Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjuangan Santri Sepanjang Surabaya Malang 1945-1949

8 November 2018   12:18 Diperbarui: 11 November 2018   20:32 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Struktur Laskar yang berada dalam naungan Partai Masyumi, menjadikan barisan ini cepat tersebar dan berkembang di daerah-daerah. Hal ini disebabkan Masyumi telah tersebar terlebih dahulu di berbagai daerah dengan cabang dan rantingnya. Di tiap-tiap kantor cabang hingga di daerah turut serta dalam mendirikan Laskar Sabilillah di daerah masing-masing.

Penyebab lain yang melatar belakangi keberadaan Laskar Sabilillah dan cepatnya tersebar keseluruh pelosok tanah air adalah pernyataan para pemimpin Nadhotul Ulama' pada tanggal 22 Oktober 1945. Pernyataan yang dibacakan langsung oleh Rois Akbar K.H. Hasyim Asy'ari di Jombang ini menyatakan bahwa perang mempertahankan tanah air Indonesia adalah perang sabil, yaitu suatu kewajiban yang melekat pada semua orang muslim.

Pertempuran Di Malang

Malang adalah kota terbesar kedua di Jawa Timur. Kota ini sangatlah penting karena topografinya yang dikelilingi bukit dan gunung menjadikannya cocok sebagai kota pertahanan dan perkebunan. Sejak Kota Surabaya di duduki oleh tentara Inggris pada bulan November 1945, pusat pemerintahan propinsi di pindah ke Malang. Namun pada 31 Juli 1947 pukul 09.30 kota Malang jatuh ke tangan Belanda, setelah terjadi pertempuran tidak seimbang antara Belanda dan Pejuang Indonesia.

Para kyai di Jawa Timur khususnya di Malang dengan semangat tinggi memobilisasi santri untuk didorong mengangkat senjata, membantu tentara dan laskar-laskar yang sdah ada. Beberapa Daidanco (komandan batalion) adalah seorang kyai di daerah-daerah.

Di Jawa Timur Daidanco yang seorang kyai adalah Daidanco K. Masjkoer (Daidan 1 abad-Bojonegoro), Daidanco K. Cholik Hasyim (Daidan IV Gresik-Surabaya), Daidanco K. Iskandar Soelaiman (Daidan I Gondaglegi-Malang), Daidanco K. R. Amien Djakfar (Daidan I Pamekasan Madura), Daidanco K.Abdoel Chamid Moedhari (Daidan IV Ambunten Sumenep Madura), Daidanco K. Tahirroedin Tjakra Atmaja (Daidan II Bondowoso-Besuki). Selain nama-nama di atas ada beberapa santri yang melakukan perlawanan di Malang Sebut saja Mayor Hamid Rusdi yang merupakan santri Pondok Pesantren Bungkuk Singosari, Letda KH. Abdul Malik dari Bumiayu  dan Sersan Abdul Manan Wijaya santri Tebuireng yang berjuang di pujon.

Keterlibatan kyai secara langsung semakin besar dalam perjuangan fisik ketika Panglima Besar Jenderal Sudirman menginstruksikan agar laskar-laskar bentukan rakyat seperti Laskar minyak, GPII,  Hizbullah melebur menjadi kesatuan bersama agar strategi bisa berjalan dengan baik.

Pertempuran yang dilakakan laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah melawan sekutu seringkali tidak berimbang. Para pejuang seringkali menggunakan senjata seadanya dan pengalaman pertempuran yang minim.

Dibandingkan dengan sekutu yang mempunyai persenjataan lengkap serta di tunjang dengan pelatihan yang profesional. Ketika terjadi pertempuran-pertempuran di tengah kota, korban dari para pejuang sangatlah banyak.

Pada 21 Juli 1947 Pakar sejarah dari Malang, Bapak Agus Sunyoto (mantan wartawan Jawapos, Ketua Lesbumi PBNU) menyatakan di sepanjang jalan Surabaya Malang terutama memasuki Lawang dan Singosari 700 santri terbunuh. Beliau mendapatkan informasi itu dari KH. Masjkur yang merupakan komandan Laskar Sabilillah yang kemudian menjadi Menteri Agama era Presiden Soekarno. Terbunuhnya ribuan santri itu tidak terekam di buku-buku sejarah yang ada.

Pertempuran lain di Malang yang melibatkan santri sebagai pendorongnya adalah pertempuran di Bumiayu yang di pimpin Letda KH. Abdul Malik. Tidak jauh dari Bumiayu di desa  Wonokoyo menjadi saksi gugurnya pahlawan legendaris dari Malang yang juga santri pesantren bungkuk Singosari yaitu Mayor Hamid Rusdi. Mayor Hamid Rusdi ini tokoh gerilyawan yang massif mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Bahasa kiwalan (walikan) merupakan kreasinya untuk menyamarkan komunikasi dengan pasukan agar tidak terdeteksi pasukan Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun