Sah, bertepatan dengan hari pahlawan (10/11/2018) di daftar riwayat hidup saya (curriculum vitae) akan tercantum sebagai pemilik usaha Pentol Gongso.
Sebuah rintisan usaha yang sudah hampir 3 bulan dilakukan perencanaan. Momentum itu terjadi ketika ada pameran pasar kreatif yang di selenggarakan Badan Ekonomi Kreatif Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dengan tajuk Pasar Kreatif Ngalam. Saya tidak akan bercerita tentang event itu, tapi akan sedikit bercerita tentang liku-liku memulai usaha.Â
Setiap orang yang melakukan usaha pasti mengharapkan usahanya akan berkembang terus, Saya pun juga demikian, mengharapkan usaha yang saya rintis bisa berkembang dan menyerap banyak tenaga kerja. Di laptop banyak sekali rancangan usaha yang secara teori sudah matang, mulai jenis usaha, nama usaha, estimasi biaya, straegi pemasaran dan titik-titik pasar.
Selain Pentol Gongso, kuliner yang sudah saya rancang matang adalah ayam geprek, susu aneka rasa, mie pedas, warung kopi, nasi kucing dan warung pecel murah. Di usaha selain kuliner yang masuk rancangan adalah desain percetakan dan sparepart kendaraan bermotor.
Dari semua rancangan di laptop itu, pilihan jatuh pada usaha Pentol Gongso. Salah satu pertimbangannya pentol merupakan makanan asli Indonesia yang sudah sangat familiar, jadi tidak perlu memperkenalkan dengan berdarah-darah. Selain itu biaya untuk memulai usaha Pentol Gongso relatif lebih murah dari pada usaha yang lain.
Usaha utama saya selama ini adalah suplemen kesehatan ternak. Usaha keluarga yang dirintis almarhum bapak. Di usaha ini tanpa harus di kontrol terlalu dalam sudah bisa berjalan, karena ada saudara yang mengatur.
Pertama,  malu memulai dan gengsi. Faktor ini sangat krusial, apalagi bagi seseorang  yang sebelumnya berada pada posisi jabatan yang tinggi, tingkat pendidikan yang tinggi dan kekayaan yang cukup. Orang yang melekat pada 3 faktor yang saya sebutkan itu biasanya akan melirik usaha yang secara umum dianggap lebih prestisius seperti properti, percetakan dan usaha dengan modal yang besar.
Kedua, takut gagal. Bagi sebagian orang Indonesia menjadi pegawai adalah pilihan idaman. Dengan menjadi pegawai masa depan terjamin, gaji stabil. Bandingkan dengan menjadi pewirausaha, harus bekerja keras agar sukses, bekerja keras pun juga bukan jaminan akan sukses.
Saya sudah berkali-kali gagal membangun usaha. Tapi karena berpikir menjadi pewirausaha akan lebih bermanfaat bagi orang banyak, maka tekad itu mengalahkan bayangan-bayangan ketakutan.
Ketiga, kekurangan modal. Saat ini hampir semua praktisi usaha menganggap modal kekuangan bukan satu-satunya hal yang krusial membuat usaha. Jika modal keuangan tidak dipunyai. Modal dalam bentuk lain harus di gali. Modal bentuk lain itu yaitu keahlian, jejaring dan kepercayaan.
Sehari sebelum "pecah telur" membuka usaha Pentol Gongso. Sempat diliputi kegelisahan antara meneruskan tetap membuka jualan di arena pasar kreatif atau ditunda.