Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Lagi, Emak Tokoh Inspiratif Saya

29 Mei 2018   23:21 Diperbarui: 30 Mei 2018   00:05 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada pertanyaan. Siapa tokoh inspiratif di bulan puasa ini?

Saya tidak akan berpikir panjang akan menjawab emak (ibu).

Banyak yang mengulas di kompasiana ibu masing-masing adalah tokoh yang menginspirasi. Penulis pun juga demikian. Sulit untuk berpaling dari sosok ibu.

Okelah, selain ibu sebenarnya ada beberapa yang menginspirasi diantaranya Muhammed Salah, muslim taat dari Negara dunia ketiga sepak bola, dengan kegigihannya dalam berlatih menjadi seorang superstar sepak bola dunia. Tingkah laku dan perangainya menjadi cermin seorang muslim yang baik.

Di dalam negeri ada Abdullah Azwar Anas seorang bupati Banyuwangi yang mengubah banyuwangi dari sebuah kota pinggir yang jauh dari kemajuan menjadi sebuah kota kreatif yang di lirik investor dalam dan luar negeri. Tapi keduanya masih kalah rating dari sosok ibu.

Meskipun banyak yang mengidolakan ibu sebagai tokoh inspiratif, bukan karena ikut-ikutan penulis pun juga demikian. Ibaratnya meskipun besok matahari akan terbit dari barat tidak bisa merubah tema artikel ini untuk tidak membahas ibu sebagai tokoh inspiratif di bulan puasa ini.

Saya dan 8 saudara lainnya menyebut ibu dengan emak. Tentang penyebutan emak, ibu dan mama, sepertinya memang ada hubungannya dengan era. Penyebutan emak lebih mewakili generasi lebih tua, ya maklum emak saya lahir 1935. Setelah era panggilan emak, panggilan lebih sering ke ibu, meskipun agak kekinian ibu seringkali di tambahi dengan kata nda, menjadi bunda. Agak kesini kata ibu juga bergeser menjadi mama. Panggilan emak untuk generasi paska 1980 nyaris punah.

Untuk menceritakan sosok emak sepertinya tidak akan cukup di tuliskan dalam semalam. Saya akan menceritakan beberapa hal saja. Keluarga besar saya adalah seorang nomaden (berpindah rumah) aslinya dari Kediri. Saya lahir di Malang.

Ketika saya SMA tercatat sudah 8 kali pindah rumah di Malang. Ke Kediri hanya sambang saja tiap tahun sekali. Jika tidak mempunyai mental kuat berpindah rumah sangatlah meruntuhkan mental, terutama anak-anaknya. Emak yang selalu merangkul dan membesarkan mental anak-anaknya.

Masa SD sampai SMA adalah masa tempaan fisik dan mental di keluarga saya. Bapak seorang yang keras dalam mendidik anak-anaknya. Sebagai contoh sejak kecil, sekira kelas 3 SD. Saya dengan 3 saudara saya harus menghidupi ternak ayam, burung puyuh, mentok, bebek, kambing, bekicot dan ikan lele. Ternak-ternak itu harus di urus dengan benar, tidak boleh satupun yang mati. Jika ada yang terlantar hukuman dari bapak siap-siap diterima. Pada kondisi tertekan itu Emak sosok yang memberi kedamaian.

Pada hari raya Idul Fitri kebiasaan orangtua adalah membuat kue jenang madu mongso. Seringkali penulis waktu kecil menjumpai emak masih terjaga sendirian sampai dini hari membuat jenang madu mongso, yang memang harus di gongso sampai 7 jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun