Marhaenisme, sebagai ideologi yang lahir dari pemikiran Soekarno, menekankan pada keadilan sosial, kemandirian, dan kesejahteraan rakyat kecil atau kaum Marhaen. Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keragaman budaya dan kepercayaan, termasuk animisme, dinamisme, dan totemisme, Marhaenisme memberikan pandangan yang kritis dan reflektif terhadap bagaimana kepercayaan-kepercayaan ini berinteraksi dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat.Â
### Animisme, Dinamisme, dan Totemisme di Indonesia
**Animisme** adalah kepercayaan bahwa roh atau jiwa ada di dalam semua benda, baik yang hidup maupun yang mati. Kepercayaan ini sangat umum di berbagai budaya suku di Indonesia, di mana roh-roh leluhur dan alam sering dipuja dan dianggap memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
**Dinamisme** mengacu pada kepercayaan bahwa kekuatan gaib atau energi supernatural dapat ditemukan di berbagai objek dan fenomena alam. Kepercayaan ini sering diwujudkan dalam praktik-praktik seperti penggunaan jimat, mantra, dan upacara ritual untuk mengendalikan atau memanfaatkan kekuatan-kekuatan tersebut.
**Totemisme** adalah kepercayaan di mana kelompok sosial atau suku mengidentifikasi diri dengan totem, yang sering kali berupa binatang atau tumbuhan yang dianggap sebagai leluhur atau pelindung. Totemisme juga umum di berbagai komunitas adat di Indonesia, di mana totem memiliki peran penting dalam struktur sosial dan identitas kelompok.
### Marhaenisme dan Perspektifnya terhadap Kepercayaan Tradisional
Marhaenisme, yang berfokus pada pembelaan terhadap kaum kecil dan tertindas, menempatkan pentingnya menghormati dan melestarikan budaya serta kepercayaan tradisional. Soekarno, sebagai penggagas Marhaenisme, sangat memahami bahwa kepercayaan-kepercayaan ini adalah bagian integral dari identitas dan kesejahteraan masyarakat adat. Dalam konteks ini, Marhaenisme mendorong penghargaan terhadap animisme, dinamisme, dan totemisme sebagai bagian dari warisan budaya yang kaya dan beragam.
Namun, Marhaenisme juga mengajukan pandangan kritis terhadap bagaimana kepercayaan-kepercayaan ini dapat digunakan atau dimanipulasi oleh kekuatan eksternal, seperti kolonialisme, kapitalisme, atau elit lokal, untuk mengeksploitasi masyarakat adat. Marhaenisme berpendapat bahwa kepercayaan tradisional harus dilindungi dari eksploitasi dan harus digunakan untuk memberdayakan masyarakat, bukan untuk memperkuat struktur kekuasaan yang tidak adil.
### Kontribusi Kepercayaan Tradisional terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Animisme, dinamisme, dan totemisme memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat adat di Indonesia. Misalnya, kepercayaan ini sering kali mendasari sistem pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Masyarakat yang mempraktikkan animisme atau dinamisme cenderung memiliki hubungan yang harmonis dengan alam, mengakui keberadaan roh atau energi dalam setiap aspek lingkungan mereka, dan oleh karena itu, mereka lebih berhati-hati dalam mengeksploitasi sumber daya alam.
Marhaenisme melihat potensi besar dalam kearifan lokal ini untuk mengembangkan model pembangunan yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan. Dalam perspektif Marhaenisme, pelestarian lingkungan adalah kunci untuk memastikan kesejahteraan jangka panjang bagi kaum Marhaen. Oleh karena itu, praktik-praktik tradisional yang menghormati alam dan sumber daya harus dipertahankan dan dihargai sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan sosial.
### Tantangan Modernisasi dan Globalisasi
Dengan datangnya modernisasi dan globalisasi, banyak kepercayaan tradisional di Indonesia menghadapi tantangan besar. Banyak masyarakat adat yang tergeser oleh perkembangan ekonomi dan pembangunan yang tidak memperhitungkan hak-hak mereka. Proses ini sering kali mengabaikan nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang mereka pegang teguh, yang pada akhirnya merusak tatanan sosial dan kesejahteraan mereka.
Marhaenisme menekankan bahwa modernisasi tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan budaya dan kepercayaan tradisional. Marhaenisme mengadvokasi model pembangunan yang inklusif, yang menghormati dan mengakomodasi kepercayaan tradisional sebagai bagian dari identitas nasional yang kaya dan beragam.Â
### Mengintegrasikan Kepercayaan Tradisional dalam Kebijakan Publik
Marhaenisme mengusulkan bahwa kepercayaan tradisional seperti animisme, dinamisme, dan totemisme dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan publik untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan harmonis. Misalnya, kebijakan pengelolaan sumber daya alam dapat diinspirasikan oleh praktik-praktik tradisional yang berkelanjutan. Pendidikan juga dapat mencakup pengajaran tentang kepercayaan tradisional untuk memastikan bahwa generasi muda memahami dan menghargai warisan budaya mereka.
Selain itu, Marhaenisme mendorong partisipasi aktif masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Ini termasuk memberikan hak kepada masyarakat adat untuk mengelola tanah dan sumber daya mereka sendiri, serta memastikan bahwa suara mereka didengar dalam perencanaan pembangunan.
### Kesimpulan
Marhaenisme memberikan pandangan yang kritis namun konstruktif terhadap animisme, dinamisme, dan totemisme di Indonesia. Kepercayaan-kepercayaan ini dihargai sebagai bagian integral dari identitas budaya dan kesejahteraan masyarakat adat. Namun, Marhaenisme juga menekankan perlunya melindungi kepercayaan-kepercayaan ini dari eksploitasi dan memastikan bahwa mereka digunakan untuk memberdayakan masyarakat, bukan untuk memperkuat struktur kekuasaan yang tidak adil.
Dalam menghadapi tantangan modernisasi dan globalisasi, Marhaenisme mengadvokasi model pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, yang menghormati dan mengakomodasi kepercayaan tradisional. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai dan praktik-praktik tradisional ke dalam kebijakan publik, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H