Di puncak bukit, kulihat cakrawala,
Harapan berkibar dalam angin senja,
Namun langit gelap menyelimutinya,
Asa yang terpendam, kian meredup jua.
Kaki ini lelah mendaki jalan,
Liku-liku terjal, batu tajam mengancam,
Namun hati ini terus berbisik,
Ada harapan di balik awan kelam.
Di setiap langkah, kupegang erat mimpi,
Namun bayang-bayang keraguan selalu menyapa,
Adakah puncak asa yang pernah kudamba,
Kini terenggut oleh waktu yang melaju?
Cahaya rembulan pun terasa asing,
Tatkala malam datang menyelimuti bumi,
Dalam sunyi, hanya bisikkan angin,
Menemani hati yang kian sunyi dan sendiri.
Adakah jalan kembali ke masa lalu,
Saat mimpi masih bersinar terang,
Kini puncak asa terasa jauh,
Di antara bintang yang kian redup dan hilang.
Namun kuingat pesan sang fajar,
Dalam kegelapan, ada cahaya yang tersimpan,
Meski puncak asa kini meredup,
Takkan kubiarkan harapan padam.
Di lembah duka, kurajut benang keberanian,
Menemani hati yang kian hampa,
Puncak asa mungkin meredup,
Namun semangat takkan pernah pudar.
Di pelukan malam yang dingin,
Kubiarkan air mata mengalir,
Membasuh luka di jiwa,
Meredakan perih yang tak terelakkan.
Dalam keremangan ini, kutemukan kekuatan,
Dari luka, tumbuhlah keikhlasan,
Meski puncak asa tak lagi terang,
Namun hati ini takkan pernah hilang.
Di cakrawala baru, kutatap dengan berani,
Menghimpun kembali serpihan mimpi,
Puncak asa mungkin meredup,
Namun harapan baru kan selalu menyala.
Di setiap helaan nafas yang penuh doa,
Kutemukan cahaya dalam kegelapan,
Puncak asa yang meredup,
Kan kugapai lagi dalam cahaya baru.