Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bansos: Serpihan Asa di Tengah Badai

31 Juli 2024   12:31 Diperbarui: 31 Juli 2024   12:32 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di negeri yang kaya akan alamnya,

Mengalir air dari pegunungan tinggi,

Namun rakyat kecil masih terjaga,

Mengais mimpi di sudut bumi.

Bantuan sosial, kau datang seperti hujan,

Menyirami tanah gersang penuh harap,

Menyeka air mata di pipi yang kelam,

Menghidupkan senyum yang hampir sirna.

Namun, di balik niatmu yang mulia,

Terselip bayang-bayang hitam nan serakah,

Di tangan-tangan kotor, kau tersesat,

Tak sampai ke mereka yang amat butuh.

Bansos, kau bagai obat bagi luka,

Mengobati lapar di perut yang kosong,

Namun terkadang kau hanya fatamorgana,

Hilang sebelum sampai di pelupuk mata.

Anak-anak berlari di gang sempit,

Menunggu karung beras yang tak kunjung tiba,

Ibu menatap dengan tatapan nan hampa,

Di mana janji-janji itu bersembunyi?

Di gedung-gedung tinggi yang megah,

Para pembesar duduk dengan nyaman,

Mereka lupa pada sumpah dan janji,

Pada rakyat yang lapar di pelosok desa.

Bansos, seharusnya kau membawa harapan,

Tapi kenapa kau sering kali menjadi bahan olok-olok?

Mengapa keadilan begitu sulit diraih,

Di tanah yang subur ini, mengapa kau terpuruk?

Dengarlah jerit kami, suara dari bawah,

Kami tak butuh janji yang kosong belaka,

Yang kami minta hanya secercah rasa,

Bahwa negara ini masih milik kita.

Bansos, kembalilah pada makna sejati,

Menjadi jembatan menuju kebahagiaan,

Jangan biarkan dirimu jadi alat,

Untuk mereka yang hanya ingin berkuasa.

Di tengah badai yang menghantam keras,

Kami masih menunggu dengan penuh sabar,

Bahwa suatu hari kau akan hadir,

Dengan tulus dan tanpa noda.

Bansos, jadilah sinar di tengah kegelapan,

Menjadi lentera bagi mereka yang tersesat,

Bawalah asa, bukan hanya sementara,

Namun abadi di hati rakyat marhaen.

Di setiap tetes keringat dan air mata,

Kami titipkan harapan pada negeri ini,

Semoga bansos bukan lagi sekadar kata,

Tapi nyata dalam kehidupan sehari-hari 

Namun...

Kudengar koar angka-angka besar

Merdu seperti nyanyian lagu setuju

Tak sesendu keroncong seorang ibu

Menyuapi sabar anaknya yang lapar

Menolak kabar ia tidak terdaftar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun