Kemulan hidup makmur sejahtera.

Dengan rute yang melewati jalan raya, perkampungan penduduk dan sawah-sawah. Di iringi dengan kesenian tradisional di pinggir jalan yang di lewati. Ibu-ibu secara berkelompok menampilkan atraksi  memukul lesung secara bersama-sama untuk mengupas kulit gabah  atau petani yang memikul benih padi melewati pematang, waktu seakan di putar ulang kembali ke abad 6.

Mandiri Jogja  Marathon Internasional (MJM) 2019 usai di gelar pada Minggu (28/4/2019). Lagi, atlet dari Negara Kenya menyabet juara. Pada katagori full marathon 42 KM. Pelari Kenya Stephen Munghatia Mugambi, yang tampil sebagai juara pertama kategori full marathon open pria dengan catatan waktu 2 jam 25 menit 48 detik. Daniel Gekara di posisi kedua dengan catatan waktu 2 jam 30 menit 11 detik dan Muindi Onesmus Muasya di tempat ketiga dengan catatan waktu 2 jam 31 menit 30 detik.

Indonesia sebagai negara yang mempunyai iklim tropis mempunyai kekayaan alam yang tidak di miliki negara-negara tersebut. Keindahan dan suhunya sangat pantas di nikmati. Kolaborasi antara pemandangan dari alam tropis dan cagar budaya yang membentang sepanjang rute lari mempunyai nilai plus tersendiri.

Konsep penyelenggaraan Jogja Marathon perlu menjadi contoh untuk penyelengaraan even-even bertaraf internasional lainnya. Penyelenggaraan MJM melibatkan semua elemen masyarakat Yogyakarta. Pemerintah daerah, pemerintah pusat, BUMN, warga jogja, dan masyarakat Indonesia. Karena sudah menjadi kalender tahunan, ajang MJM sudah di tunggu-tunggu, bukan hanya atlet marathon, tapi juga oleh masyarakat Jogja.

Gayung bersambut, Bank Mandiri sebagai sponsor utama juga all out mendukung gelaran ini. Jalan-jalan yang akan di lalui pelari di perhalus. Lampu penerang jalan di pasang di jalan-jalan. Ini penting, meskipun MJM di selenggarakan siang, tidak menutup kemungkinan para atlet dan masyarakat akan menapak tilasi jalur yang di lalui lomba ketika lomba sudah selesai di selenggarakan.

MJM Menggairahkan Jogja
Efek yang di timbulkan dalam penyelenggaraan MJM sebenarnya tidak hanya berimbas pada ekonomi. Semua aspek ikut tergerak. Pada aspek sejarah dan kebudayaan kental sekali di tonjolkan. Dengan even olahraga ini kehidupan kerajaan dan tata sosial jaman dahulu sedikit demi sedikit di pahami masyarakat.

Penulis melihat warga yang di lalui jalur lari, tersenyum gembira. Warga sudah mempersiapkan jauh-jauh hari menampilkan kearifan lokal yang akan di pertontonkan kepada pelari. Momen ini secara tidak langsung akan menambah kerukunan warga, karena ketika mempersiapkan atraksi warga berkumpul dan bermusyawasrah. Dengan musyawarah masyarakat menjadi guyub.

Imbas, gelaran yang ke 3 kali ini sudah di rasakan warga. Meskipun, banyak juga manfaat yang dirasakan korporasi. Tapi, setidaknya, karena ini agenda rutin tahunan pemerintah bisa mendorong masyarakat untuk menciptkan produk yang bisa di gunakan untuk merchandish peserta. Kain batik yang jadi andalan Yogyakarta harus bisa menjadi duta mempromosikan daerah ini.

3 tahun usia yang sangat muda untuk sebuah even dunia. Dari segi peningkatan ekonomi warga, promosi wisata dan kekompakan masyarakat MJM telah sukses besar. Meskipun demikian banyak pekerjaan rumah (PR) yang perlu di perbaiki untuk even MJM selanjutnya.

Beberapa hal masih perlu perbaikan di antaranya , sosialisasi lebih di gencarkan ke suluruh dunia. Publikasi di media sosial masih kurang, di Youtube tidak di temui liputan ketika pelari adu sprint saat mendekati garis finish. Untuk meningkatkan gairah para pelari dan posisi tawar even, perlu ada batas (limit) waktu yang harus di capai pelari. Secara keseluruhan, penulis menganggap Mandiri Jogja Maraton layak di pertahankan dan di tingkatkan kualitasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Atletik Selengkapnya
Lihat Atletik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun