Kemarin (31/12/19) sepulang berkunjung dari rumah orangtua di Kediri dalam rangka mengisi liburan sekolah. Anak istri minta mampir ke tempat Wana Wisata Coban Rais. Saya pun mengabulkan permintaan anak istri. Dengan ekspektasi tinggi karena foto destinasi wisata di Instagram, tempat tersebut terlihat menarik, kami pun yakin masuk ke area wisata.
Coban Rais terletak di Desa Oro-oro Ombo Batu, Malang. Tidak sulit untuk menemukan tempat ini. Hanya tanya sekali saja kepada orang di sekitar Alun-alun Batu penulis sudah paham rutenya.Â
Batu yang mentahbiskan sebagai Kota Wisata atau Kota Wisata Batu (KWB) menjadikan apapun yang ada di Batu sebagai objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Sebut saja Jatim Park, Museum Angkut, Predator Fun Park, Batu Night Spectaculer, Kusuma Agrowisata, air panas Songgoriti, Selekta dan lainnya.
Kembali ke Coban Rais. Masuk pintu gerbang wana wisata penulis langsung disambut dengan petugas jaga yang menyodorkan 2 karcis masuk untuk saya, Rp. 20.000. Belum sampai 5 meter saya diarahkan untuk parkir sepeda motor, Rp. 5000. Dongkol pertama, kok gak sekalian waktu masuk.
Baru keluar dari tempat parkir disambut oleh beberapa orang berjaket biru yang mirip buruh angkut terminal. Eh, ternyata mereka tukang ojek. Menawarkan tumpangan untuk sampai ke coban. Meskipun dengan tutur kata yang sopan. Risih juga di kanan kiri mereka bersahut-sahutan sambil bilang Coban Rais masih 1 kilometer, capek jika tidak naik motor. Dongkol kedua, di tempat wisata kok ada tukang ojek.
Saya dengan keluarga memutuskan untuk jalan kaki saja, sambil menikmati pemandangan. Jika naik ojek apa gunanya rekreasi ke wana wisata. Coban Rais ternyata tidaklah jauh, untung tidak naik ojek sepeda motor, hemat Rp. 20.000.
Sepanjang kiri kanan jalan menuju Coban Rais pemandangan alam sangatlah indah. Di sepanjang jalan menuju coban terdapat beberapa destinasi wisata dan spot foto. Spot foto paralayang, salju, area kolam renang, area permainan anak dan lainnya, tapi sayang sekali semua diberi pagar. Saya membayangkan destinasi itu bukan untuk umum. Ekslusif.Â
Bagi orang-orang berduit. Bagi orang kota yang berlibur ke desa. Tidak untuk warga desa di sekitar Coban Rais. Karena mereka hanya petani, terlalu sayang untuk membayar spot foto yang menurut penulis biasa saja.
Sampai penulis di ujung jalan tempat para pria berjaket biru mangkal. Ternyata di situ yang para tukang ojek bilang berjarak 1 kilometer. Dari kejauhan terlihat hamparan bunga yang indah. Itupun berpagar. Tidak semua orang boleh masuk. Harus berduit. Eksklusif.
Saya yang sebelumnya antusias, menjadi illfeel. Sudah tidak berminat lagi. "Mesin pengeruk uang" saya membatin. Di saku celana masih adalah beberapa lembar uang untuk memasuki semua destinasi wisata, tapi saya harus mempertimbangkan jika saya harus mengeluarkan uang lagi kesehatan keuangan akan terancam.Â