Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Anak malang

3 Agustus 2024   18:48 Diperbarui: 3 Agustus 2024   18:50 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di sudut kota penuh hiruk pikuk,

Di antara gedung tinggi menjulang,

Ada jiwa kecil yang terjebak,

Dalam kerasnya hidup tanpa bintang terang.

Kakinya telanjang menyusuri jalan,

Tangannya kecil menggenggam mimpi besar,

Namun, dunia tak selalu berpihak,

Pada mereka yang lahir tanpa takdir cerah.

Di mata bocah itu, ada duka mendalam,

Bukan karena ia tak pernah tersenyum,

Namun karena senyum itu, ditutupi debu,

Debu dari harapan yang tak kunjung tiba.

Ia anak malang yang berlari tanpa tujuan,

Di balik pandangannya, ada kisah pilu,

Orang tua yang tak mampu memberi lebih,

Dan rumah yang hanya sejengkal tanah.

Ia terapung di angkasa malam

Bergelut menggulat duka

Nira kecut yang bersumber dari mata

Menderas dengan kaidah dendam

Tapi dendam pada siapa?

(Anak desa ibu bapa tak berharta

mabuk atas mimpi botak kepala)

Mimpi tinggal mimpi

Bekal apa buat menuntut ilmu ke kota?

Malam hanya bicara bagi malam

Matanya kelereng belimbing jingga

Hidup hanya percik-percik cuka

Ia termenung di hati malam

Walau sebuah piring perunggu

Melayang di atas kepalanya

Dan mengajaknya bercanda

Tetap ia menekuri dirinya

Malam-malamnya dingin, tak berpeluk,

Hanya beratapkan langit, beralaskan mimpi,

Ia tak mengenal kasur empuk,

Atau hangatnya dekapan ibu di pagi hari.

Kadang ia menatap jendela restoran,

Memandang anak-anak lain yang beruntung,

Berpikir kapan giliran untuk dirinya,

Merasakan nikmatnya hidup tanpa lapar.

Namun, di hatinya ada tekad baja,

Untuk melawan nasib, untuk bertahan,

Meski dunia sering kali kejam,

Ia percaya esok bisa lebih baik.

Anak malang itu tetap berlari,

Meski luka menggores di kaki,

Ia adalah simbol perjuangan,

Di antara kerasnya hidup, ia tetap teguh.

Ia mengajarkan kita tentang arti syukur,

Bahwa di balik semua kesusahan,

Ada jiwa yang tak pernah menyerah,

Meski takdir tak selalu indah.

Jangan kau abaikan anak malang itu,

Ia adalah cermin ketabahan,

Di mana harapan selalu ada,

Meski dunia kerap kali membutakan.

Anak malang, teruslah bermimpi,

Jangan biarkan dunia memadamkan cahayamu,

Karena dalam setiap langkah kecilmu,

Ada masa depan yang menantimu dengan senyum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun