Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Rakyat Berteriak

27 Juli 2024   21:21 Diperbarui: 27 Juli 2024   21:23 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ketika rakyat berteriak,  

langit pun muram mendengung pilu,  

seolah hujan enggan turun  

menatap wajah-wajah lelah yang mengguratkan penderitaan.

Ketika rakyat berteriak,  

gemuruh suara mereka menggema di palung hati bangsa,  

menerobos sekat-sekat kekuasaan yang kaku,  

menggetarkan tiang-tiang egoisme yang jumawa.

Dengarlah, dengarlah seruan itu,  

seruan yang lahir dari perut bumi yang lapar,  

dari tangan-tangan kasar yang letih,  

dari kaki-kaki yang menapak debu kemiskinan.

Ketika rakyat berteriak,  

bumi pun turut resah,  

angin membawa kabar duka,  

burung-burung enggan berkicau.

Ini bukan sekadar suara,  

tapi jeritan hati yang tercekik oleh janji-janji manis,  

yang lelah menunggu perubahan yang tak kunjung datang,  

yang haus akan keadilan yang hanya sebatas angan.

Ketika rakyat berteriak,  

derap langkah mereka mengguncang bumi,  

menggetarkan singgasana yang megah,  

membangunkan nurani yang tertidur.

Wahai pemimpin, dengarkanlah!  

Tangisan ini bukan untuk diabaikan,  

bukan untuk ditutup telinga dan mata,  

tapi untuk disambut dengan hati yang terbuka.

Ketika rakyat berteriak,  

itulah tanda cinta pada negeri,  

cinta yang tak rela melihat tanah air tercinta  

terpuruk dalam luka yang tak kunjung sembuh.

Rakyat berteriak untuk masa depan,  

untuk harapan yang terpendam,  

untuk mimpi-mimpi yang layak diperjuangkan,  

untuk keadilan yang harus ditegakkan.

Jangan abaikan suara ini,  

jangan padamkan api perjuangan mereka,  

karena ketika rakyat berteriak,  

itulah panggilan bagi perubahan yang sejati.

Ketika rakyat berteriak,  

mereka memanggil jiwa-jiwa yang berani,  

mereka menyerukan kebangkitan dari keterpurukan,  

mereka mengajak untuk melangkah bersama,  

menuju hari yang lebih baik,  

menuju Indonesia yang sejahtera.

Ketika rakyat berteriak di jalan,

Dipenuhi dengan janji-janji palsu,

Para pemimpin mengangkat tangan,

Sambil tersenyum, mereka menertawakan kita.

Mereka duduk di atas tahta emas,

Dari hasil kerja keras yang bukan milik mereka,

Dari hasil kerja keras yang bukan milik mereka,

Mereka membagi-bagi harta negara,

Sambil kita di bawahnya meratapi nasib

Ketika rakyat mengeluh dan menuntut,

Diam seribu bahasa di balik pagar besi,

Media menari mengikuti irama,

Menyembunyikan kebobrokan di balik cerita palsu.

Di negeri ini, hukum hanya untuk mereka,

Yang memiliki kekayaan dan kekuasaan,

Sementara kita, yang berjuang di bawah matahari,

Terbuang dan dilupakan dalam derita.

Jangan percaya pada kata-kata manis,

Yang diucapkan dari podium tinggi,

Karena di balik topeng mereka tersenyum,

Adalah niat busuk dan hati yang kotor.

Saudara-saudara, mari bangun dari tidur kita,

Jangan biarkan diri kita tertindas dan dipermainkan,

Satukan suara, tegakkan keadilan,

Hanya dengan bersatu kita bisa berubah.

Demikianlah puisi ini disampaikan,

Sebuah suara kecil dari tengah kerumunan,

Tetapi satu suara bisa menjadi ribuan,

Jika kita bersatu, kita tak terkalahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun