Setahunan ini saya menjadi penggemar berat Tim Nasional Sepak bola Indonesia. Jadwal pertandingan timnas sudah terlingkari di kalender. Semangat untuk menonton lebih besar darpada tahun-tahun lalu. Sebagai Aremania (supporter Arema) kegilaan kepada timnas lebih besar daripada kepada klub sekota. Jika Arema bertanding, karena kesibukan bolehlah untuk tidak melihat, tapi jika timnas main, kesibukan itu harus di tunda.
Melihat sepak terjang timnas di semua kelompok umur, beberapa tahun ini mengalami kemajuan yang signifikan. Dulu, jangankan lawan Negara timur tengah, lawan Vietnam dan Thailand saja kita kalah sebelum bertanding. Masih ingat kasus sepak bola gajah yang memalukan sepak bola Indonesia?
Pada kompetisi sepak bola Asia Tenggara, Piala Tiger 1998, saat itu Thailand dan Indonesia berada satu group, keduanya sama-sama sudah lolos semifinal. Tapi demi menghindar menjadi juara group yang berarti akan menghadapi Vietnam, kedua tim berlomba mencetak gol bunuh diri. Pemain Indonesia Mursyid Effendi kreator pertama gol bunuh diri mendapat hukuman dari FIFA yaitu di larang bermain sepak bola seumur hidup.
Paska kejadian konyol itu, sepak bola gajah juga terjadi pada level klub di Indonesia yaitu pada babak 8 besar Divisi Utama 2014. PSS Sleman memenangi pertandingan dengan skor 3 -- 2 atas PSIS Semarang, yang janggal kelima gol itu terjadi lewat gol bunuh diri. Kedua kesebelasan itu berlomba untuk mengalah agar tidak menjadi juara group N agar terhindar dari dari pertemuan dengan runner-up group P, Borneo FC.
Cerita tentang sepak bola gajah adalah masa lalu. Kini, Timnas Indonesia sudah di segani. Jika ketika era sepak bola gajah timnas kita di antara tengah-tengah, yaitu diatas Brunei, Filipina, Laos dan Myanmar. Dibawah Thailand dan Vietnam. Kini kita sejajar dengan Thailand dan Vietnam, bahkan sedikit lebih unggul.
Timnas senior, Timnas U19 dan Timnas U16 jika bertanding dengan Negara Asia Tenggara kemungkinan menang lebih besar, bandingkan dengan dulu ketika bertemu dengan Thailand kemungkinan menang 30 : 70, timnas kita yang 30. Yang terbaru Timnas U16 menundukkan Timnas U16 Iran. Bukan sebuah kebetulan, tapi memang kualitas pemain kita bagus.
Rekrutmen pemain muda, sekarang sudah lumayan obyektif. Ini terlihat dengan beragamnya latar belakang ekonomi pemain muda. Sudah menjadi rahasia umum, dulu ketika ada seleksi pemain muda untuk di orbitkan pada jenjang yang lebih atas, seringkali bukan skill pemain yang di nilai, tapi seberapa besar orangtua pemain men-tranfer sejumlah uang kepada 'pemandu bakat'. Maka, yang terjadi pemain menjadi manja, bukan pekerja keras.
Sebab lain Timnas sekarang lebih maju, karena perhatian pemerintah kepada sepak bola yang semakin besar. Training Camp ke luar negeri ataupun mendatangkan Negara lain yang sudah maju untuk bertanding dengan Indonesia juga di lakukan pemerintah. Dengan TC ke luar negeri pemain menjadi terbiasa dengan atmosfir sepak bola di Negara lain.
Untuk postur tubuh, pemain Indonesia kalah tinggi dengan pemain dari timur tengah, Eropa maupun Afrika. Yang menjadi nilai plus pemain indonesia adalah kecepatan, kelincahan dan kepercayaan diri pemain. Ketiga hal itu benar-benar di manfaatkan dengan baik oleh manajemen timnas.
Sepak bola Modern Di Indonesia
Belum lama ini Timnas Indonesia uji tanding dengan Timnas Mauritius dengan skor akhir 1 : 0 untuk kemenangan Timnas Indonesia. Dalam jumpa pers setelah pertandingan pelatih Timnas Mauritius mengakui keunggulan Timnas Indonesia. Pelatih itu mengatakan Timnas Indonesia sudah menerapkan sepak bola modern.
Sepak bola modern tidak hanya mengandalkan pemain yang pandai men-drible bola. Sepak bola modern mementingkan intelektual pemain sebagai komonen utama. Pada sepak bola modern strategi menyerang dan bertahan berjalan dinamis dan menjadi kesatuan. Ketika menyerang, pemain pada posisi paling belakang pun ikut mengawali serangan. Begitupula ketika bertahan, penyerang juga ikut bertahan.
Sepak bola modern Indonesia di rintis oleh pelatih legendaris Sugih Hendarto atau yang lebih di kenal sebagai Opa Hen pada era 1980an dan 1990an. Setelah sebelumnya menjadi asisten pelatih Wiel Coerver di timnas Indonesia. Opa Hen setia menerapkan Coerver Method dalam kepelatihannya. Opa Hen dalam kepelatihannya menekankan pada anak didiknya untuk mempunyai mental yang kuat, berkarakter, disiplin dan tidak mudah menyerah.
Mental yang kuat, berkarakter dan tidak mudah menyerah selama ini seperti menjadi ciri khas Negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan. Kedua Negara itu menjadi langganan tetap mewakili Asia di ajang Piala Dunia. Kini sikap itu benar-benar di tanamkan kepada pesepak bola usia dini. Kita akan menunggu pesepak bola U16 dan U19 akan berbicara lebih banyak pada perhelatan sepak bola Asia dan Dunia.
Sudah selayaknya memang sepak bola yang menjadi olahraga kegemaran masyarakat Indonesia di majukan prestasinya. Agar masyarakat Indonesia terhibur dan merasa memiliki Negara, disaat kegembiraan lain dalam hal pemenuhan keadilan social ekonomi politik masih jauh dari gapaian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI