Karena keberlanjutan usaha Putu harus tetap berjalan, maka dengan terpaksa pak siswoyo mengakhiri petualangannya di luar jawa. Dengan di dampingi bu supiah, pak siswoyo mulai memegang kendali usah kuliner Putu. Beberapa inovasi dilakukan Pak Siswoyo, diantaranya penerangan yang sebelumnya memakai lampu oblik (lampu dengan bahan bakar minyak) di ganti dengan lampu listrik.
Bahan bakar untuk memasak yang sebelumnya memakai arang di ganti memakai elpiji. Menu pun juga di tambahi jika sebelumnya hanya jual Putu dan Klepon di tambahi cenil, gatot dan lupis.
Menurut Pak Siswoyo kunci dari berkembangnya usaha adalah, pertama Konsistensi, konsistensi yang di maksut yaitu istikomah (tekun) terhadap usaha yang di jalani, pak siswoyo dalam berjualan Putu Lanang tidak mengenal hari libur, sehingga pelanggan yang berniat membeli tidak kecewa jika warung tutup. Kedua, menjaga kualitas rasa. Kualitas rasa menjadi prioritas.
Pak siswoyo sangat ketat mengawasi bahan baku untuk Putu, jika ada bahan baku yang tidak standar maka tidak segan-segan pak siswoyo mengembalikan pada suplayer. ketiga, bersungguh-sungguh. Untuk menjalankan usaha harus dengan totalitas, tidak bisa setengah-setengah, agar usaha bisa berjalan pesat. Keempat, membiasakan berderma. Semakin banyak harta yang di dermakan, akan semakin banyak pula rizki yang akan didapatkan.
Bukti Putu Lanang memang jajanan tradisional yang sudah melegenda, Bu Supiah 3 kali di undang ke istana oleh Presiden Soeharto untuk memasak Putu dalam acara kenegaraan. Pak Siswoyo juga beberapa kali di undang ke Surabaya untuk memasak Putu, sebagai suguhan acara gubernur. Pejabat Negara dan artis ibukota jika ke Malang juga seringkali mampir di warung Putu Lanang. Yang unik, siapapun yang pesan meskipun pejabat Negara harus rela antri, tidak akan diistimewakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H