Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

UU Pemilu, Rampas Hak Politik?

17 Juli 2024   05:19 Diperbarui: 17 Juli 2024   05:24 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reformasi 1998 merupakan tonggak sejarah dalam perjalanan politik Indonesia, membuka jalan bagi demokrasi yang lebih inklusif dan partisipatif. Salah satu produk reformasi ini adalah Undang-Undang Pemilu yang dirancang untuk menjamin penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan transparan. Namun, dalam perjalanannya, muncul berbagai kritik yang menuding bahwa UU Pemilu justru merampas hak politik rakyat. Apakah benar demikian?

### Aspek-Aspek Kontroversial dalam UU Pemilu

#### 1. Ambang Batas Parlementer (Parliamentary Threshold)

Salah satu poin yang paling sering diperdebatkan adalah adanya ambang batas parlementer (parliamentary threshold). Ambang batas ini menetapkan bahwa partai politik harus meraih persentase suara tertentu secara nasional agar bisa mendapatkan kursi di parlemen. Meskipun bertujuan untuk menyederhanakan sistem multipartai yang dianggap terlalu kompleks dan tidak efisien, ambang batas ini sering dikritik karena dianggap mendiskriminasi partai-partai kecil dan menghilangkan suara rakyat yang memilih partai tersebut.

#### 2. Ambang Batas Presiden (Presidential Threshold)

Selain ambang batas parlementer, ada juga ambang batas presiden (presidential threshold) yang mengatur bahwa partai atau koalisi partai harus memiliki persentase kursi tertentu di parlemen untuk dapat mengajukan calon presiden. Hal ini dianggap membatasi hak partai-partai baru atau partai-partai kecil untuk mencalonkan pemimpin mereka sendiri, sehingga mempersempit pilihan rakyat dalam pemilu presiden.

#### 3. Pemilu Serentak

Pemilu serentak yang diterapkan sejak Pemilu 2019 juga menjadi sorotan. Sistem ini menggabungkan pemilu legislatif dan pemilu presiden dalam satu hari pemungutan suara. Meskipun diharapkan bisa meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya pemilu, penerapannya menuai kritik karena dianggap membingungkan pemilih dan menguntungkan partai-partai besar yang memiliki sumber daya lebih untuk kampanye besar-besaran.

### Dampak Terhadap Partisipasi Politik

Pengaturan-pengaturan dalam UU Pemilu ini secara tidak langsung mempengaruhi partisipasi politik rakyat. Dengan adanya ambang batas parlementer dan presiden, banyak suara rakyat yang memilih partai kecil menjadi tidak terwakili di parlemen. Hal ini bisa menurunkan kepercayaan rakyat terhadap sistem politik dan mengurangi partisipasi mereka dalam pemilu.

Sistem pemilu serentak juga berpotensi membuat pemilih merasa kewalahan dengan banyaknya pilihan yang harus mereka buat dalam satu waktu. Ini bisa berdampak pada menurunnya kualitas partisipasi politik, di mana pemilih mungkin tidak memiliki cukup waktu untuk mempelajari semua kandidat dan partai secara mendalam.

### Keberpihakan UU Pemilu

Kritik lainnya adalah bahwa UU Pemilu dianggap lebih berpihak kepada partai-partai besar dan incumbent yang sudah memiliki basis massa yang kuat dan sumber daya yang cukup. Ini tercermin dari ketentuan ambang batas yang tinggi dan sistem pemilu serentak yang memerlukan biaya kampanye yang besar. Partai-partai kecil dan baru yang tidak memiliki banyak sumber daya sulit untuk bersaing dalam kondisi ini, sehingga memperkuat dominasi partai-partai besar.

### Perlindungan Hak Politik Rakyat

Sebagai negara demokrasi, perlindungan hak politik rakyat seharusnya menjadi prioritas utama dalam penyusunan UU Pemilu. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik, baik sebagai pemilih maupun sebagai calon yang dipilih. Pembatasan-pembatasan yang ada dalam UU Pemilu saat ini dapat dianggap mengurangi hak politik ini, terutama bagi mereka yang mendukung partai-partai kecil atau kandidat independen.

### Reformasi UU Pemilu

Untuk mengatasi berbagai kritik tersebut, diperlukan reformasi terhadap UU Pemilu. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:

1. **Menurunkan atau Menghapus Ambang Batas**: Menurunkan ambang batas parlementer dan presiden atau bahkan menghapusnya dapat memberikan kesempatan yang lebih adil bagi semua partai politik untuk terlibat dalam proses politik. Ini akan meningkatkan representasi politik dan memastikan bahwa suara rakyat tidak terbuang.

2. **Pemilu Terpisah**: Memisahkan pemilu legislatif dan pemilu presiden dapat mengurangi kebingungan pemilih dan memberikan kesempatan bagi pemilih untuk lebih fokus dalam mengevaluasi kandidat dan partai. Ini juga dapat mengurangi beban logistik dan biaya yang harus ditanggung oleh partai-partai kecil.

3. **Meningkatkan Pendidikan Politik**: Pendidikan politik yang lebih baik untuk masyarakat akan membantu pemilih membuat keputusan yang lebih informatif dan bijaksana. Ini bisa dilakukan melalui program-program sosialisasi yang masif dan berkelanjutan oleh pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.

4. **Transparansi Dana Kampanye**: Memperketat aturan tentang transparansi dana kampanye dapat mengurangi dominasi partai-partai besar yang memiliki sumber daya lebih. Ini akan menciptakan iklim kompetisi yang lebih sehat dan adil.

### Kesimpulan

UU Pemilu adalah instrumen penting dalam menjamin pelaksanaan demokrasi yang sehat. Namun, jika tidak dirancang dengan memperhatikan prinsip keadilan dan inklusivitas, UU Pemilu justru bisa menjadi alat yang merampas hak politik rakyat. Oleh karena itu, reformasi yang komprehensif dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa setiap warga negara dapat berpartisipasi secara penuh dan adil dalam proses politik. Dengan begitu, demokrasi Indonesia dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diidealkan oleh para pendiri bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun