Kedudukan wanita dalam masyarakat telah menjadi topik yang sering dibahas dan diperdebatkan sepanjang sejarah manusia. Berbagai ideologi dan agama memiliki pandangan tersendiri tentang peran dan martabat wanita. Di Indonesia, Islam dan Marhaenisme, dua fondasi yang kuat dalam kehidupan sosial dan politik, menawarkan pandangan yang memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Kedua perspektif ini, meski berasal dari latar belakang yang berbeda, memiliki kesamaan dalam memandang pentingnya peran wanita dalam masyarakat.
### Islam: Memuliakan Wanita dengan Ajaran Luhur
Islam, sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia, memiliki pandangan yang jelas tentang kedudukan wanita. Dalam Al-Quran dan hadis, banyak ayat dan sabda Nabi Muhammad SAW yang menekankan pentingnya menghormati dan memuliakan wanita.Â
Pertama, Islam menegaskan kesetaraan spiritual antara pria dan wanita. Dalam Al-Quran, surat Al-Hujurat ayat 13, Allah SWT berfirman bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal, dan bahwa yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Tidak ada pembedaan berdasarkan jenis kelamin dalam hal ketakwaan dan kedekatan dengan Tuhan.
Kedua, Islam memberikan hak-hak yang adil dan seimbang bagi wanita. Dalam konteks keluarga, wanita memiliki hak atas nafkah, kasih sayang, dan perlindungan dari suami. Islam juga mengakui hak wanita untuk mendapatkan pendidikan. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim (baik laki-laki maupun perempuan)." Pendidikan merupakan kunci utama bagi pemberdayaan wanita, dan Islam mendorong hal ini dengan tegas.
Ketiga, wanita dalam Islam memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad SAW, adalah seorang pengusaha sukses yang dihormati dalam masyarakat. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa Islam tidak membatasi wanita pada peran domestik semata, tetapi mendorong mereka untuk berkontribusi dalam berbagai bidang.
### Marhaenisme: Memuliakan Wanita dalam Konteks Sosial dan Politik
Marhaenisme, ideologi yang dikembangkan oleh Bung Karno, pendiri bangsa Indonesia, juga memiliki pandangan yang memuliakan wanita. Marhaenisme berakar pada konsep keberpihakan kepada kaum marhaen, yaitu rakyat kecil yang tertindas. Dalam konteks ini, wanita sering kali termasuk kelompok yang mengalami penindasan dan ketidakadilan.
Bung Karno menyadari pentingnya peran wanita dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Dalam pidatonya yang terkenal, "Sarinah", Bung Karno menegaskan bahwa wanita adalah tiang negara. Ia mengajak kaum wanita untuk terlibat aktif dalam perjuangan melawan penjajahan dan penindasan. Bung Karno melihat wanita bukan sebagai objek yang pasif, tetapi sebagai subjek yang aktif dan memiliki potensi besar untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Marhaenisme juga mendorong emansipasi wanita. Bung Karno menekankan pentingnya pendidikan bagi wanita sebagai sarana untuk mencapai kesetaraan. Ia percaya bahwa wanita yang terdidik akan mampu mengangkat martabat dirinya dan keluarganya, serta berperan aktif dalam masyarakat. Pendidikan menjadi alat penting untuk melawan penindasan dan eksploitasi yang sering dialami oleh wanita.
Dalam bidang politik, Marhaenisme mendorong partisipasi wanita dalam pemerintahan dan pengambilan keputusan. Bung Karno mengakui bahwa partisipasi aktif wanita dalam politik adalah kunci untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini tercermin dalam sejarah politik Indonesia, di mana banyak wanita tangguh seperti Cut Nyak Dien, Kartini, dan Dewi Sartika yang menjadi pelopor dalam memperjuangkan hak-hak wanita dan kemerdekaan bangsa.
### Keselarasan Antara Islam dan Marhaenisme
Meski berasal dari latar belakang yang berbeda, Islam dan Marhaenisme memiliki keselarasan dalam memuliakan wanita. Keduanya menekankan pentingnya pendidikan, kesetaraan, dan partisipasi aktif wanita dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam konteks Indonesia, perpaduan nilai-nilai Islam dan Marhaenisme telah membentuk pandangan yang kuat tentang peran wanita dalam masyarakat.
Islam dengan ajaran-ajarannya yang luhur menyediakan dasar spiritual dan moral bagi penghormatan terhadap wanita. Sementara itu, Marhaenisme dengan semangat keberpihakannya kepada kaum tertindas memberikan kerangka sosial dan politik bagi pemberdayaan wanita. Keduanya bersama-sama mendorong terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadilan gender.
### Tantangan dan Harapan
Meskipun ada banyak kemajuan dalam memuliakan wanita, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Kekerasan terhadap wanita, diskriminasi dalam pekerjaan, dan ketidaksetaraan dalam pendidikan masih menjadi masalah yang perlu diselesaikan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mengupayakan penerapan nilai-nilai Islam dan Marhaenisme dalam kehidupan sehari-hari.
Pemerintah, organisasi masyarakat, dan individu perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesetaraan gender. Program-program pemberdayaan wanita, akses yang lebih besar terhadap pendidikan, dan kebijakan yang melindungi hak-hak wanita harus terus diperkuat.Â
Pada akhirnya, memuliakan wanita bukan hanya tentang memberikan hak-hak yang sama, tetapi juga tentang menghargai dan menghormati peran penting mereka dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Dengan menggabungkan ajaran Islam dan semangat Marhaenisme, kita dapat menciptakan dunia di mana wanita benar-benar dimuliakan dan dihargai sesuai dengan martabatnya.