Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengembalikan Karnaval 17an Pada "Khittahnya"

20 Agustus 2018   22:46 Diperbarui: 20 Agustus 2018   23:14 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat saya menulis artikel ini di depan rumah ramai orang berbondong-bondong menuju desa sebelah, yaitu Desa Sidorejo Kec.  Jabung, Kabupaten Malang. Desa Sidorejo ini unik, karnaval di adakan pada malam hari. Setelah magrib jalan kampong sudah ramai di padati para penonton.  Karnaval malam hari ini satu-satunya yang di selenggarkan di Malang. Tapi saya tidak hendak menuliskan tentang itu.

Karnaval selain berfungsi sebagai sarana menghibur masyarakat, seharusnya juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan penambah kekompakan antar warga.

   Saya sedikit mengulik tema karnaval era sekarang yang beda dengan karnaval tahun 1990an. Tahun 1990an saat masih di SD saya beberapa kali ikut karnaval. Ketika itu saya memakai pakaian khas arab dengan jubah plus kafiyeh melingkar, mirip yang di pakai mendiang presiden Palestina Yasser Arafat. Tidak ada mobil yang mengangkut sound besar dengan suara menggelegar. Setelah menjadi Yasser Arafat, tidak pernah lagi berpartisipasi di karnaval, kecuali lomba baris berbaris tingkat kecamatan.

Karnaval saat ini cenderung menonjolkan keramaian miskin improvisasi. Dibeberapa even karnaval yang saya ketahui. Seringkali di dominasi mobil truck yang memuat puluhan sound system, suara keras menggelegar, di bawahnya anak remaja usia tanggung berjoged-joged liar, bau minuman keras kadang menyeruak. Tidak itu saja, Karnaval seringkali di bumbui dengan tawuran.

Bersyukur 2 anak saya bukan termasuk anak yang suka melihat karnaval. Memang tidak saya biasakan melihat dan berkerumun di kegiatan-kegiatan yang mengundang keramaian.

Sempat merasa khawatir sebagai orangtua melihat karnaval yang di adakan saat ini. Beberapa tontonan karnaval banyak yang tidak layak di tonton anak-anak. Sebut saja zombie yang mukanya penuh dengan darah, seorang yang lehernya tertusuk pisau, gadis muda yang menari dengan pakaian seksi, anak-anak remaja yang menari liar di belakang truk dan yang masih hangat di sebuah tempat di Probolinggo pada acara karnaval pesertanya anak-anak memakai penutup wajah dan membawa replica senjata.

Kualitas karnaval di pedesan yang menurun itu tidak sebanding dengan karnaval yang di adakan di kota-kota besar, di kota-kota besar yang menunjukkan sisi artistic.  Misal saja Jember Fashion Carnival atau Karnaval mobil hias di Malang minggu kemarin (19/08/2018).

 Mengembalikan Makna Karnaval

Karnaval hampir selalu di adakan di desa-desa di Malang pada bulan agustus atau pada momen bersih deso. Jika ini di garap dengan baik, sebenarnya akan mendatangkan nilai lebih bagi masyarakat. Desa yang menyelenggrakan karnaval akan di kunjungi pengunjung dari daerah lain yang pada akhirnya bisa meningkatkan taraf ekonomi warganya.

Setiap selesai karnaval saya seringkali mendapati bekas replica pesawat, patung ogoh-ogoh atau mobil yang di buang di pinggir jalan. Menurut saya jauh sekali dari kata bagus, alias apa adanya. Di satu sisi kita harus mengapresiasi antusiasme mereka merayakan HUT Republik Indonesia, tapi di sisi lain prihatin karya mereka kurang bagus. Disinilah seharusnya pemerintah daerah masuk mengambil peran. Buat pelatihan secara periodik terhadap masyarakat tentang manajemen karnaval, tips membuat replika yang bagus dan karnaval yang dapat meningkatkan nilai ekonomi masyarakat.

Karnaval jika di kemas dengan baik akan sangat menguntungkan. Coba lihat ketika ada perhelatan Jember Fashion Carnival (JFC) hotel-hotel penuh dengan pengunjung luar kota. Rumah-rumah makan jika ada acara ini meningkatkan jumlah makanan yang di olah. Oleh-oleh khas daerah juga di serbu pengunjung.

Maka, jika masyarakat gandrung dengan karnaval, maka buat karnaval yang sebaik-baiknya. Jadikan karnaval momen untuk melepaskan tawa lepas, saling sapa, saling menjaga kekompakan, saling mengenal dan sarana menambah wawasan. wassalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun